Dilema Kurikulum 2021: Pandemi Covid-19 dan Visi Merdeka Belajar

Kamis, 24 September 2020 - 07:01 WIB
loading...
Dilema Kurikulum 2021: Pandemi Covid-19 dan Visi Merdeka Belajar
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengkaji perubahan kurikulum demi mengadopsi visi Merdeka Belajar dari Menteri Nadiem Makarim. Langkah ini banyak memunculkan sorotan publik karena dimunculkan pada saat pandemi.

Publik menilai harusnya Kemendikbud saat ini fokus memperbaiki kualitas pembelajaran jarak jauh (PJJ) daripada menyusun kurikulum baru. Apalagi signifikansi perubahan kurikulum dipertanyakan karena belum ada evaluasi efektivitas penerapan kurikulum 2013. (Baca: Inilah Pemandangan Ahli Riya Pada Hari Kiamat)

Dari dokumen rencana penyederhanaan kurikulum yang beredar di publik diketahui adanya beberapa perubahan mata pelajaran. Di antaranya adalah wajibnya pelajaran informatika dan program pengembangan karakter bagi siswa kelas X SMA/sederajat.

Lalu pelajaran biologi, fisika dan kimia digabung menjadi IPA, sedangkan pelajaran sejarah Indonesia dan ekonomi berubah menjadi IPS. Pengabungan mata pelajaran juga terjadi pada pelajaran seni budaya dan prakarya serta kewirausahaan yang digabung menjadi seni dan prakarya.

Pada jenjang SMP sederajat, kurikulum 2021 akan mengamanatkan pelajaran informatika menjadi mata pelajaran tersendiri. Di level SD tidak ada perubahan mata pelajaran, hanya fokus pada perubahan proporsi waktu belajar. “Saat ini penyederhanaan kurikulum masih dalam tahap kajian, belum ada keputusan resmi,” ujar Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud Maman Faturahman.

Kendati demikian, Kemendikbud memang telah memiliki target bahwa pada 2021 nanti implementasi kurikulum yang telah disederhanakan ini bisa dilakukan secara terbatas. ”Sesuai arahan Mas Menteri, insyaallah pada 2021 prototyping atau implementasi terbatas,” katanya ketika dihubungi KORAN SINDO.

Selanjutnya, ujar Maman, Kemendikbud menargetkan pada 2022 penyederhanaan perubahan kurikulum bisa diberlakukan. Meskipun demikian, Kurikulum 2013 yang saat ini dijalankan di sekolah-sekolah selama periode tersebut akan tetap berlaku.

Maman mengatakan, Tim Pusat Kurikulum dan Perbukuan melakukan berbagai kajian tentang implementasi kurikulum nasional yang berlaku. Selain itu, Kemendikbud menerima berbagai kajian yang dilakukan masyarakat dan telah dipublikasikan. (Baca juga: Proyek Sodetan Kali Ciliwung di Bidara Cina Terganjal Ganti Rugi)

Dia mengatakan, prosedur itu dikaji secara internal. Setelah itu masuk ke proses uji publik yang melibatkan masyarakat. Setelah uji publik, lalu harmonisasi dengan berbagai kementerian terkait sebelum akhirnya menjadi regulasi.

Apa urgensi dari pengkajian penyederhanaan kurikulum ini dilakukan di tengah masa pandemi? Maman menjawab, terjadinya pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa kurikulum harus adaptif dengan keadaan serta perkembangan lingkungan yang memerlukan kurikulum yang mengakomodasi keragaman.

Pada sisi lain, ada instruksi Presiden agar kurikulum disesuaikan. Selain itu, adanya implementasi Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemendikbud dalam berbagai aspek dan jenjang pendidikan. ”Termasuk menekankan aspek teaching at the right level memerlukan perubahan yang tepat,” ujarnya.

Dari sisi kompetensi, aspek penilaian ataupun mata pelajaran apa saja konten-konten kurikulum yang akan disederhanakan Maman menjawab, untuk detail-detail penyederhanaan itu masih dalam kajian internal. (Baca juga: Riau Jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)

Perubahan Kurikulum Butuh Kajian Matang

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai perubahan kurikulum merupakan langkah fundamental dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Karena itu, sebelum perubahan kurikulum pihak berwenang harus melakukan kajian matang, termasuk kajian yang didasarkan pada survei dan masukan dari ahli pendidikan.

“Pergantian kurikulum merupakan langkah besar yang harus dikaji dengan matang. Ibarat membangun rumah, kurikulum merupakan fondasi yang jika diganti akan berdampak besar pada bentuk dan model rumah itu sendiri. Pergantian kurikulum bisa saja akan mengganti bentuk dan model pendidikan kita selama ini,” ujarnya.

Huda menilai pergantian kurikulum pendidikan saat ini relatif tidak mendesak untuk dilakukan. Pertama, karena saat ini masih situasi pandemi, saat seluruh sivitas pendidikan masih belum bisa melakukan pembelajaran secara optimal. Saat ini konsentrasi semua elemen bangsa masih tertuju pada upaya penanggulangan wabah korona sehingga upaya merumuskan kurikulum bisa jadi tidak akan maksimal. (Baca juga: Tangani Wabah Corona, RI Pinjam Lagi ke ADB)

Kedua, masih belum ada hasil evaluasi capaian dari penerapan kurikulum 2013 sehingga tidak diketahui kelebihan dan kekurangan kurikulum tersebut bagi peserta didik di Tanah Air. “Pemerintah harus memberikan argumen-argumen sebagai raison d’etre kenapa kurikulum harus diubah, termasuk capaian, kekurangan, dan kelebihan dari kurikulum 2013,” katanya.

Politikus PKB ini mengingatkan, jangan sampai kurikulum pendidikan terus berubah setiap terjadi pergantian menteri pendidikan dan kebudayaan. Kurikulum bukanlah penerjemahan dari visi-misi mendikbud. Kurikulum lebih merupakan rencana dasar tentang tujuan, materi pembelajaran, bahkan cara mengajar yang digunakan sebagai pedoman oleh para pengajar demi tercapainya tujuan akhir pembelajaran.

“Jadi, bayangkan saja kalau sedemikian strategisnya fungsi dari kurikulum, tapi kemudian harus berganti setiap lima tahun sekali. Pasti hal itu akan menyulitkan para sivitas pendidikan dari guru, siswa, maupun wali siswa,” katanya.

Rencana pergantian kurikulum, kata Huda, pasti akan banyak memicu kegaduhan. Apalagi jika rencana tersebut tidak melalui kajian matang. Buktinya rencana pergantian kurikulum di era Mendikbud Nadiem Makarim banyak dikritik penggiat pendidikan karena tidak melibatkan banyak pakar dan ahli pendidikan. Apalagi, muncul kabar jika Kemendikbud hanya melibatkan entitas tertentu dalam perubahan kurikulum 2021. (Baca: Penting Deteksi Dini dan Kenali Gejala Pikun)

“Saya lebih sepakat jika pergantian kurikulum ini menunggu hasil revisi Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional sehingga kurikulum yang ada benar-benar merupakan cerminan strategi besar pendidikan nasional kita di masa mendatang,” ucapnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih berpendapat, jika Kemendikbud ingin melakukan penyederhanaan kurikulum pendidikan untuk mengadaptasi situasi pandemi, maka dia menilai ini sangat perlu. Akan tetapi, untuk perubahan kurikulum pada jangka panjang Kemendikbud sebaiknya berkonsentrasi dalam menyusun rencana induk pendidikan atau cetak biru pendidikan.

"Kalau untuk perubahan kurikulum yang berlaku jangka panjang sebaiknya pemerintah menyusun rencana induk pendidikan atau national education grand design/blue print," katanya ketika dihubungi KORAN SINDO.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menuturkan, rencana induk pendidikan itu lebih baik bagi dunia pendidikan karena kurikulum itu bisa dilakukan perubahan sesuai kondisi. Sebaliknya, grand design atau rencana induk itu bisa bertahan untuk 20 hingga 25 tahun ke depan. (Baca juga: Pesawat Hidrogen Siap Terbang)

Hingga kini Komisi X tidak dilibatkan dalam penyusunan ataupun pembahasan kurikulum baru. Fikri menuturkan, hal ini bisa terjadi karena pembahasan ini merupakan urusan eksekutif atau pemerintah. "Hanya mestinya hasil pembahasan disampaikan lebih dulu ke Komisi X agar kita paham dan bisa ikut sosialisasikan," ucapnya.

Terkait urgensi penyederhanaan kurikulum, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan berpendapat, sebetulnya kajian perubahan kurikulum itu tidak urgen dilakukan saat ini. Hal yang lebih penting dilakukan saat ini adalah mengembangkan proses pembelajaran di masa pandemi. "Ini harus serius semua, tenaga, pikiran, serta dana untuk menyelamatkan pembelajaran peserta didik,” katanya.

Mengenai penyederhanaan kurikulum, Said memberi masukan bahwa perubahan kurikulum harus dilakukan secara sistematis. Hal pertama yang harus dilakukan adalah Kemendikbud mengkaji potensi atau kualitas yang perlu dimiliki manusia Indonesia dalam waktu 9 - 12 tahun mendatang.

Selanjutnya, Kemendikbud harus mengevaluasi apa kekurangan kurikulum yang berlaku saat ini untuk mengembangkan kualitas tersebut. "Apa masalah implementasi kurikulum sekarang, perbaikan apa yang diperlukan,” imbuhnya. (Lihat videonya: Gelar Habib, Asal Muasal dan Sejarahnya di Indonesia)

Said menuturkan, Kemendikbud harus mengembangkan desain kurikulum, struktur kurikulum, dan menentukan status dan beban belajar dalam struktur. Selain itu agar terstruktur secara sistematis, kompetensi dasar atau konten mata pelajaran juga harus dikembangkan.

Kemendikbud juga harus membuat pedoman implementasi, pedoman pelatihan, dan jadwal pelatihan untuk penerapan kurikulum baru tersebut. Selain itu, Said mendesak adanya pedoman dan jadwal evaluasi kurikulum, lalu menetapkan implementasi dan evaluasi. (Neneng Zubaidah)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.1451 seconds (0.1#10.140)