Mau Kuliah di Rusia? Simak Dulu Pengalaman Kuliah Alumni Unair Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rizal Agung Kurnia, alumni Universitas Airlangga (Unair) membagikan pengalamannya kuliah studi magister di Rusia . Situasi politik internasional Rusia dan citra negatifnya telah banyak memantik banyak ketertarikan publik. Tidak terkecuali bagi Rizal.
Ia dibuat penasaran dengan negara berjuluk “Negeri Beruang Putih” itu, dan mulai menjadikan Rusia sebagai bahan skripsinya dan selanjutnya melanjutkan studi magister di sana. Rizal, sapaan akrabnya, tertarik pada bidang linguistik (ilmu tentang bahasa, Red).
Lulusan 2014 program studi Sastra Indonesia FIB Unair ini mempelajari linguistik melalui Studi Magister Filologi (ilmu tentang bahasa, kebudayaan, dan sejarah suatu bangsa, Red) di Kazan (Volga Region) Federal University atau KFU. Menurutnya, Rusia memiliki tradisi linguistik yang sangat kuat dan mendalam.
Sehingga kamus menjadi barang wajib agar makna suatu kata dapat dipelajari secara menyeluruh. “Bahkan, teman satu kelas yang berbangsa Rusia, juga dituntut untuk menggunakan kamus,” katanya dilansir dari laman resmi Unair di unair.ac.id, Sabtu (26/6).
“Kamus di sini juga untuk mencari arti kata dan bagaimana ia digunakan. Terkadang, suatu kata memiliki beragam arti dan cara penggunaan. Saya bukan seorang filolog tanpa adanya kamus,” lanjutnya.
Rusia memiliki tradisi ilmu pengetahuan yang serius, kuat, dan mendalam, sehingga memiliki banyak sudut pandang. “Ini yang membuat Indonesia perlu belajar dari Rusia, sehingga dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan,” ujar Rizal.
Belajar di Rusia memang tidak mudah dan perlu keseriusan. Kendati demikian, Rizal menuturkan bahwa ia mulai terbiasa dengan hal itu. Kesulitan lain yang ia hadapi, adalah rumpun Bahasa Rusia yang berbeda dengan Indonesia.
Bahasa Rusia yang tergolong rumpun Indo-Eropa, menjadikannya memiliki banyak kategori yang rumit. “Namun, bagi saya itu adalah tantangan,” ucap Rizal.
Rizal memang baru menempuh pendidikan magister di Rusia sejak tahun 2020. Namun, setahun sebelumnya ia telah berada di sana untuk mengikuti kelas persiapan. Selama 2 tahun berada di Rusia, Rizal menghadapi tantangan sisi bahasa dan kultur masyarakat. Dimana, masyarakat Rusia yang cukup dingin namun bukan berarti cuek.
Dinginnya masyarakat Rusia yakni tidak mau mencampuri urusan orang lain selama tidak dilibatkan guna menghormati batas privasi. Itulah yang dipelajari Rizal dari Rusia, di samping ia jatuh cinta pada masyarakatnya yang sangat memperhatikan bahasa mereka. Tantangan lain, yakni musim dingin yang puncaknya di Bulan Desember hingga Februari. Suhu minus 35 derajat celcius.
Diungkap oleh Rizal, bahwa ia pernah ditatap dengan mata melotot oleh sekuriti saat mengembalikan kunci kepadanya (sekuriti, Red) dengan tersenyum. “Tersenyum pada orang yang tidak dikenal itu hal yang aneh di Rusia,” paparnya.
Selain berkuliah, ia juga tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Rusia (Permira), sebagai staf Kajian Strategis. Selain itu, ia sebagai penyiar di program Sehari Bersama Rusia (Siberia) dan Asisten Manager di Radio Perhimpunan Pelajar Indonesia di Dunia (Radio PPI Dunia).
Kesibukannya itu, tidak menjadi halangan bagi Rizal. Keduanya membuatnya semakin mengenal Rusia. “Sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma,”ungkapnya.
Terakhir, ia juga menuturkan bahwa beberapa alumni Unair juga pernah studi di Rusia. Banyak beasiswa yang bisa digunakan. Informasi dapat ditemukan pada facebook Pusat Kebudayaan Rusia, atau instagram @permiraofficial, serta laman education-in-russia.com.
Pelamar beasiswa, harus memperhatikan informasi jurusan dan kampus secara terperinci. Hal itu karena program studi di Rusia sangat spesifik.
“Saran saya, jangan hanya baca informasi laman kampus yang berbahasa Inggris, karena informasinya tidak cukup lengkap. Kita perlu baca yang berbahasa Rusia, tapi terjemahkan di aplikasi penerjemahan yang kita punya, itu lebih baik,” pungkasnya.
Ia dibuat penasaran dengan negara berjuluk “Negeri Beruang Putih” itu, dan mulai menjadikan Rusia sebagai bahan skripsinya dan selanjutnya melanjutkan studi magister di sana. Rizal, sapaan akrabnya, tertarik pada bidang linguistik (ilmu tentang bahasa, Red).
Lulusan 2014 program studi Sastra Indonesia FIB Unair ini mempelajari linguistik melalui Studi Magister Filologi (ilmu tentang bahasa, kebudayaan, dan sejarah suatu bangsa, Red) di Kazan (Volga Region) Federal University atau KFU. Menurutnya, Rusia memiliki tradisi linguistik yang sangat kuat dan mendalam.
Sehingga kamus menjadi barang wajib agar makna suatu kata dapat dipelajari secara menyeluruh. “Bahkan, teman satu kelas yang berbangsa Rusia, juga dituntut untuk menggunakan kamus,” katanya dilansir dari laman resmi Unair di unair.ac.id, Sabtu (26/6).
“Kamus di sini juga untuk mencari arti kata dan bagaimana ia digunakan. Terkadang, suatu kata memiliki beragam arti dan cara penggunaan. Saya bukan seorang filolog tanpa adanya kamus,” lanjutnya.
Rusia memiliki tradisi ilmu pengetahuan yang serius, kuat, dan mendalam, sehingga memiliki banyak sudut pandang. “Ini yang membuat Indonesia perlu belajar dari Rusia, sehingga dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan,” ujar Rizal.
Belajar di Rusia memang tidak mudah dan perlu keseriusan. Kendati demikian, Rizal menuturkan bahwa ia mulai terbiasa dengan hal itu. Kesulitan lain yang ia hadapi, adalah rumpun Bahasa Rusia yang berbeda dengan Indonesia.
Bahasa Rusia yang tergolong rumpun Indo-Eropa, menjadikannya memiliki banyak kategori yang rumit. “Namun, bagi saya itu adalah tantangan,” ucap Rizal.
Rizal memang baru menempuh pendidikan magister di Rusia sejak tahun 2020. Namun, setahun sebelumnya ia telah berada di sana untuk mengikuti kelas persiapan. Selama 2 tahun berada di Rusia, Rizal menghadapi tantangan sisi bahasa dan kultur masyarakat. Dimana, masyarakat Rusia yang cukup dingin namun bukan berarti cuek.
Dinginnya masyarakat Rusia yakni tidak mau mencampuri urusan orang lain selama tidak dilibatkan guna menghormati batas privasi. Itulah yang dipelajari Rizal dari Rusia, di samping ia jatuh cinta pada masyarakatnya yang sangat memperhatikan bahasa mereka. Tantangan lain, yakni musim dingin yang puncaknya di Bulan Desember hingga Februari. Suhu minus 35 derajat celcius.
Diungkap oleh Rizal, bahwa ia pernah ditatap dengan mata melotot oleh sekuriti saat mengembalikan kunci kepadanya (sekuriti, Red) dengan tersenyum. “Tersenyum pada orang yang tidak dikenal itu hal yang aneh di Rusia,” paparnya.
Selain berkuliah, ia juga tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Rusia (Permira), sebagai staf Kajian Strategis. Selain itu, ia sebagai penyiar di program Sehari Bersama Rusia (Siberia) dan Asisten Manager di Radio Perhimpunan Pelajar Indonesia di Dunia (Radio PPI Dunia).
Kesibukannya itu, tidak menjadi halangan bagi Rizal. Keduanya membuatnya semakin mengenal Rusia. “Sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma,”ungkapnya.
Terakhir, ia juga menuturkan bahwa beberapa alumni Unair juga pernah studi di Rusia. Banyak beasiswa yang bisa digunakan. Informasi dapat ditemukan pada facebook Pusat Kebudayaan Rusia, atau instagram @permiraofficial, serta laman education-in-russia.com.
Pelamar beasiswa, harus memperhatikan informasi jurusan dan kampus secara terperinci. Hal itu karena program studi di Rusia sangat spesifik.
“Saran saya, jangan hanya baca informasi laman kampus yang berbahasa Inggris, karena informasinya tidak cukup lengkap. Kita perlu baca yang berbahasa Rusia, tapi terjemahkan di aplikasi penerjemahan yang kita punya, itu lebih baik,” pungkasnya.
(mpw)