Masih Rentan, KPAI Minta Sekolah Tunda Pembelajaran Tatap Muka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ), Retno Listyarti melakukan pengawasan kepada 27 sekolah dari jenjang SD hingga SMA/SMK. Berdasarkan pengawasan tersebut, ia menyimpulkan bahwa sebagian besar belum siap melakukan proses pembelajaran tatap muka pada era pandemi.
"Yang memenuhi seluruh daftar periksa hanya SMKN 11 kota Bandung dari total 27 satuan pendidikan yang diawasi langsung oleh KPAI dan KPAD mulai dari Juni sampai dengan Agustus 2020," kata Retno, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Program Jitu Disdik Sleman, Siswa SD Jadi Betah Belajar Daring )
Beberapa catatan yang didapatkan KPAI antara lain adalah sebanyak 74 persen satuan pendidikan belum membentuk Tim Gugus Tugas COVID-19 di level satuan pendidikan. Retno mengatakan, mestinya satuan pendidikan memiliki tim gugus tugas dengan Surat Keputusan kepala sekolah, dilengkapi dengan pembagian tugas yang rinci.
Selain itu terkait keberadaan wastafel yang masih belum sebanding dengan jumlah siswa. Retno juga menemukan letak tempat cuci tangan yang berada di kran wudhu, dan posisinya jauh dari kelas-kelas."Ini akan berpotensi penumpukan saat cuci tangan dan berpotensi anak-anak malas mencuci tangan karena jauh," kata Retno.
Retno juga mendorong penyusunan meja kursi dan nomor absen anak ditempel di setiap meja sehingga anak tidak berpindah tempat duduk. Ia juga menyarankan jumlah kursi meja disesuaikan dengan jumlah siswa yang hadir di kelas agar tidak ada peluang anak duduk berdekatan. (Baca juga: Guru Terpapar, Sekolah Tatap Muka di Surabaya Masih Diragukan )
Ia mengatakan, sekalipun COVID-19 menjadi masalah di semua negara, kerentanan dan risiko bisa berbeda. Indonesia mesti menyelisik dengan hati-hati kerentanan dan kapasitasnya sendiri dalam mengelola risiko pembukaan sekolah sehingga bisa memproyeksikan dengan baik untung ruginya.
Anak-anak di Korea Selatan, misalnya, kembali ke ke kelas pada pertengahan Mei ketika kasus setiap hari di bawah 50 orang. Sempat mengalami peningkatan kasus sehingga kembali menerapkan pengajaran daring di beberapa sekolah hingga wabah kembali bisa dikendalikan.
Hal berbeda terjadi di Israel. Retno menjelaskan, Israel kembali menutup sekolah pada 3 Juni setelah membukanya pada 3 Mei. Hanya sebulan setelah membuka sekolah, ada 2.026 siswa, guru, dan staf dinyatakan positif COVID-19 dan 28.147 siswa dikarantina karena diduga terpapar virus.
"Secara nasional, jelas wabah di Indonesia belum terkendali dengan penambahan rata-rata di atas 1.500-2.000 kasus baru setiap hari dan kematian rata-rata di atas 50 orang per hari, sehingga menempatkan kita di nomor urut ke-23 negara dengan total kasus dan nomor ke-20 kematian terbanyak di dunia," kata Retno.
"Yang memenuhi seluruh daftar periksa hanya SMKN 11 kota Bandung dari total 27 satuan pendidikan yang diawasi langsung oleh KPAI dan KPAD mulai dari Juni sampai dengan Agustus 2020," kata Retno, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Program Jitu Disdik Sleman, Siswa SD Jadi Betah Belajar Daring )
Beberapa catatan yang didapatkan KPAI antara lain adalah sebanyak 74 persen satuan pendidikan belum membentuk Tim Gugus Tugas COVID-19 di level satuan pendidikan. Retno mengatakan, mestinya satuan pendidikan memiliki tim gugus tugas dengan Surat Keputusan kepala sekolah, dilengkapi dengan pembagian tugas yang rinci.
Selain itu terkait keberadaan wastafel yang masih belum sebanding dengan jumlah siswa. Retno juga menemukan letak tempat cuci tangan yang berada di kran wudhu, dan posisinya jauh dari kelas-kelas."Ini akan berpotensi penumpukan saat cuci tangan dan berpotensi anak-anak malas mencuci tangan karena jauh," kata Retno.
Retno juga mendorong penyusunan meja kursi dan nomor absen anak ditempel di setiap meja sehingga anak tidak berpindah tempat duduk. Ia juga menyarankan jumlah kursi meja disesuaikan dengan jumlah siswa yang hadir di kelas agar tidak ada peluang anak duduk berdekatan. (Baca juga: Guru Terpapar, Sekolah Tatap Muka di Surabaya Masih Diragukan )
Ia mengatakan, sekalipun COVID-19 menjadi masalah di semua negara, kerentanan dan risiko bisa berbeda. Indonesia mesti menyelisik dengan hati-hati kerentanan dan kapasitasnya sendiri dalam mengelola risiko pembukaan sekolah sehingga bisa memproyeksikan dengan baik untung ruginya.
Anak-anak di Korea Selatan, misalnya, kembali ke ke kelas pada pertengahan Mei ketika kasus setiap hari di bawah 50 orang. Sempat mengalami peningkatan kasus sehingga kembali menerapkan pengajaran daring di beberapa sekolah hingga wabah kembali bisa dikendalikan.
Hal berbeda terjadi di Israel. Retno menjelaskan, Israel kembali menutup sekolah pada 3 Juni setelah membukanya pada 3 Mei. Hanya sebulan setelah membuka sekolah, ada 2.026 siswa, guru, dan staf dinyatakan positif COVID-19 dan 28.147 siswa dikarantina karena diduga terpapar virus.
"Secara nasional, jelas wabah di Indonesia belum terkendali dengan penambahan rata-rata di atas 1.500-2.000 kasus baru setiap hari dan kematian rata-rata di atas 50 orang per hari, sehingga menempatkan kita di nomor urut ke-23 negara dengan total kasus dan nomor ke-20 kematian terbanyak di dunia," kata Retno.
(mpw)