15 Contoh Teks Anekdot Beserta Struktur dan Artinya, Kritik dengan Balutan Humor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berikut ini 15 contoh teks anekdot singkat dengan berbagai tema yang mudah untuk dipelajari. Teks anekdot adalah bentuk kritik yang diselipi dengan humor .
Sementara pengertian resminya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teks anekdot adalah sebuah cerita singkat yang mearik karena terdapat unsur lucu dan mengenaskan.
Baca juga: 12 Contoh Teks Broadcast Menarik untuk Grup WhatsApp Berbagai Tema
Lalu apa bedanya teks anekdot dengan teks humor? Kalau teks anekdot diambil dari peristiwa nyata sementara teks humor dari sebuah rekaan atau imajinasi. Teks anekdot berisi masalah terkait tokoh publik atau menyangkut orang banyak sedangkan humor tentang masalah kehidupan sehari-hari.
Teks anekdot berfungsi untuk menyampaikan kritik atau sindiran sementara humor cuma menghibur. Teks anekdot memiliki makna atau pesan tersirat sedangkan humor nirmakna atau pesan tersirat.
Baca juga: 15 Contoh Teks Monolog Singkat Berbagai Tema, Simak Ya
Jika dilihat lagi, teks anekdot bentuknya itu memiliki struktur, yang dimulai dengan abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda. Sementara teks humor lebih bebas strukturnya.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut ini 15 contoh teks anekdot beserta struktur dan artinya.
Abstraksi: Suatu hari, seorang guru matematika bertanya kepada muridnya.
Orientasi: Guru: "Jika kamu punya lima apel dan kamu berikan dua apel kepada temanmu, berapa sisa apelmu?"
Krisis: Murid: "Tidak ada, Bu."
Reaksi: Guru: "Bagaimana bisa tidak ada?" Murid: "Karena saya sudah memberikan semuanya kepada teman saya, Bu."
Koda: Guru pun terdiam, sambil mengangguk, menerima jawabannya.
Arti: Anekdot ini menyindir logika berpikir anak-anak yang sering kali berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh orang dewasa.
Baca juga: 10 Contoh Teks Eksemplum Beserta Strukturnya, Mudah Dipahami
Abstraksi: Seorang sopir angkot diminta berhenti di depan warung.
Orientasi: Penumpang: "Pak, tolong berhenti di depan warung sebelah."
Krisis: Sopir: "Sebelah kiri atau sebelah kanan?" Penumpang: "Sebelah kanan, Pak!" Sopir: "Sebelah kanan itu warung, sebelah kiri itu trotoar."
Reaksi: Penumpang: "Loh, kenapa tidak di tengah saja, Pak?"
Koda: Sopir tersenyum kecut dan melanjutkan perjalanan.
Arti: Teks ini menyindir kelucuan komunikasi yang sering kali terjadi antara penumpang dan sopir angkutan umum.
Abstraksi: Seorang anak kecil mengeluh kepada ibunya.
Orientasi: Anak: "Bu, kenapa ya kita harus sekolah?"
Krisis: Ibu: "Supaya kamu pintar." Anak: "Kalau pintar, terus harus kerja keras?" Ibu: "Iya, supaya kamu sukses."
Reaksi: Anak: "Kalau begitu, lebih enak bodoh dong, Bu!"
Koda: Sang ibu tertegun dan hanya bisa tertawa kecil.
Arti: Anekdot ini mengkritik pandangan umum tentang pendidikan dan kerja keras yang sering kali dianggap berat oleh anak-anak.
Abstraksi: Seorang politikus terkenal sedang diwawancarai di televisi.
Orientasi: Pewawancara: "Apa rencana Anda untuk memperbaiki ekonomi negara?"
Krisis: Politikus: "Saya akan bekerja keras untuk rakyat." Pewawancara: "Tapi bagaimana caranya?"
Reaksi: Politikus: "Caranya sederhana, kita bekerja keras bersama-sama."
Koda: Jawaban politikus itu malah membuat penonton bingung.
Arti: Anekdot ini menyindir jawaban klise para politikus yang sering kali tidak memberi solusi konkret.
Abstraksi: Seorang murid tertangkap basah menyontek saat ujian.
Orientasi: Guru: "Kenapa kamu menyontek?" Krisis: Murid: "Saya hanya bekerja sama, Bu."
Reaksi: Guru: "Kerja sama itu bukan menyontek." Murid: "Tapi kita diajarkan untuk bekerja sama kan, Bu?" K
oda: Guru pun tertawa geli mendengar jawaban muridnya.
Arti: Teks ini menyindir bagaimana konsep "kerja sama" bisa disalahartikan oleh murid.
Abstraksi: Seorang dokter bertemu pasien yang sering mengeluh sakit perut.
Orientasi: Pasien: "Dok, perut saya sering sekali sakit, apalagi setelah makan."
Krisis: Dokter: "Apa yang Anda makan?" Pasien: "Saya makan makanan yang paling mahal, dok."
Reaksi: Dokter: "Mungkin perut Anda sakit karena kantong Anda yang kempes."
Koda: Pasien pun terdiam, menyadari sindiran dari sang dokter.
Arti: Anekdot ini mengkritik gaya hidup konsumtif yang tidak sesuai dengan kemampuan seseorang.
Abstraksi: Seorang siswa terlambat datang ke sekolah dan bertemu guru piket.
Orientasi: Guru: "Kenapa kamu terlambat?" Krisis: Siswa: "Saya bangun kesiangan, Bu." Guru: "Kenapa kamu tidak bangun lebih awal?"
Reaksi: Siswa: "Saya memang bangun lebih awal, Bu. Tapi saya tidur lagi karena terlalu pagi."
Koda: Guru hanya bisa menggeleng kepala, tidak tahu harus marah atau tertawa.
Arti: Anekdot ini menggambarkan kelucuan dan kepolosan logika anak-anak yang terkadang membingungkan.
Abstraksi: Seorang anak kecil bertanya tentang pekerjaan ayahnya.
Orientasi: Anak: "Ayah, apa pekerjaan Ayah?" Krisis: Ayah: "Ayah seorang akuntan, Nak." Anak: "Akuntan itu apa, Yah?"
Reaksi: Ayah: "Ayah menghitung uang perusahaan." Anak: "Kalau begitu, kenapa Ayah selalu bilang uangnya habis?"
Koda: Ayah hanya bisa tersenyum, bingung menjelaskan.
Arti: Anekdot ini mengandung sindiran terhadap kesenjangan antara realitas pekerjaan dengan keadaan ekonomi pribadi.
Abstraksi: Seorang pemuda sedang melamar pekerjaan.
Orientasi: Pewawancara: "Apa alasan Anda melamar di sini?" Krisis: Pemuda: "Karena saya butuh pekerjaan."
Reaksi: Pewawancara: "Apa keahlian Anda?" Pemuda: "Mencari pekerjaan, Pak."
Koda: Pewawancara tertawa terbahak-bahak mendengar jawabannya.
Arti: Anekdot ini menyindir betapa sulitnya mencari pekerjaan hingga keahlian mencari pekerjaan menjadi bahan lelucon.
Abstraksi: Seorang pelayan restoran melayani pelanggan yang cerewet. Orientasi: Pelanggan: "Makanan saya terlalu asin. Apakah kokinya mencicipi makanan ini?"
Krisis: Pelayan: "Tentu saja, Pak."
Reaksi: Pelanggan: "Kalau begitu, koki Anda pasti suka makan garam!"
Koda: Pelayan tersenyum, dan membawa kembali makanan untuk diperbaiki.
Arti: Anekdot ini menyindir cara orang kadang-kadang menyampaikan keluhan dengan cara yang berlebihan.
Abstraksi: Seorang petani dan anaknya sedang menonton berita tentang harga pangan.
Orientasi: Pembawa berita: "Harga sayur-mayur melonjak tinggi."
Krisis: Anak: "Wah, kita bisa kaya, Yah!" Reaksi: Ayah: "Tidak, Nak, yang kaya itu yang menjual sayur di pasar, bukan yang menanam."
Koda: Anak terdiam bingung, bertanya-tanya kenapa.
Arti: Anekdot ini menyindir ketidakadilan dalam sistem perdagangan pertanian, di mana petani sering kali tidak merasakan manfaat dari harga tinggi.
Abstraksi: Seorang pria bertemu dengan temannya yang selalu telat. Orientasi: Pria: "Kenapa kamu selalu telat?" Krisis: Teman: "Saya tidak telat, saya hanya datang sesuai dengan kecepatan waktu saya." Reaksi: Pria: "Berarti kamu hidup di waktu yang berbeda dengan kami?" Koda: Keduanya pun tertawa.
Arti: Anekdot ini menyindir kebiasaan orang yang sering telat namun memiliki alasan yang lucu.
Abstraksi: Seorang bos bertanya kepada karyawannya tentang target kerja.
Orientasi: Bos: "Sudah sampai mana progress pekerjaanmu?"
Krisis: Karyawan: "Masih dalam proses, Pak."
Reaksi: Bos: "Proses itu ada tahapannya, di mana sekarang?" Karyawan: "Tahapan berpikir, Pak."
Koda: Bos hanya bisa menghela napas sambil tersenyum tipis.
Arti: Anekdot ini menyindir pekerja yang sering menunda-nunda dengan alasan "masih berpikir".
Abstraksi: Seorang murid bertanya kepada gurunya.
Orientasi: Murid: "Bu, kenapa kita harus belajar sejarah?"
Krisis: Guru: "Supaya kita tidak mengulang kesalahan masa lalu."
Reaksi: Murid: "Kalau begitu, kenapa kita masih ulangan?" Koda: Guru terdiam, tidak menyangka pertanyaan logis tersebut.
Arti: Anekdot ini menyindir sistem pendidikan yang masih menggunakan metode ulangan sebagai evaluasi, meskipun sering kali siswa sudah mengetahui jawabannya.
Abstraksi: Seorang karyawan mengeluh kepada temannya tentang bosnya.
Orientasi: Karyawan: "Bos saya selalu minta laporan yang sempurna."
Krisis: Teman: "Lalu?" Karyawan: "Tapi dia sendiri tidak pernah memberikan instruksi yang jelas."
Reaksi: Teman: "Mungkin bosmu berharap kamu membaca pikirannya."
Koda: Keduanya tertawa terbahak-bahak.
Arti: Anekdot ini menyindir gaya manajemen yang sering kali tidak jelas namun menuntut hasil yang sempurna.
Demikian tambahan 10 contoh teks anekdot dengan struktur lengkap. Anekdot ini tidak hanya menghibur, tetapi juga sering digunakan sebagai alat kritik sosial. Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca setia SINDOnews.
Sementara pengertian resminya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teks anekdot adalah sebuah cerita singkat yang mearik karena terdapat unsur lucu dan mengenaskan.
Baca juga: 12 Contoh Teks Broadcast Menarik untuk Grup WhatsApp Berbagai Tema
Lalu apa bedanya teks anekdot dengan teks humor? Kalau teks anekdot diambil dari peristiwa nyata sementara teks humor dari sebuah rekaan atau imajinasi. Teks anekdot berisi masalah terkait tokoh publik atau menyangkut orang banyak sedangkan humor tentang masalah kehidupan sehari-hari.
Teks anekdot berfungsi untuk menyampaikan kritik atau sindiran sementara humor cuma menghibur. Teks anekdot memiliki makna atau pesan tersirat sedangkan humor nirmakna atau pesan tersirat.
Baca juga: 15 Contoh Teks Monolog Singkat Berbagai Tema, Simak Ya
Jika dilihat lagi, teks anekdot bentuknya itu memiliki struktur, yang dimulai dengan abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda. Sementara teks humor lebih bebas strukturnya.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut ini 15 contoh teks anekdot beserta struktur dan artinya.
15 Contoh Teks Anekdot Beserta Struktur dan Artinya
1. Contoh Anekdot 1
Abstraksi: Suatu hari, seorang guru matematika bertanya kepada muridnya.
Orientasi: Guru: "Jika kamu punya lima apel dan kamu berikan dua apel kepada temanmu, berapa sisa apelmu?"
Krisis: Murid: "Tidak ada, Bu."
Reaksi: Guru: "Bagaimana bisa tidak ada?" Murid: "Karena saya sudah memberikan semuanya kepada teman saya, Bu."
Koda: Guru pun terdiam, sambil mengangguk, menerima jawabannya.
Arti: Anekdot ini menyindir logika berpikir anak-anak yang sering kali berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh orang dewasa.
Baca juga: 10 Contoh Teks Eksemplum Beserta Strukturnya, Mudah Dipahami
2. Contoh Anekdot 2
Abstraksi: Seorang sopir angkot diminta berhenti di depan warung.
Orientasi: Penumpang: "Pak, tolong berhenti di depan warung sebelah."
Krisis: Sopir: "Sebelah kiri atau sebelah kanan?" Penumpang: "Sebelah kanan, Pak!" Sopir: "Sebelah kanan itu warung, sebelah kiri itu trotoar."
Reaksi: Penumpang: "Loh, kenapa tidak di tengah saja, Pak?"
Koda: Sopir tersenyum kecut dan melanjutkan perjalanan.
Arti: Teks ini menyindir kelucuan komunikasi yang sering kali terjadi antara penumpang dan sopir angkutan umum.
3. Contoh Anekdot 3
Abstraksi: Seorang anak kecil mengeluh kepada ibunya.
Orientasi: Anak: "Bu, kenapa ya kita harus sekolah?"
Krisis: Ibu: "Supaya kamu pintar." Anak: "Kalau pintar, terus harus kerja keras?" Ibu: "Iya, supaya kamu sukses."
Reaksi: Anak: "Kalau begitu, lebih enak bodoh dong, Bu!"
Koda: Sang ibu tertegun dan hanya bisa tertawa kecil.
Arti: Anekdot ini mengkritik pandangan umum tentang pendidikan dan kerja keras yang sering kali dianggap berat oleh anak-anak.
4. Contoh Anekdot 4
Abstraksi: Seorang politikus terkenal sedang diwawancarai di televisi.
Orientasi: Pewawancara: "Apa rencana Anda untuk memperbaiki ekonomi negara?"
Krisis: Politikus: "Saya akan bekerja keras untuk rakyat." Pewawancara: "Tapi bagaimana caranya?"
Reaksi: Politikus: "Caranya sederhana, kita bekerja keras bersama-sama."
Koda: Jawaban politikus itu malah membuat penonton bingung.
Arti: Anekdot ini menyindir jawaban klise para politikus yang sering kali tidak memberi solusi konkret.
5. Contoh Anekdot 5
Abstraksi: Seorang murid tertangkap basah menyontek saat ujian.
Orientasi: Guru: "Kenapa kamu menyontek?" Krisis: Murid: "Saya hanya bekerja sama, Bu."
Reaksi: Guru: "Kerja sama itu bukan menyontek." Murid: "Tapi kita diajarkan untuk bekerja sama kan, Bu?" K
oda: Guru pun tertawa geli mendengar jawaban muridnya.
Arti: Teks ini menyindir bagaimana konsep "kerja sama" bisa disalahartikan oleh murid.
6. Contoh Anekdot 6
Abstraksi: Seorang dokter bertemu pasien yang sering mengeluh sakit perut.
Orientasi: Pasien: "Dok, perut saya sering sekali sakit, apalagi setelah makan."
Krisis: Dokter: "Apa yang Anda makan?" Pasien: "Saya makan makanan yang paling mahal, dok."
Reaksi: Dokter: "Mungkin perut Anda sakit karena kantong Anda yang kempes."
Koda: Pasien pun terdiam, menyadari sindiran dari sang dokter.
Arti: Anekdot ini mengkritik gaya hidup konsumtif yang tidak sesuai dengan kemampuan seseorang.
7. Contoh Anekdot 7
Abstraksi: Seorang siswa terlambat datang ke sekolah dan bertemu guru piket.
Orientasi: Guru: "Kenapa kamu terlambat?" Krisis: Siswa: "Saya bangun kesiangan, Bu." Guru: "Kenapa kamu tidak bangun lebih awal?"
Reaksi: Siswa: "Saya memang bangun lebih awal, Bu. Tapi saya tidur lagi karena terlalu pagi."
Koda: Guru hanya bisa menggeleng kepala, tidak tahu harus marah atau tertawa.
Arti: Anekdot ini menggambarkan kelucuan dan kepolosan logika anak-anak yang terkadang membingungkan.
8. Contoh Anekdot 8
Abstraksi: Seorang anak kecil bertanya tentang pekerjaan ayahnya.
Orientasi: Anak: "Ayah, apa pekerjaan Ayah?" Krisis: Ayah: "Ayah seorang akuntan, Nak." Anak: "Akuntan itu apa, Yah?"
Reaksi: Ayah: "Ayah menghitung uang perusahaan." Anak: "Kalau begitu, kenapa Ayah selalu bilang uangnya habis?"
Koda: Ayah hanya bisa tersenyum, bingung menjelaskan.
Arti: Anekdot ini mengandung sindiran terhadap kesenjangan antara realitas pekerjaan dengan keadaan ekonomi pribadi.
9. Contoh Anekdot 9
Abstraksi: Seorang pemuda sedang melamar pekerjaan.
Orientasi: Pewawancara: "Apa alasan Anda melamar di sini?" Krisis: Pemuda: "Karena saya butuh pekerjaan."
Reaksi: Pewawancara: "Apa keahlian Anda?" Pemuda: "Mencari pekerjaan, Pak."
Koda: Pewawancara tertawa terbahak-bahak mendengar jawabannya.
Arti: Anekdot ini menyindir betapa sulitnya mencari pekerjaan hingga keahlian mencari pekerjaan menjadi bahan lelucon.
10. Contoh Anekdot 10
Abstraksi: Seorang pelayan restoran melayani pelanggan yang cerewet. Orientasi: Pelanggan: "Makanan saya terlalu asin. Apakah kokinya mencicipi makanan ini?"
Krisis: Pelayan: "Tentu saja, Pak."
Reaksi: Pelanggan: "Kalau begitu, koki Anda pasti suka makan garam!"
Koda: Pelayan tersenyum, dan membawa kembali makanan untuk diperbaiki.
Arti: Anekdot ini menyindir cara orang kadang-kadang menyampaikan keluhan dengan cara yang berlebihan.
11. Contoh Anekdot 11
Abstraksi: Seorang petani dan anaknya sedang menonton berita tentang harga pangan.
Orientasi: Pembawa berita: "Harga sayur-mayur melonjak tinggi."
Krisis: Anak: "Wah, kita bisa kaya, Yah!" Reaksi: Ayah: "Tidak, Nak, yang kaya itu yang menjual sayur di pasar, bukan yang menanam."
Koda: Anak terdiam bingung, bertanya-tanya kenapa.
Arti: Anekdot ini menyindir ketidakadilan dalam sistem perdagangan pertanian, di mana petani sering kali tidak merasakan manfaat dari harga tinggi.
12. Contoh Anekdot 12
Abstraksi: Seorang pria bertemu dengan temannya yang selalu telat. Orientasi: Pria: "Kenapa kamu selalu telat?" Krisis: Teman: "Saya tidak telat, saya hanya datang sesuai dengan kecepatan waktu saya." Reaksi: Pria: "Berarti kamu hidup di waktu yang berbeda dengan kami?" Koda: Keduanya pun tertawa.
Arti: Anekdot ini menyindir kebiasaan orang yang sering telat namun memiliki alasan yang lucu.
13. Contoh Anekdot 13
Abstraksi: Seorang bos bertanya kepada karyawannya tentang target kerja.
Orientasi: Bos: "Sudah sampai mana progress pekerjaanmu?"
Krisis: Karyawan: "Masih dalam proses, Pak."
Reaksi: Bos: "Proses itu ada tahapannya, di mana sekarang?" Karyawan: "Tahapan berpikir, Pak."
Koda: Bos hanya bisa menghela napas sambil tersenyum tipis.
Arti: Anekdot ini menyindir pekerja yang sering menunda-nunda dengan alasan "masih berpikir".
14. Contoh Anekdot 14
Abstraksi: Seorang murid bertanya kepada gurunya.
Orientasi: Murid: "Bu, kenapa kita harus belajar sejarah?"
Krisis: Guru: "Supaya kita tidak mengulang kesalahan masa lalu."
Reaksi: Murid: "Kalau begitu, kenapa kita masih ulangan?" Koda: Guru terdiam, tidak menyangka pertanyaan logis tersebut.
Arti: Anekdot ini menyindir sistem pendidikan yang masih menggunakan metode ulangan sebagai evaluasi, meskipun sering kali siswa sudah mengetahui jawabannya.
15. Contoh Anekdot 15
Abstraksi: Seorang karyawan mengeluh kepada temannya tentang bosnya.
Orientasi: Karyawan: "Bos saya selalu minta laporan yang sempurna."
Krisis: Teman: "Lalu?" Karyawan: "Tapi dia sendiri tidak pernah memberikan instruksi yang jelas."
Reaksi: Teman: "Mungkin bosmu berharap kamu membaca pikirannya."
Koda: Keduanya tertawa terbahak-bahak.
Arti: Anekdot ini menyindir gaya manajemen yang sering kali tidak jelas namun menuntut hasil yang sempurna.
Demikian tambahan 10 contoh teks anekdot dengan struktur lengkap. Anekdot ini tidak hanya menghibur, tetapi juga sering digunakan sebagai alat kritik sosial. Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca setia SINDOnews.
(nnz)