Kembangkan Fotuisi sebagai Kritik Sosial dan Pelestarian Budaya, Fotografer Yulius Widi Raih Gelar Doktor
loading...
A
A
A
DENPASAR - Berhasil mempertahankan disertasi nya berjudul “Fotografi Puisi Sebagai Kritik Sosial dan Pelestarian Benteng Kedungcowek”, fotografer Yulius Widi Nugroho berhasil meraih gelar Doktor Penciptaan Seni dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali
Sidang disertasi berlangsung di Gedung Studio Media Rekam, Prodi Produksi dan TV kampus ISI, Denpasar, Bali, Jumat (2/8t2004). Ujian dan pengukuhan gelar doktor ini dipimpin oleh Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn.,M.Sn. didampingi sejumlah jajaran dosen Promotor dan Penguji, di antaranya Prof. Dr. Drs. I Made Gede Arimbawa, M.Sn., Prof. Dr. Drs. I Wayan Swandi, M.Si., Dr, dan Drs. I Wayan Mudana, M.Par. Yulius merupakan doktor ke 29 dari Program Studi Seni - Program Doktor ISI Denpasar
Penelitian dilakukan Yulius berfokus pada penciptaan fotografi puisi sebagai media kritik sosial dan pelestarian Benteng Kedungcowek, salah satu situs bersejarah di Surabaya.
Melalui kombinasi gambar visual dan puisi, karya ini bertujuan untuk mengangkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya dan sejarah yang sering terlupakan.
Salah satu kontribusi terbesar dari penelitian ini adalah pengembangan metode Fotuisi, sebuah pendekatan inovatif dalam menciptakan puisi berdasarkan foto. Metode ini melibatkan beberapa langkah penting dengan mengaplikasikan teori Fotografi, Semiotika, Tindakan Komunikasi, dan penciptaan puisi.
Penyusunan puisi berdasarkan analisis visual, puisi-puisi disusun untuk mencerminkan tema dan emosi yang terkandung dalam foto. Penyajian foto dan puisi kemudian diintegrasikan secara harmonis, menciptakan karya seni yang menyatu antara visual dan teks sebagai karya visual poetry. "Penyajian akhir Fotografi Puisi mempertimbangkan estetika keseluruhan untuk memastikan pesan tersampaikan dengan efektif," kata Yulius.
Dalam ujian terbuka tersebut Yulius menampilkan presentasi proses penelitian, temuan utama, karya Fotografi Puisi dengan metode Fotuisi. Beberapa karya fotografi puisi hasil dari metode ini disajikan pada presentasi.
"Ujian terbuka ini sekaligus berbagi inspirasi tentang bagaimana seni dapat menjadi alat yang kuat untuk perubahan sosial dan pelestarian budaya," tukasnya.
Nama Yulius dalam dunia fotografi tak asing di publik Indonesia. Selain kerap terlibat dalam berbagai pameran foto, dosen Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya (ISTTS) ini diketahui telah menerbitkan sejumlah buku menyangkut fotografi, di antaranya Khazanah Fotografi dan Desain Grafis dan Jepret! : panduan fotografi dengan kamera digital dan DSLR. Sejak beberapa tahun lalu, Yulius mulai mendalami seni fotografi yang digabungkan dengan puisi.
Sidang disertasi berlangsung di Gedung Studio Media Rekam, Prodi Produksi dan TV kampus ISI, Denpasar, Bali, Jumat (2/8t2004). Ujian dan pengukuhan gelar doktor ini dipimpin oleh Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn.,M.Sn. didampingi sejumlah jajaran dosen Promotor dan Penguji, di antaranya Prof. Dr. Drs. I Made Gede Arimbawa, M.Sn., Prof. Dr. Drs. I Wayan Swandi, M.Si., Dr, dan Drs. I Wayan Mudana, M.Par. Yulius merupakan doktor ke 29 dari Program Studi Seni - Program Doktor ISI Denpasar
Penelitian dilakukan Yulius berfokus pada penciptaan fotografi puisi sebagai media kritik sosial dan pelestarian Benteng Kedungcowek, salah satu situs bersejarah di Surabaya.
Melalui kombinasi gambar visual dan puisi, karya ini bertujuan untuk mengangkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya dan sejarah yang sering terlupakan.
Salah satu kontribusi terbesar dari penelitian ini adalah pengembangan metode Fotuisi, sebuah pendekatan inovatif dalam menciptakan puisi berdasarkan foto. Metode ini melibatkan beberapa langkah penting dengan mengaplikasikan teori Fotografi, Semiotika, Tindakan Komunikasi, dan penciptaan puisi.
Penyusunan puisi berdasarkan analisis visual, puisi-puisi disusun untuk mencerminkan tema dan emosi yang terkandung dalam foto. Penyajian foto dan puisi kemudian diintegrasikan secara harmonis, menciptakan karya seni yang menyatu antara visual dan teks sebagai karya visual poetry. "Penyajian akhir Fotografi Puisi mempertimbangkan estetika keseluruhan untuk memastikan pesan tersampaikan dengan efektif," kata Yulius.
Dalam ujian terbuka tersebut Yulius menampilkan presentasi proses penelitian, temuan utama, karya Fotografi Puisi dengan metode Fotuisi. Beberapa karya fotografi puisi hasil dari metode ini disajikan pada presentasi.
"Ujian terbuka ini sekaligus berbagi inspirasi tentang bagaimana seni dapat menjadi alat yang kuat untuk perubahan sosial dan pelestarian budaya," tukasnya.
Nama Yulius dalam dunia fotografi tak asing di publik Indonesia. Selain kerap terlibat dalam berbagai pameran foto, dosen Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya (ISTTS) ini diketahui telah menerbitkan sejumlah buku menyangkut fotografi, di antaranya Khazanah Fotografi dan Desain Grafis dan Jepret! : panduan fotografi dengan kamera digital dan DSLR. Sejak beberapa tahun lalu, Yulius mulai mendalami seni fotografi yang digabungkan dengan puisi.
(wyn)