Juarai Kompetisi, Inilah Rancang Bangunan Minimalis Ramah Lingkungan Mahasiswa UI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tiga mahasiswa Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) yang tergabung dalam Tim Sumber Rezeki berhasil meraih juara ke-tiga pada Lomba Rancang Bangun yang diselenggarakan oleh Sekolah Vokasi Teknik Sipil dan Arsitektur, Universitas Diponegoro.
Tim yang dibimbing oleh dosen Departemen Teknik Sipil FTUI, Dr. Jessica Sjah, M.T., tersebut terdiri dari Bisma Prasetyo (2017), Kevin Yoseph (2018), dan Stevany Lydia (2018).
Kompetisi mengusung tema desain “A Minimalist and Multifunction House with Cultural Aesthetic on Basic of Green Building”, yang diikuti 20 tim dari berbagai universitas di seluruh Indonesia pada 22 Desember-23 Mei 2021 secara daring. Penilaian juri berdasarkan parameter Green Building Council Indonesia yang tertera pada Greenship Rating Tools.
Rancangan tim yakni Rumah Brayat Kretya memiliki nilai sebesar 71,43%, yang terdiri dari aspek kesesuaian pengembangan lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber daya, dan siklus material, kesehatan dan kenyamanan, dan pengelolaan bangunan.
Dr. Jessica Sjah menjelaskan, setiap tim diminta untuk merancang desain rumah dengan memperhatikan 4 poin penting. Yakni, minimalis, multifungsi, memiliki estetika lokal, dan berbasis rumah hijau. Peserta tidak hanya mendesain bangunan, tetapi juga merancang anggaran, perhitungan dimensi, jenis struktur, desain eksterior, dan denah ruangan.
“Tim Sumber Rezeki merancang sebuah rumah yang dinamai “Brayat Kretya”. Dua kata tersebut diambil dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti Brayat adalah ‘keluarga’ dan Kretya berarti ‘Sejahtera’. Nama ini diberikan sebagai doa bagi penghuni rumah agar menjadi keluarga yang sejahtera, makmur, dan damai,” ujarnya melalui siaran pers, Sabtu (26/6).
Konsep rumah Brayat Kretya dibuat sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi di wilayah Semarang, mulai dari minimnya ketersedian lahan, meningkatnya kebutuhan rumah layak huni, peningkatan populasi penduduk, dan cara mengatasi permukiman kumuh.
Konsep arsitektur rumah ini merupakan gabungan dari beberapa budaya Nusantara dan rencananya dibangun di atas lahan seluas 150 m2.
Bisma Prasetyo menjelaskan, struktur rangka atap rumah terinspirasi dari rumah adat Selaso Jatuh Kembar dari Provinsi Riau. Konsep desain tata letak ruang tamu dan garasi terinspirasi dari rumah adat Bolon, Sumatera Utara, dengan bagian bawah rumah dipergunakan untuk menaruh hewan ternak mereka.
Namun, pada rancangan rumah ini, bagian bawah rumah dipergunakan untuk ruang tamu dan area parkir kendaraan. Railing yang terletak di depan rumah menggunakan ukiran Batik Parang, asal Solo, Jawa Tengah. Sementara teralis di pintu utama menggunakan besi holo dengan corak menyerupai Batik Megamendung, khas Cirebon, Jawa Barat.
Sementara Kevin Yoseph menjelaskan, Rumah Brayat Kretya dirancang memiliki satu ruang tamu, satu ruang keluarga, satu ruang makan, satu dapur, satu kamar utama, dua kamar tidur anak, dua ruang kamar mandi, satu ruang cuci dan menjemur, dan satu ruang bersantai di lantai kedua.
Rumah ini didesain tidak banyak menggunakan sekat antar ruang, seperti dinding pemisah antara ruang makan, ruang keluarga, dan ruang dapur. Hal tersebut menjadikan rumah ini memiliki kesan yang luas dan tidak menghalangi aktivitas antar ruang yang ada.
“Selain itu, ruang yang terdapat di bawah tangga dimanfaatkan untuk kamar mandi lantai satu. Hal itu menjadi pilihan dalam desain bangunan yang multifungsi di lahan terbatas,” katanya tentang penggunaan ruang bangunan.
Sedangkan Stevany Lydia menuturkan, konsep struktural desain rumah ini memiliki struktur utama beton bertulang dengan konfigurasi struktur terdiri dari pondasi tapak, sloof, kolom, dan pondasi batu kali. Struktur rangka atap terdiri atas kuda-kuda, ringbalk, dan pelat lantai.
“Konsep ramah lingkungan rumah ini ditunjukkan dengan inovasi berupa adanya Rain Garden di bagian taman. Konsep ini digunakan sebagai sistem pengelolaan air hujan yang berasal dari atap bangunan. Rain garden menjadikan air hujan langsung menyerap ke tanah dan mampu mengurangi genangan air hujan di jalan pemukiman,” pungkasnya.
Tim yang dibimbing oleh dosen Departemen Teknik Sipil FTUI, Dr. Jessica Sjah, M.T., tersebut terdiri dari Bisma Prasetyo (2017), Kevin Yoseph (2018), dan Stevany Lydia (2018).
Kompetisi mengusung tema desain “A Minimalist and Multifunction House with Cultural Aesthetic on Basic of Green Building”, yang diikuti 20 tim dari berbagai universitas di seluruh Indonesia pada 22 Desember-23 Mei 2021 secara daring. Penilaian juri berdasarkan parameter Green Building Council Indonesia yang tertera pada Greenship Rating Tools.
Rancangan tim yakni Rumah Brayat Kretya memiliki nilai sebesar 71,43%, yang terdiri dari aspek kesesuaian pengembangan lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber daya, dan siklus material, kesehatan dan kenyamanan, dan pengelolaan bangunan.
Dr. Jessica Sjah menjelaskan, setiap tim diminta untuk merancang desain rumah dengan memperhatikan 4 poin penting. Yakni, minimalis, multifungsi, memiliki estetika lokal, dan berbasis rumah hijau. Peserta tidak hanya mendesain bangunan, tetapi juga merancang anggaran, perhitungan dimensi, jenis struktur, desain eksterior, dan denah ruangan.
“Tim Sumber Rezeki merancang sebuah rumah yang dinamai “Brayat Kretya”. Dua kata tersebut diambil dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti Brayat adalah ‘keluarga’ dan Kretya berarti ‘Sejahtera’. Nama ini diberikan sebagai doa bagi penghuni rumah agar menjadi keluarga yang sejahtera, makmur, dan damai,” ujarnya melalui siaran pers, Sabtu (26/6).
Konsep rumah Brayat Kretya dibuat sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi di wilayah Semarang, mulai dari minimnya ketersedian lahan, meningkatnya kebutuhan rumah layak huni, peningkatan populasi penduduk, dan cara mengatasi permukiman kumuh.
Konsep arsitektur rumah ini merupakan gabungan dari beberapa budaya Nusantara dan rencananya dibangun di atas lahan seluas 150 m2.
Bisma Prasetyo menjelaskan, struktur rangka atap rumah terinspirasi dari rumah adat Selaso Jatuh Kembar dari Provinsi Riau. Konsep desain tata letak ruang tamu dan garasi terinspirasi dari rumah adat Bolon, Sumatera Utara, dengan bagian bawah rumah dipergunakan untuk menaruh hewan ternak mereka.
Namun, pada rancangan rumah ini, bagian bawah rumah dipergunakan untuk ruang tamu dan area parkir kendaraan. Railing yang terletak di depan rumah menggunakan ukiran Batik Parang, asal Solo, Jawa Tengah. Sementara teralis di pintu utama menggunakan besi holo dengan corak menyerupai Batik Megamendung, khas Cirebon, Jawa Barat.
Sementara Kevin Yoseph menjelaskan, Rumah Brayat Kretya dirancang memiliki satu ruang tamu, satu ruang keluarga, satu ruang makan, satu dapur, satu kamar utama, dua kamar tidur anak, dua ruang kamar mandi, satu ruang cuci dan menjemur, dan satu ruang bersantai di lantai kedua.
Rumah ini didesain tidak banyak menggunakan sekat antar ruang, seperti dinding pemisah antara ruang makan, ruang keluarga, dan ruang dapur. Hal tersebut menjadikan rumah ini memiliki kesan yang luas dan tidak menghalangi aktivitas antar ruang yang ada.
“Selain itu, ruang yang terdapat di bawah tangga dimanfaatkan untuk kamar mandi lantai satu. Hal itu menjadi pilihan dalam desain bangunan yang multifungsi di lahan terbatas,” katanya tentang penggunaan ruang bangunan.
Sedangkan Stevany Lydia menuturkan, konsep struktural desain rumah ini memiliki struktur utama beton bertulang dengan konfigurasi struktur terdiri dari pondasi tapak, sloof, kolom, dan pondasi batu kali. Struktur rangka atap terdiri atas kuda-kuda, ringbalk, dan pelat lantai.
“Konsep ramah lingkungan rumah ini ditunjukkan dengan inovasi berupa adanya Rain Garden di bagian taman. Konsep ini digunakan sebagai sistem pengelolaan air hujan yang berasal dari atap bangunan. Rain garden menjadikan air hujan langsung menyerap ke tanah dan mampu mengurangi genangan air hujan di jalan pemukiman,” pungkasnya.
(mpw)