Mahasiswa ITS Kembangkan Drone untuk Solusi Keselamatan Kerja
loading...
A
A
A
SURABAYA - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan pesawat tanpa awak (drone) guna meningkatkan keselamatan kerja. Inovasi yang diberi nama Environment and Human Safety Surveillance (Erasty) tersebut bahkan berhasil mendapat Honorable Mention di ajang Expocytar Web 2020 di Argentina, Minggu (11/10).
Erasty dikembangkan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Tim Bramunastya ITS. Ketua Tim Bramunastya, Muhammad Adrian Fadhilah menjelaskan bahwa tindakan tidak aman kerap terjadi karena kelalaian pekerja, misalnya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, kondisi tidak aman yang muncul di lingkungan kerja adalah kebocoran gas dan percikan api yang menimbulkan kebakaran. (Baca juga: Siapkan Bekal dan Modal, Kemendikbud Dorong Mahasiswa Jadi Wirausahawan Muda )
Lebih lanjut, mahasiswa yang akrab disapa Adrian ini menerangkan, saat ini pengawasan yang dilakukan di lingkungan kerja hanya dilakukan secara manual oleh individu dengan menggunakan CCTV. Menurutnya, pengawasan manual memiliki banyak kekurangan karena pemantauan memiliki banyak titik buta, tidak dapat mendekati titik-titik yang tidak jelas. “Pengawasan juga terbatas pada lingkungan kerja yang berbahaya bagi manusia,” tutur mahasiswa Departemen Teknik Sistem dan Industri ini melalui siaran pers, Senin (12/10).
Maka dari itu, di bawah bimbingan dosen Adhitya Sudiarno. Adrian bersama kedua rekannya menciptakan Erasty sebagai inovasi teknologi drone yang terintegrasi dengan Artificial Intelligence (AI) untuk mencegah terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja. Sebab lewat inovasinya tersebut, mereka membekali drone dengan kecerdasan buatan (AI) dan sensor guna mendeteksi tindakan serta kondisi tidak aman di tempat kerja.
Adrian memaparkan, AI yang digunakan Erasty adalah sejenis algoritma pembelajaran mesin bernama You Only Look Once (YOLO) yang dibuat untuk keperluan deteksi objek. Tim yang juga beranggotakan Alif Aditya Wicaksono dari Departemen Teknik Komputer serta Hammam Dhiyaurrahman dari Teknik Sistem dan Industri ini kemudian melatih algoritmanya dengan memasukkan 2.323 label data yang terbagi menjadi lima parameter. (Baca juga: Salut, di Tengah Kesibukannya 19 PMI di Korsel Tuntaskan Studi di UT )
Sehingga, lanjut Adrian, setelah melakukan pelatihan pada algoritma selama satu bulan, Erasty mampu melakukan deteksi objek dengan parameter manusia, helm pengaman, rompi pengaman, jaket las, dan sarung tangan. “Algoritma YOLO dipakai karena memiliki penyimpanan yang kecil dan optimal dalam mendeteksi objek,” jelas mahasiswa angkatan 2018 ini.
Selain itu, Adrian beserta tim juga melengkapi Erasty dengan sensor gas intelijen dan detektor konsep api untuk menghindari kondisi yang tidak aman. Setelah melakukan pengujian di laboratorium, Adrian menjelaskan bahwa AI Erasty dapat mendeteksi dengan akurasi 90,87 persen selama sekitar 410 milidetik. Sedangkan sensor konsep intelligence gas dan flame sensor dapat mendeteksi pada jarak hingga 120 cm.
Hasil ini cukup membuat Adrian dan tim gembira. Pasalnya, menurut Adrian, penelitian yang dimulai sejak Desember 2019 lalu ini sempat tersendat karena ditutupnya kampus serta Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja akibat COVID-19 sejak Maret lalu. “Karenanya, Erasty dapat mencegah tindakan dan kondisi tidak aman dari pengambilan video drone dalam waktu kurang dari satu detik,” tuturnya.
Hasilnya tidak mengecewakan, inovasi yang pengembangannya sudah sampai versi betha ini berhasil mendapat Honorable Mention pada Expocytar Web 2020 yang diadakan di Argentina. Kompetisi yang diikuti oleh ratusan peserta dari sejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Asia ini sendiri diselenggarakan oleh Milset America Latin (Amlat), Sarla Rosa-la Parpa Argentina, and RED ARCITECO. Expocytar Web 2020 merupakan ajang exhibition untuk peserta yang mampu membuka peluang bisnis dan membagikan kreasi serta karya inovasi mereka di ajang internasional
Sebelumnya, dijelaskan oleh Adrian, inovasi ini juga berhasil menyabet dua penghargaan bergengsi pada ajang World Invention Competition and Exhibition (WICE), September lalu. Tim ini berhasil meraih medali emas pada kategori Applied Physics and Engineering serta meraih Special Award dari World Invention Intellectual Property Associations (WIIPA). “Special Award dari WIIPA ini termasuk jajaran penghargaan yang tinggi,” terang Adrian bangga.
Saat ditanya bagaimana awal mula ide ini tercetus, Adrian mengaku terinspirasi dari diskusi dengan dosen pembimbingnya, Adhitya Sudiarno. Menurut dosen yang akrab disapa Adith tersebut, ia tergerak tatkala mengikuti kerja sama profesional dalam pengembangan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia semenjak 2018 hingga sekarang. “Alhamdulillah banyak hal yang dapat kami pelajari dan ikuti sebagai karya inovasi tambahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Adith mengatakan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk menyempurnakan Erasty. “Agenda pengembangan Erasty untuk tahap berikutnya telah disusun sesuai dengan roadmap riset di lab kami,” ungkapnya.
Erasty dikembangkan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Tim Bramunastya ITS. Ketua Tim Bramunastya, Muhammad Adrian Fadhilah menjelaskan bahwa tindakan tidak aman kerap terjadi karena kelalaian pekerja, misalnya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, kondisi tidak aman yang muncul di lingkungan kerja adalah kebocoran gas dan percikan api yang menimbulkan kebakaran. (Baca juga: Siapkan Bekal dan Modal, Kemendikbud Dorong Mahasiswa Jadi Wirausahawan Muda )
Lebih lanjut, mahasiswa yang akrab disapa Adrian ini menerangkan, saat ini pengawasan yang dilakukan di lingkungan kerja hanya dilakukan secara manual oleh individu dengan menggunakan CCTV. Menurutnya, pengawasan manual memiliki banyak kekurangan karena pemantauan memiliki banyak titik buta, tidak dapat mendekati titik-titik yang tidak jelas. “Pengawasan juga terbatas pada lingkungan kerja yang berbahaya bagi manusia,” tutur mahasiswa Departemen Teknik Sistem dan Industri ini melalui siaran pers, Senin (12/10).
Maka dari itu, di bawah bimbingan dosen Adhitya Sudiarno. Adrian bersama kedua rekannya menciptakan Erasty sebagai inovasi teknologi drone yang terintegrasi dengan Artificial Intelligence (AI) untuk mencegah terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja. Sebab lewat inovasinya tersebut, mereka membekali drone dengan kecerdasan buatan (AI) dan sensor guna mendeteksi tindakan serta kondisi tidak aman di tempat kerja.
Adrian memaparkan, AI yang digunakan Erasty adalah sejenis algoritma pembelajaran mesin bernama You Only Look Once (YOLO) yang dibuat untuk keperluan deteksi objek. Tim yang juga beranggotakan Alif Aditya Wicaksono dari Departemen Teknik Komputer serta Hammam Dhiyaurrahman dari Teknik Sistem dan Industri ini kemudian melatih algoritmanya dengan memasukkan 2.323 label data yang terbagi menjadi lima parameter. (Baca juga: Salut, di Tengah Kesibukannya 19 PMI di Korsel Tuntaskan Studi di UT )
Sehingga, lanjut Adrian, setelah melakukan pelatihan pada algoritma selama satu bulan, Erasty mampu melakukan deteksi objek dengan parameter manusia, helm pengaman, rompi pengaman, jaket las, dan sarung tangan. “Algoritma YOLO dipakai karena memiliki penyimpanan yang kecil dan optimal dalam mendeteksi objek,” jelas mahasiswa angkatan 2018 ini.
Selain itu, Adrian beserta tim juga melengkapi Erasty dengan sensor gas intelijen dan detektor konsep api untuk menghindari kondisi yang tidak aman. Setelah melakukan pengujian di laboratorium, Adrian menjelaskan bahwa AI Erasty dapat mendeteksi dengan akurasi 90,87 persen selama sekitar 410 milidetik. Sedangkan sensor konsep intelligence gas dan flame sensor dapat mendeteksi pada jarak hingga 120 cm.
Hasil ini cukup membuat Adrian dan tim gembira. Pasalnya, menurut Adrian, penelitian yang dimulai sejak Desember 2019 lalu ini sempat tersendat karena ditutupnya kampus serta Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja akibat COVID-19 sejak Maret lalu. “Karenanya, Erasty dapat mencegah tindakan dan kondisi tidak aman dari pengambilan video drone dalam waktu kurang dari satu detik,” tuturnya.
Hasilnya tidak mengecewakan, inovasi yang pengembangannya sudah sampai versi betha ini berhasil mendapat Honorable Mention pada Expocytar Web 2020 yang diadakan di Argentina. Kompetisi yang diikuti oleh ratusan peserta dari sejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Asia ini sendiri diselenggarakan oleh Milset America Latin (Amlat), Sarla Rosa-la Parpa Argentina, and RED ARCITECO. Expocytar Web 2020 merupakan ajang exhibition untuk peserta yang mampu membuka peluang bisnis dan membagikan kreasi serta karya inovasi mereka di ajang internasional
Sebelumnya, dijelaskan oleh Adrian, inovasi ini juga berhasil menyabet dua penghargaan bergengsi pada ajang World Invention Competition and Exhibition (WICE), September lalu. Tim ini berhasil meraih medali emas pada kategori Applied Physics and Engineering serta meraih Special Award dari World Invention Intellectual Property Associations (WIIPA). “Special Award dari WIIPA ini termasuk jajaran penghargaan yang tinggi,” terang Adrian bangga.
Saat ditanya bagaimana awal mula ide ini tercetus, Adrian mengaku terinspirasi dari diskusi dengan dosen pembimbingnya, Adhitya Sudiarno. Menurut dosen yang akrab disapa Adith tersebut, ia tergerak tatkala mengikuti kerja sama profesional dalam pengembangan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia semenjak 2018 hingga sekarang. “Alhamdulillah banyak hal yang dapat kami pelajari dan ikuti sebagai karya inovasi tambahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Adith mengatakan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk menyempurnakan Erasty. “Agenda pengembangan Erasty untuk tahap berikutnya telah disusun sesuai dengan roadmap riset di lab kami,” ungkapnya.
(mpw)