Cyberbullying di Dunia Pendidikan? Ini yang Harus Dihindari Pelajar dan Para Guru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perundungan di dunia maya alias cyberbullying merupakan perilaku agresif anti-sosial yang dilakukan oleh kelompok tertentu dengan tujuan untuk menindas, secara fisik maupun psikologis. Perilaku agresif ini berlangsung terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dan terjadi dalam hubungan tak seimbang, baik kekuasaan maupun kekuatan.
”Bullying biasanya akan menimpa korban yang secara kekuatan dan kekuasaan lebih lemah hingga tak mampu melawan,” tutur Analis Media Pembelajaran BTIKP Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau Lodeweik Binsar Togatorop, dalam webinar literasi digital untuk segmen pendidikan yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI bersama Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Kota Batam, Jumat (11/10/2024).
Dalam diskusi online bertajuk ”Kenali Jenis Cyberbullying di Dunia Maya” itu, Binsar menegaskan, dari sisi korban bullying bisa terjadi karena penampilan fisik, ras, orientasi seksual, terlihat lemah, dan tidak mudah bergaul.
”Adapun dari sisi pelaku, karena memiliki masalah pribadi, pernah menjadi korban, rasa iri, kurangnya pemahaman dan empati, serta kurang rasa perhatian,” jelas Lodeweik.
Tindakan yang termasuk dalam cyberbullying, menurut Binsar, bisa berupa mengirim atau memosting berbagai konten negatif, berbahaya, palsu, bahkan kejam kepada orang lain. Isi pesan tersebut kadang berupa ancaman atau serangan untuk menakut-nakuti korban.
”Dampak cyberbullying, korban merasa kewalahan, tidak berdaya, terekspos dan dihina, rasa percaya diri menurun, marah dan dendam, merasa sendiri dan terisolasi, depresi, hingga kesehatan fisik menurun,” pungkas Lodeweik Binsar Togatorop di hadapan siswa yang mengikuti acara diskusi dengan menggelar nonton bareng (nobar) dari sekolah masing-masing.
Senada, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Eko Pamuji mengatakan, perundungan dunia maya tumbuh subur dan umumnya terjadi menimpa kaum remaja.
”Pemicu perundungan pelaku korban kekerasan, faktor keluarga (sering bertengkar), ada ’kompor’ penyulut, media massa, penampilan fisik, beda kelas sosial, tradisi senioritas, dan karakter buruk pelaku,” rinci Eko Pamuji.
Sementara, dosen literasi digital Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya Meithiana Indrasari mengingatkan pentingnya menjaga rekam jejak digital yang positif saat berada di dunia maya.
”Berpikirlah sebelum bertindak, menghindari tindakan yang melanggar hukum, komunikasi dengan sopan dan santun, menghindari konten yang tidak pantas, menjaga privasi, dan membangun citra positif,” jelas Meithiana Indrasari.
”Bullying biasanya akan menimpa korban yang secara kekuatan dan kekuasaan lebih lemah hingga tak mampu melawan,” tutur Analis Media Pembelajaran BTIKP Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau Lodeweik Binsar Togatorop, dalam webinar literasi digital untuk segmen pendidikan yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI bersama Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Kota Batam, Jumat (11/10/2024).
Dalam diskusi online bertajuk ”Kenali Jenis Cyberbullying di Dunia Maya” itu, Binsar menegaskan, dari sisi korban bullying bisa terjadi karena penampilan fisik, ras, orientasi seksual, terlihat lemah, dan tidak mudah bergaul.
”Adapun dari sisi pelaku, karena memiliki masalah pribadi, pernah menjadi korban, rasa iri, kurangnya pemahaman dan empati, serta kurang rasa perhatian,” jelas Lodeweik.
Tindakan yang termasuk dalam cyberbullying, menurut Binsar, bisa berupa mengirim atau memosting berbagai konten negatif, berbahaya, palsu, bahkan kejam kepada orang lain. Isi pesan tersebut kadang berupa ancaman atau serangan untuk menakut-nakuti korban.
”Dampak cyberbullying, korban merasa kewalahan, tidak berdaya, terekspos dan dihina, rasa percaya diri menurun, marah dan dendam, merasa sendiri dan terisolasi, depresi, hingga kesehatan fisik menurun,” pungkas Lodeweik Binsar Togatorop di hadapan siswa yang mengikuti acara diskusi dengan menggelar nonton bareng (nobar) dari sekolah masing-masing.
Senada, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Eko Pamuji mengatakan, perundungan dunia maya tumbuh subur dan umumnya terjadi menimpa kaum remaja.
”Pemicu perundungan pelaku korban kekerasan, faktor keluarga (sering bertengkar), ada ’kompor’ penyulut, media massa, penampilan fisik, beda kelas sosial, tradisi senioritas, dan karakter buruk pelaku,” rinci Eko Pamuji.
Sementara, dosen literasi digital Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya Meithiana Indrasari mengingatkan pentingnya menjaga rekam jejak digital yang positif saat berada di dunia maya.
”Berpikirlah sebelum bertindak, menghindari tindakan yang melanggar hukum, komunikasi dengan sopan dan santun, menghindari konten yang tidak pantas, menjaga privasi, dan membangun citra positif,” jelas Meithiana Indrasari.
(wyn)