Berbasis IoT, Mahasiswa ITS Gagas Inovasi Pengolahan Sampah Organik

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 10:37 WIB
loading...
Berbasis IoT, Mahasiswa ITS Gagas Inovasi Pengolahan Sampah Organik
Anggota Tim Sansboss ITS Gita Marcella Khoirun Nisa menunjukan rancangan Kombo, inovasi untuk mengolah sampah organik rumah tangga. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Ide cemerlang tak henti-hentinya muncul dari mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Seperti tiga mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi yang tergabung dalam tim SansBoss yang mengusulkan inovasi teknologi untuk mengolah sampah organik rumah tangga.

Yakni dengan mengembangkan teknologi kontrol suhu dan kelembaban berbasis Internet of Things (IoT) guna mengembangbiakkan larva lalat Black Soldier Fly (BSF). Larva lalat itulah yang kemudian digunakan mengolah sampah organik skala rumah tangga. (Baca juga: Kampus Merdeka Bekali Mahasiswa untuk Hadapi Tantangan Masa Depan )

Dijelaskan oleh Ketua Tim SansBoss, Achmad Maulana Ali Ulumuddin, kegiatan rumah tangga selalu menyisakan sampah-sampah organik seperti sisa bahan makanan. Sampah sejenis itu bahkan tak jarang menimbulkan bau tak sedap dan mencemari lingkungan. “Bahkan, timbunan sampah organik juga menjadi tempat hidup para serangga berbahaya,” katanya melalui siaran pers, Kamis (15/10).

Alan, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa sebelumnya budidaya lalat BSF telah dimanfaatkan untuk pengolahan sampah organik di Indonesia. Larva BSF dapat mendegradasi sampah organik dengan mengekstrak energi dan nutrien dari sampah sayuran, sisa makanan, bangkai hewan, dan kotoran sebagai bahan makanannya.

Hal ini menggerakkan Alan bersama dua rekannya, yakni Evan Yudha Pratama dan Gita Marcella Khoirun Nissa, untuk mempelajari berbagai artikel ilmiah mengenai metode pengolahan sampah tersebut. Meski mudah dikembangbiakkan, mereka menemukan fakta bahwa larva BSF jauh lebih aktif pada kondisi yang hangat. “Saat kondisi lingkungan tepat, maka larva BSF mampu mendegradasi sampai dengan 80 persen jumlah sampah organik yang diberikan,” paparnya. (Baca juga: 4 Mahasiswa UNS Raih Pendanaan KIBM Nasional 2020 )

Dikatakan Alan, larva BSF akan bertumbuh dengan optimal pada temperatur sekitar 29-33° C dan tingkat kelembapan sekitar 29 -33 persen. Mengingat kondisi cuaca di Indonesia yang tidak menentu, ketiganya merancang inovasi teknologi yang mampu mengatur tempat budidaya larva lalat BSF agar selalu dalam kondisi optimal. “Sehingga larva mampu berkembang dengan aktif dan memakan sampah organik dalam jumlah besar dengan cepat,” jelas mahasiswa angkatan 2017 ini.

Berbekal ilmu otomasi dan sistem kontrol yang didapat di bangku perkuliahan, mereka melengkapi inovasi yang dinamai KOMBO ini dengan sensor suhu, sensor kelembapan udara, dan exhaust fan. Sehingga, dapat dilakukan mekanisme kontrol otomatis terhadap suhu dan kelembapan tempat budidaya. “Alat ini juga dilengkapi dengan sistem IoT, sehingga pemantauan kondisi tempat budidaya dapat dilakukan dari jarak jauh melalui aplikasi gawai,” tambahnya.

Selain dapat mendegradasi sampah organik, Alan juga menerangkan bahwa larva BSF memiliki nilai ekonomis lain. Inilah yang membuat metode pengolahan sampah organik ini lebih dipilih Alan dan timnya. “Larva BSF yang sudah dikembangbiakkan bisa digunakan juga sebagai bahan pakan ternak serta obat diabetes,” tuturnya.

Tidak sia-sia, inovasi yang dituangkan dalam judul KOMBO: Sistem Kontrol Otomatis Berbasis IoT untuk Budidaya Maggot Black Soldier Fly sebagai Upaya Pemanfaatan Sampah Organik dan Pengganti Bahan Pakan Ternak ini berhasil mendapatkan pengakuan tingkat nasional. Di bawah bimbingan dosen, Herry Sufyan Hadi , inovasi ini menyabet juara kedua dalam ajang Research and Development Competition (RnDC) 2020 yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), beberapa hari lalu.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1523 seconds (0.1#10.140)