Inovasi, 4 Mahasiswa UNS Ciptakan Pendeteksi Dini Diabetes Melitus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Empat mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta berhasil menemukan inovasi berupa pendeteksi glukosa berbasis nanokristal selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan kombinasi graphene-carbon nanotube sebagai biosensor bernama Elaeis Glucotest.
4 mahasiswa prodi teknik kimia ini adalah Royhan Ikbar, Ramanda Ayu Damayanthy, Septy Lestari, dan Muhammad Luqman Qadarrusman. Dengan dosen pembimbing Dr. Sunu Herwi Pranolo, mereka mengombinasikan Graphene-Carbon nanotube (NKS TKKS/ G-CNT) sebagai pengikat glukosa oksidase (GOx) pada biosensor glukosa.
“Biosensor didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi dengan suatu tranduser. Keunggulan dari teknologi yang kami gunakan yaitu secara umum biosensor komersial menggunakan logam yang tak terurai secara alami,” terang Ramanda Ayu Damayanthy seperti dikutip dari laman UNS di uns.ac.id, Senin (1/2/2021).
Ramanda menjelaskan, Elaeis Glucotest ditujukan untuk menciptakan biosensor yang biodegradable sehingga bisa mengatasi masalah pengelolaan limbah alat cek gula darah. Selain itu, inovasi mereka juga dapat mengurangi limbah TKKS yang menjadi permasalahan di Indonesia sebagai negara pemasok kelapa sawit.
Ramanda mengatakan, saat ini nanokristal selulosa belum banyak dikembangkan, khususnya untuk biosensor. Padahal, nanokristal selulosa memiliki potensi untuk menjadi biosensor. Oleh karena itu, keempatnya ingin memanfaatkan nanokristal selulosa sebagai biosensor.
“Kami juga melihat posisi Indonesia yang tercatat sebagai negara peringkat ke-6 dengan penderita diabetes melitus terbanyak di dunia pada tahun 2017 berdasar data Kementerian Kesehatan (Kemenkes)” ujarnya.
Selama mengembangkan inovasi Elaeis Glucotest ini, Ramanda dan rekan-rekannya memberikan sedikit sentuhan modifikasi dengan bahan pendukung graphene dan Carbon nanotube yang memiliki sifat konduktivitas dan biodegradasi yang tinggi.
Dalam hal ini, bahan pendukung nanokristal selulosa TKKS harus memiliki sifat konduktivitas yang tidak mudah terbiodegradasi. Oleh karena itu, Graphene-Carbon nanotube (G-CNT) digunakan karena mempunyai sifat konduktivitas listrik yang sangat baik, biodegradasi yang tinggi, dan G-CNT belum pernah dikombinasikan pada nanokristal selulosa (NKS) sebagai biosensor.
“Diharapkan dengan kombinasi nanokristal selulosa sebagai biosensor glukosa, komposit NKS/ G-CNT dapat memiliki kemampuan konduktivitas listrik yang baik serta sebagai tempat imobilisasi enzim glukosa oksidase yang baik sehingga dapat menjadi biosensor glukosa yang baik pula,” imbuhnya.
Ia menambahkan jika inovasi Elaeis Glucotest telah ditahap karakterisasi nanokristal selulosa yang dihasilkan. Melalui uji FTIR (Fourier-transform Infrared Spectroscopy), dapat diketahui penurunan lignin dan hemiselulosa yang semakin besarnya daerah kristal dan semakin berkurangnya daerah amorf akibat proses hidrolisis.
“Selain itu, melalui uji XRD (X-Ray Diffraction) peneliti melihat pola difraksi dari selulosa murni yang terlihat daerah kristal dan daerah amorf. Peneliti juga dapat mengukur indeks kristalinitas dari nanokristal selulosa yg dihasilkan yaitu sebesar 87,1%,” tambah Ramanda.
Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh Ramanda dan rekan-rekannya adalah untuk mengetahui kemampuan nanokristal selulosa dari TKKS/ Graphene-Carbon nanotube (NKS TKKS/G-CNT) sebagai komponen biosensor glukosa shingga dapat diketahui keefektifan mengukur kadar glukosa dalam urine.
Saat ditanya mengenai harapannya melalui Elaeis Glucotest, Ramanda ingin penelitian tersebut dapat mendorong terciptanya produk pendeteksi glukosa dengan komponen nanokristal selulosa dari TKKS/ Graphene-Carbon nanotube yang bermanfaat sebagai pendeteksi dini diabetes melitus.
“Kami juga ingin mengurangi ketersediaan dan menambah nilai guna TKKS dengan memanfaatkannya sebagai komponen biosensor glukosa serta hasil penelitian ini akan diseminarkan pada satu seminar nasional atau satu seminar internasional,” pungkasnya.
4 mahasiswa prodi teknik kimia ini adalah Royhan Ikbar, Ramanda Ayu Damayanthy, Septy Lestari, dan Muhammad Luqman Qadarrusman. Dengan dosen pembimbing Dr. Sunu Herwi Pranolo, mereka mengombinasikan Graphene-Carbon nanotube (NKS TKKS/ G-CNT) sebagai pengikat glukosa oksidase (GOx) pada biosensor glukosa.
“Biosensor didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi dengan suatu tranduser. Keunggulan dari teknologi yang kami gunakan yaitu secara umum biosensor komersial menggunakan logam yang tak terurai secara alami,” terang Ramanda Ayu Damayanthy seperti dikutip dari laman UNS di uns.ac.id, Senin (1/2/2021).
Ramanda menjelaskan, Elaeis Glucotest ditujukan untuk menciptakan biosensor yang biodegradable sehingga bisa mengatasi masalah pengelolaan limbah alat cek gula darah. Selain itu, inovasi mereka juga dapat mengurangi limbah TKKS yang menjadi permasalahan di Indonesia sebagai negara pemasok kelapa sawit.
Ramanda mengatakan, saat ini nanokristal selulosa belum banyak dikembangkan, khususnya untuk biosensor. Padahal, nanokristal selulosa memiliki potensi untuk menjadi biosensor. Oleh karena itu, keempatnya ingin memanfaatkan nanokristal selulosa sebagai biosensor.
“Kami juga melihat posisi Indonesia yang tercatat sebagai negara peringkat ke-6 dengan penderita diabetes melitus terbanyak di dunia pada tahun 2017 berdasar data Kementerian Kesehatan (Kemenkes)” ujarnya.
Selama mengembangkan inovasi Elaeis Glucotest ini, Ramanda dan rekan-rekannya memberikan sedikit sentuhan modifikasi dengan bahan pendukung graphene dan Carbon nanotube yang memiliki sifat konduktivitas dan biodegradasi yang tinggi.
Dalam hal ini, bahan pendukung nanokristal selulosa TKKS harus memiliki sifat konduktivitas yang tidak mudah terbiodegradasi. Oleh karena itu, Graphene-Carbon nanotube (G-CNT) digunakan karena mempunyai sifat konduktivitas listrik yang sangat baik, biodegradasi yang tinggi, dan G-CNT belum pernah dikombinasikan pada nanokristal selulosa (NKS) sebagai biosensor.
“Diharapkan dengan kombinasi nanokristal selulosa sebagai biosensor glukosa, komposit NKS/ G-CNT dapat memiliki kemampuan konduktivitas listrik yang baik serta sebagai tempat imobilisasi enzim glukosa oksidase yang baik sehingga dapat menjadi biosensor glukosa yang baik pula,” imbuhnya.
Ia menambahkan jika inovasi Elaeis Glucotest telah ditahap karakterisasi nanokristal selulosa yang dihasilkan. Melalui uji FTIR (Fourier-transform Infrared Spectroscopy), dapat diketahui penurunan lignin dan hemiselulosa yang semakin besarnya daerah kristal dan semakin berkurangnya daerah amorf akibat proses hidrolisis.
“Selain itu, melalui uji XRD (X-Ray Diffraction) peneliti melihat pola difraksi dari selulosa murni yang terlihat daerah kristal dan daerah amorf. Peneliti juga dapat mengukur indeks kristalinitas dari nanokristal selulosa yg dihasilkan yaitu sebesar 87,1%,” tambah Ramanda.
Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh Ramanda dan rekan-rekannya adalah untuk mengetahui kemampuan nanokristal selulosa dari TKKS/ Graphene-Carbon nanotube (NKS TKKS/G-CNT) sebagai komponen biosensor glukosa shingga dapat diketahui keefektifan mengukur kadar glukosa dalam urine.
Saat ditanya mengenai harapannya melalui Elaeis Glucotest, Ramanda ingin penelitian tersebut dapat mendorong terciptanya produk pendeteksi glukosa dengan komponen nanokristal selulosa dari TKKS/ Graphene-Carbon nanotube yang bermanfaat sebagai pendeteksi dini diabetes melitus.
“Kami juga ingin mengurangi ketersediaan dan menambah nilai guna TKKS dengan memanfaatkannya sebagai komponen biosensor glukosa serta hasil penelitian ini akan diseminarkan pada satu seminar nasional atau satu seminar internasional,” pungkasnya.
(mpw)