Sejumlah Alumni ITB Ragukan Sistem I-voting Pemilu IA ITB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Alumni ITB yang tergabung ke dalam forum Spirit Indonesia meragukan sistem i-voting yang akan digunakan untuk memilih ketua umum Ikatan Alumni ITB pada kongres IA ITB, 26-27 Maret mendatang.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi online “I-vote Pemilu IA ITB: Pertaruhan Nama Besar ITB” yang diselenggarakan Spirit Indonesia, Senin, (8/3). Diskusi menghadirkan sejumlah pakar IT alumni ITB.
Salah satu yang disinggung Spirit Indonesia adalah pemilihan sistem i-voting yang dikembangkan sendiri, bukan dengan sistem terbuka (open source).
“Masih sangat belum jelas, bagaimana i-voting versi self develop ini dikembangkan. Terkesan masih coba-coba. Tentu saja ini berbahaya. Kalau terjadi hal buruk dalam pemilu IA ITB, yang malu kan ITB juga,” kata Sutan Lubis, salah seorang anggota Spirit Indonesia.
Anggota Spirit Indonesia lain, Noor Cholis, juga menyoroti sistem i-voting sebagai satu-satunya kanal yang diberikan kepada alumni ITB untuk memilih ketua umum. “Ini sangat berisiko dan tidak lazim. Padahal, seharusnya diberikan juga opsi memilih langsung di TPS, pemilihan melalui surat fisik, dan surat elektronik alias email,” tutur Noor.
Selain terkesan belum siap, ternyata pengembang sistem i-voting pemilu IA ITB juga belum diketahui rekam jejaknya dalam penyelanggaraan i-voting.
Budi Raharjo, auditor IT yang bertugas mengawal sistem keamanan i-voting pemilu IA ITB mengatakan, sistem i-voting pemilu IA ITB memang belum sepenuhnya aman. “Kalau diminta menilai skor dari 1 sampai 10, saya kasih skor 7. Ini setara dengan nilai C,” ujar Budi.
Meski auditor memberikan skor 7, sampai Senin malam, status sistem i-voting masih belum selesai. Sistem tersebut juga belum mendapatkan uji sahih dari para pihak berkepentingan, terutama dari timses kedelapan kandidat ketua umum IA ITB.
Diskusi juga membahas proses pendaftaran alumni ITB untuk menjadi daftar pemilih tetap (DPT). Proses ini mendapatkan banyak komplain karena ada sejumlah langkah tidak wajar yang harus dilalui calon pemilih, antara lain kewajiban memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan swafoto calon pemilih.
Sampai tadi malam, alumni ITB yang sudah berhasil mendaftarkan diri sebagai pemilih baru mencapai 4.600 orang. Padahal, jumlah alumni ITB lebih dari 120 ribu orang.
Hal inilah yang mendorong tim sukses kedelapan kandidat ketua umum IA ITB meminta panitia kongres melaksanakan rentang waktu pendaftaran yang cukup, yakni selama 30 hari.
Panitia kongres secara resmi membuka pendaftaran pemilih pada Kamis, (4/3). “Kami meminta memundurkan penutupan pendaftaran DPT dan voting pemilu IA ITB,” demikian bunyi surat pernyataan bersama kedelapan timses, tertanggal 5 Maret 2021.
Menanggapi hal ini, Ketua Panitia Kongres IA ITB Agustin Perangin-angin, mengatakan akan memperhatikan permintaan tersebut. “Kami tentu akan mendengarkan aspirasi dari alumni ITB, termasuk dari kedelapan timses. Dalam waktu dekat, akan ada keputusan mengenai hal ini,” kata Agustin.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi online “I-vote Pemilu IA ITB: Pertaruhan Nama Besar ITB” yang diselenggarakan Spirit Indonesia, Senin, (8/3). Diskusi menghadirkan sejumlah pakar IT alumni ITB.
Salah satu yang disinggung Spirit Indonesia adalah pemilihan sistem i-voting yang dikembangkan sendiri, bukan dengan sistem terbuka (open source).
“Masih sangat belum jelas, bagaimana i-voting versi self develop ini dikembangkan. Terkesan masih coba-coba. Tentu saja ini berbahaya. Kalau terjadi hal buruk dalam pemilu IA ITB, yang malu kan ITB juga,” kata Sutan Lubis, salah seorang anggota Spirit Indonesia.
Anggota Spirit Indonesia lain, Noor Cholis, juga menyoroti sistem i-voting sebagai satu-satunya kanal yang diberikan kepada alumni ITB untuk memilih ketua umum. “Ini sangat berisiko dan tidak lazim. Padahal, seharusnya diberikan juga opsi memilih langsung di TPS, pemilihan melalui surat fisik, dan surat elektronik alias email,” tutur Noor.
Selain terkesan belum siap, ternyata pengembang sistem i-voting pemilu IA ITB juga belum diketahui rekam jejaknya dalam penyelanggaraan i-voting.
Budi Raharjo, auditor IT yang bertugas mengawal sistem keamanan i-voting pemilu IA ITB mengatakan, sistem i-voting pemilu IA ITB memang belum sepenuhnya aman. “Kalau diminta menilai skor dari 1 sampai 10, saya kasih skor 7. Ini setara dengan nilai C,” ujar Budi.
Meski auditor memberikan skor 7, sampai Senin malam, status sistem i-voting masih belum selesai. Sistem tersebut juga belum mendapatkan uji sahih dari para pihak berkepentingan, terutama dari timses kedelapan kandidat ketua umum IA ITB.
Diskusi juga membahas proses pendaftaran alumni ITB untuk menjadi daftar pemilih tetap (DPT). Proses ini mendapatkan banyak komplain karena ada sejumlah langkah tidak wajar yang harus dilalui calon pemilih, antara lain kewajiban memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan swafoto calon pemilih.
Sampai tadi malam, alumni ITB yang sudah berhasil mendaftarkan diri sebagai pemilih baru mencapai 4.600 orang. Padahal, jumlah alumni ITB lebih dari 120 ribu orang.
Hal inilah yang mendorong tim sukses kedelapan kandidat ketua umum IA ITB meminta panitia kongres melaksanakan rentang waktu pendaftaran yang cukup, yakni selama 30 hari.
Panitia kongres secara resmi membuka pendaftaran pemilih pada Kamis, (4/3). “Kami meminta memundurkan penutupan pendaftaran DPT dan voting pemilu IA ITB,” demikian bunyi surat pernyataan bersama kedelapan timses, tertanggal 5 Maret 2021.
Menanggapi hal ini, Ketua Panitia Kongres IA ITB Agustin Perangin-angin, mengatakan akan memperhatikan permintaan tersebut. “Kami tentu akan mendengarkan aspirasi dari alumni ITB, termasuk dari kedelapan timses. Dalam waktu dekat, akan ada keputusan mengenai hal ini,” kata Agustin.
(mpw)