Profil Heri Hermansyah, Rektor UI yang Ditagih soal Titik Terang Gelar Doktor Bahlil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gelar doktor Bahlil Lahadalia kembali dipertanyakan usai pelantikan Rektor UI periode 2024-2029 Prof Heri Hermansyah . Berikut ini profil rektor yang juga mantan dekan FT UI ini.
Ditemui usai pelantikan, Prof Heri Hermansyah diberondong sejumlah pertanyaan oleh awak media. Salah satunya mengenai kelanjutan pemberian gelar doktor Bahlil Lahadalia yang memantik polemik karena diraihnya hanya dalam Waktu dua bulan.
Baca juga: Bagaimana Nasib Gelar Doktor Bahlil Lahadalia? Ini Update dari Rektor Baru UI
Saat itu, Bahlil meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasi bertajuk Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia. Tak hanya cepat, namun Bahlil dinyatakan lulus dari SKSG UI dengan predikat Cum Laude.
Merespons hal tersebut, Heri mengatakan proses penangguhan gelar doktoral Bahlil Lahadalia masih menunggu hasil investigasi dari tim Dewan Guru Besar (DGB) UI.
"Jadi saya masih menunggu hasil investigasi dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia tentunya sudah kita eksekusi menunggu hasil itu," kata Heri kepada wartawan usai dilantik di Balai Purnomo Fisip UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).
Baca juga: Ini Penyebab Gelar Doktor Bahlil Lahadalia Ditangguhkan UI
Heri menyebut ada dua hal terkait pemberian gelar doktor S3 Bahlil Lahadalia dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI yang perlu dilakukan audit dan juga sanksi etik.
"Sesuai dengan surat edaran yang ada, ada dua hal di sana. Pertama adalah rekomendasi untuk melakukan audit akademik, yang kedua adalah rekomendasi dari DGB untuk ethic," ucapnya.
Baca juga: Heri Hermansyah Resmi Dilantik Jadi Rektor UI 2024-2029
"Jadi sekarang sebagai eksekutif, kita menunggu rekomendasi dari tim audit dan hasil investigasi etik oleh DGB UI, nah kita tunggu itu, nah internal kita akan bisa sambil berjalan untuk memperbaiki penjaminan mutu tentunya kita harus evaluasi sehingga penjaminan mutu di seluruh sekolah di universitas di Indonesia bisa proven, prudent seperti yang di fakultas fakultas yaitu perangkat penjaminan mutunya ada," tambahnya.
Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. DR. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.ENG., IPU, memiliki latar belakang pendidikan yang mengesankan. Berdasarkan informasi dari laman resmi Heri Hermansyah, ia merupakan alumnus UI yang menyelesaikan studi Sarjana Teknik Gas dan Petrokimia di Fakultas Teknik UI (FTUI) pada tahun 1998.
Selama masa kuliah, pria asal Sukabumi yang lahir pada 18 Januari 1976 ini berhasil meraih berbagai penghargaan, seperti Mahasiswa Berprestasi UI di Bidang Penalaran (1997), Mahasiswa Terbaik TGP FTUI selama tiga tahun berturut-turut (1995-1997), dan juara ketiga dalam Society Petroleum Engineer (SPE) Student Paper Contest (1997).
Untuk melengkapi gelar akademiknya, pada tahun 2019, Heri mengikuti program profesi insinyur Teknik Kimia. Sebagai akademisi, ia dikenal memiliki pencapaian luar biasa dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang membawanya diangkat menjadi Guru Besar termuda FTUI pada tahun 2013, saat usianya baru 37 tahun.
Sebelum kembali ke UI sebagai dosen, Heri sempat bekerja di sebuah perusahaan perdagangan internasional selama sekitar satu tahun. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan Teknik Kimia di Tohoku University, Jepang, dengan meraih beasiswa Master dari Panasonic (2000-2003) dan beasiswa PhD dari Hitachi (2003-2006).
Ditemui usai pelantikan, Prof Heri Hermansyah diberondong sejumlah pertanyaan oleh awak media. Salah satunya mengenai kelanjutan pemberian gelar doktor Bahlil Lahadalia yang memantik polemik karena diraihnya hanya dalam Waktu dua bulan.
Baca juga: Bagaimana Nasib Gelar Doktor Bahlil Lahadalia? Ini Update dari Rektor Baru UI
Saat itu, Bahlil meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasi bertajuk Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia. Tak hanya cepat, namun Bahlil dinyatakan lulus dari SKSG UI dengan predikat Cum Laude.
Tanggapan Rektor UI Prof Heri Hermansyah atas Gelar Doktor Bahlil
Merespons hal tersebut, Heri mengatakan proses penangguhan gelar doktoral Bahlil Lahadalia masih menunggu hasil investigasi dari tim Dewan Guru Besar (DGB) UI.
"Jadi saya masih menunggu hasil investigasi dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia tentunya sudah kita eksekusi menunggu hasil itu," kata Heri kepada wartawan usai dilantik di Balai Purnomo Fisip UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).
Baca juga: Ini Penyebab Gelar Doktor Bahlil Lahadalia Ditangguhkan UI
Heri menyebut ada dua hal terkait pemberian gelar doktor S3 Bahlil Lahadalia dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI yang perlu dilakukan audit dan juga sanksi etik.
"Sesuai dengan surat edaran yang ada, ada dua hal di sana. Pertama adalah rekomendasi untuk melakukan audit akademik, yang kedua adalah rekomendasi dari DGB untuk ethic," ucapnya.
Baca juga: Heri Hermansyah Resmi Dilantik Jadi Rektor UI 2024-2029
"Jadi sekarang sebagai eksekutif, kita menunggu rekomendasi dari tim audit dan hasil investigasi etik oleh DGB UI, nah kita tunggu itu, nah internal kita akan bisa sambil berjalan untuk memperbaiki penjaminan mutu tentunya kita harus evaluasi sehingga penjaminan mutu di seluruh sekolah di universitas di Indonesia bisa proven, prudent seperti yang di fakultas fakultas yaitu perangkat penjaminan mutunya ada," tambahnya.
Profil Rektor UI Prof Heri Hermansyah
Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. DR. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.ENG., IPU, memiliki latar belakang pendidikan yang mengesankan. Berdasarkan informasi dari laman resmi Heri Hermansyah, ia merupakan alumnus UI yang menyelesaikan studi Sarjana Teknik Gas dan Petrokimia di Fakultas Teknik UI (FTUI) pada tahun 1998.
Selama masa kuliah, pria asal Sukabumi yang lahir pada 18 Januari 1976 ini berhasil meraih berbagai penghargaan, seperti Mahasiswa Berprestasi UI di Bidang Penalaran (1997), Mahasiswa Terbaik TGP FTUI selama tiga tahun berturut-turut (1995-1997), dan juara ketiga dalam Society Petroleum Engineer (SPE) Student Paper Contest (1997).
Untuk melengkapi gelar akademiknya, pada tahun 2019, Heri mengikuti program profesi insinyur Teknik Kimia. Sebagai akademisi, ia dikenal memiliki pencapaian luar biasa dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang membawanya diangkat menjadi Guru Besar termuda FTUI pada tahun 2013, saat usianya baru 37 tahun.
Sebelum kembali ke UI sebagai dosen, Heri sempat bekerja di sebuah perusahaan perdagangan internasional selama sekitar satu tahun. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan Teknik Kimia di Tohoku University, Jepang, dengan meraih beasiswa Master dari Panasonic (2000-2003) dan beasiswa PhD dari Hitachi (2003-2006).
(nnz)