Pemerintah Diminta Kaji Matang Rencana Pembukaan Sekolah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah membuka kembali sekolah pada 15 Juni 2020 sebagai bagian dari penerapan new normal mendapat kritikan tajam. Menggelar kegiatan belajar mengajar di sekolah pada saat pandemi Covid-19 belum mereda dinilai sangat membahayakan keselamatan anak.
Apalagi, faktanya anak juga rentan tertular virus sebagaimana orang dewasa. Hal ini tergambar dari hasil pendeteksian Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Hingga 18 Mei 2020, anak yang terdata sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 3.324 orang, 129 di antaranya meninggal dunia. Ada 584 anak terkonfirmasi positif Covid-19, dan 14 di antaranya meninggal dunia. Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tergolong tinggi.
Berbagai kalangan lantas mendesak pemerintah memperpanjang masa belajar dari rumah. Kebijakan membuka kembali sekolah harus menjadi pilihan terakhir. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Muliadi mengatakan, kelompok yang rentan tertular virus bukan hanya manula. Anak-anak sama berisikonya. Melihat tingginya angka anak yang terjangkit virus, dia berharap kebijakan membuka sekolah menjadi pilihan terakhir. “Mohon dengan sangat, rencana membuka sekolah di saat seperti ini sangat tidak tepat. Ini demi kesehatan dan keselamatan anak-anak kita,” ujar pemerhati anak yang akrab disapa Kak Seto ini. (Baca: PKS: Pembukaan Sekolah Harus Tunggu Penurunan Penularan Corona)
Kak Seto menjelaskan, potensi anak tertular virus sangat besar karena memiliki aktivitas yang sulit dikendalikan. Saat bermain anak-anak kerap berpegangan tangan dan berangkulan sehingga memudahkan penularan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI mendapat keluhan dari para orang tua yang resah akibat adanya rencana membuka kembali sekolah. Para orang tua itu ingin keputusan membuka sekolah didasarkan pada tren angka pasien terjangkit. Jika grafik pasien baru masih sangat tinggi, seharusnya kebijakan itu ditunda. ”Di satu sisi orang tua merasa bahwa anak-anak harus belajar, di sisi lain keselamatan mereka menjadi taruhannya,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Pembukaan kembali sekolah, menurut Unifah, harus melalui kajian matang, antara lain perlu melihat kembali anggaran untuk menjamin keselamatan siswa di sekolah. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga diminta membuat panduan tentang pembelajaran yang efektif yang bisa dijadikan standard operating procedure (SOP) oleh pemerintah daerah. Nanti pemda akan menurunkan panduan itu ke seluruh jenjang sekolah—dari SD, SMP, SMA dan pesantren.
Anggota Komisi X DPR, Bramantyo Suwondo, menyebut keselamatan dan kesehatan masyarakat harus jadi prioritas utama dalam merealisasikan pembukaan kembali sekolah. Untuk itu, pemerintah harus yakin dulu situasi penyebaran Covid-19 sudah lebih terkontrol sebelum mengambil kebijakan. Pendidikan memang sangat penting, namun keselamatan anak yang merupakan generasi penerus bangsa jauh lebih penting dan harus diutamakan. "Menurut saya, kebijakan pembukaan sekolah kembali dapat dilakukan pada waktu saat angka penularan Covid-19 sudah memperlihatkan penurunan secara nasional," ujarnya kemarin.
Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, kepastian akan adanya pembukaan kembali sekolah pada 15 Juni itu akan diumumkan langsung oleh Mendikbud Nadiem Makarim maksimal dua pekan mendatang. “Kepastian masih menunggu pengumuman langsung dari Pak Menteri dalam 1-2 minggu ke depan,’’ katanya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Hamid menjelaskan, pengumuman pembukaan sekolah ini bisa jadi diumumkan setelah protokol pembukaan layanan untuk masyarakat diterbitkan oleh Gugus Tugas Covid-19. Hamid memastikan, Kemendikbud akan membuat dan menerbitkan panduan pembelajaran kembali di sekolah saat masa pandemi ini untuk menjamin keselamatan siswa dan guru di lingkungan sekolah masing-masing.
Pembelajaran Jarak Jauh
Mengacu hasil pendeteksian IDAI, pandemi Covid-19 sangat rentan bagi anak. Sehubungan dengan hasil evaluasi data yang bertepatan dengan masa akhir tanggap darurat Covid-19, IDAI memandang perlu untuk mendesak pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan mengambil keputusan dan melakukan tindakan berdasarkan kepentingan terbaik kesehatan dan kesejahteraan anak.
Untuk dunia pendidikan, IDAI meminta agar kegiatan pembelajaran bagi anak usia sekolah dan remaja tetap dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh. Ini mengingat sulitnya melakukan pengendalian transmisi apabila terbentuk kerumunan. (Baca juga: Duterte Larang Siswa ke Seolah Sampai Ada Vaksin Covid-19)
IDAI mengapresiasi langkah Kemendikbud yang sejak April 2020 mengembangkan pembelajaran daring. Hal ini disarankan untuk tetap dilanjutkan, mengingat kemungkinan bulan Juli wabah belum teratasi dengan baik.
IDAI juga menganjurkan agar kegiatan pendidikan anak usia dini sebaiknya dilakukan di rumah dalam lingkungan keluarga dalam bentuk stimulasi berbagai ranah perkembangan dalam lingkungan penuh kasih sayang oleh anggota keluarga yang sehat.
Sementara itu, Seto Mulyadi mengakui banyak orang tua yang saat ini memikirkan untuk tetap melakukan pem belajaran di rumah jika pemerintah nanti benar-benar membuka sekolah. Orang tua disebutnya bisa memilih sistem belajar informal atau nonformal. Orang tua terpaksa mengambil langkah itu karena tidak ingin bertaruh dan mengorbankan keselamatan anaknya. Hal itu dinilai bukan masalah karena selama hampir tiga bulan terakhir ini anak-anak juga mulai terbiasa dengan model belajar dari rumah. Meski awalnya ada kesulitan namun perlahan adaptasi sudah terjadi.
“Para homeschoolers selama ini juga sudah terbiasa dengan sistem belajar virtual dari rumah,” ujarnya.
Kesiapan Pesantren
Di sisi lain, keresahan di lingkungan pendidikan akibat pandemic Covid-19 juga dialami pondok pesantren. Untuk itu pemerintah diminta segera melakukan mitigasi dam pak Covid-19 di lingkungan pendidikan berbasis pelajaran agama ini. (Baca juga: Soal Sekolah Dibuka 15 Juni, Jabar Tunggu Arahan Pusat)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, pendidikan di lingkungan pesantren bersifat khas yang mengharuskan para santri untuk selalu berada dalam lingkungan pondok. Menurutnya, tidak semua pola pembelajaran bisa dilakukan secara virtual. Apalagi pembelajaran di pondok pesantren yang lebih menekankan sisi pembentukan mental-spiritual. “Untuk itu harus ada kebijakan khusus dari pemerintah agar sistem pendidikan di pesantren kembali berjalan,” ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan pola pendidikan di pesantren cukup berbeda dibandingkan dengan polapen didikan di sekolah-sekolah umum. Jika di sekolah umum lebih menekankan sisi akademis dan terbatas di jam-jam tertentu, pendidikan di pesantren bisa berlangsung hampir 24 jam dimana santri dituntut mempraktikkan secara langsung pelajaran yang mereka terima.
Menurutnya, hampir semua santri di 28.000 pesantren di Indonesia telah dipulangkan ke rumah orang tua masing-masing. “Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan dalam jangka panjang. Kasihan para santri karena mereka bisa tidak melanjutkan proses belajar mereka,” jelasnya. (Neneng Zubaidah/Abdul Rochim/Rico Afrido Simanjutak)
Apalagi, faktanya anak juga rentan tertular virus sebagaimana orang dewasa. Hal ini tergambar dari hasil pendeteksian Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Hingga 18 Mei 2020, anak yang terdata sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 3.324 orang, 129 di antaranya meninggal dunia. Ada 584 anak terkonfirmasi positif Covid-19, dan 14 di antaranya meninggal dunia. Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tergolong tinggi.
Berbagai kalangan lantas mendesak pemerintah memperpanjang masa belajar dari rumah. Kebijakan membuka kembali sekolah harus menjadi pilihan terakhir. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Muliadi mengatakan, kelompok yang rentan tertular virus bukan hanya manula. Anak-anak sama berisikonya. Melihat tingginya angka anak yang terjangkit virus, dia berharap kebijakan membuka sekolah menjadi pilihan terakhir. “Mohon dengan sangat, rencana membuka sekolah di saat seperti ini sangat tidak tepat. Ini demi kesehatan dan keselamatan anak-anak kita,” ujar pemerhati anak yang akrab disapa Kak Seto ini. (Baca: PKS: Pembukaan Sekolah Harus Tunggu Penurunan Penularan Corona)
Kak Seto menjelaskan, potensi anak tertular virus sangat besar karena memiliki aktivitas yang sulit dikendalikan. Saat bermain anak-anak kerap berpegangan tangan dan berangkulan sehingga memudahkan penularan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI mendapat keluhan dari para orang tua yang resah akibat adanya rencana membuka kembali sekolah. Para orang tua itu ingin keputusan membuka sekolah didasarkan pada tren angka pasien terjangkit. Jika grafik pasien baru masih sangat tinggi, seharusnya kebijakan itu ditunda. ”Di satu sisi orang tua merasa bahwa anak-anak harus belajar, di sisi lain keselamatan mereka menjadi taruhannya,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Pembukaan kembali sekolah, menurut Unifah, harus melalui kajian matang, antara lain perlu melihat kembali anggaran untuk menjamin keselamatan siswa di sekolah. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga diminta membuat panduan tentang pembelajaran yang efektif yang bisa dijadikan standard operating procedure (SOP) oleh pemerintah daerah. Nanti pemda akan menurunkan panduan itu ke seluruh jenjang sekolah—dari SD, SMP, SMA dan pesantren.
Anggota Komisi X DPR, Bramantyo Suwondo, menyebut keselamatan dan kesehatan masyarakat harus jadi prioritas utama dalam merealisasikan pembukaan kembali sekolah. Untuk itu, pemerintah harus yakin dulu situasi penyebaran Covid-19 sudah lebih terkontrol sebelum mengambil kebijakan. Pendidikan memang sangat penting, namun keselamatan anak yang merupakan generasi penerus bangsa jauh lebih penting dan harus diutamakan. "Menurut saya, kebijakan pembukaan sekolah kembali dapat dilakukan pada waktu saat angka penularan Covid-19 sudah memperlihatkan penurunan secara nasional," ujarnya kemarin.
Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, kepastian akan adanya pembukaan kembali sekolah pada 15 Juni itu akan diumumkan langsung oleh Mendikbud Nadiem Makarim maksimal dua pekan mendatang. “Kepastian masih menunggu pengumuman langsung dari Pak Menteri dalam 1-2 minggu ke depan,’’ katanya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Hamid menjelaskan, pengumuman pembukaan sekolah ini bisa jadi diumumkan setelah protokol pembukaan layanan untuk masyarakat diterbitkan oleh Gugus Tugas Covid-19. Hamid memastikan, Kemendikbud akan membuat dan menerbitkan panduan pembelajaran kembali di sekolah saat masa pandemi ini untuk menjamin keselamatan siswa dan guru di lingkungan sekolah masing-masing.
Pembelajaran Jarak Jauh
Mengacu hasil pendeteksian IDAI, pandemi Covid-19 sangat rentan bagi anak. Sehubungan dengan hasil evaluasi data yang bertepatan dengan masa akhir tanggap darurat Covid-19, IDAI memandang perlu untuk mendesak pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan mengambil keputusan dan melakukan tindakan berdasarkan kepentingan terbaik kesehatan dan kesejahteraan anak.
Untuk dunia pendidikan, IDAI meminta agar kegiatan pembelajaran bagi anak usia sekolah dan remaja tetap dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh. Ini mengingat sulitnya melakukan pengendalian transmisi apabila terbentuk kerumunan. (Baca juga: Duterte Larang Siswa ke Seolah Sampai Ada Vaksin Covid-19)
IDAI mengapresiasi langkah Kemendikbud yang sejak April 2020 mengembangkan pembelajaran daring. Hal ini disarankan untuk tetap dilanjutkan, mengingat kemungkinan bulan Juli wabah belum teratasi dengan baik.
IDAI juga menganjurkan agar kegiatan pendidikan anak usia dini sebaiknya dilakukan di rumah dalam lingkungan keluarga dalam bentuk stimulasi berbagai ranah perkembangan dalam lingkungan penuh kasih sayang oleh anggota keluarga yang sehat.
Sementara itu, Seto Mulyadi mengakui banyak orang tua yang saat ini memikirkan untuk tetap melakukan pem belajaran di rumah jika pemerintah nanti benar-benar membuka sekolah. Orang tua disebutnya bisa memilih sistem belajar informal atau nonformal. Orang tua terpaksa mengambil langkah itu karena tidak ingin bertaruh dan mengorbankan keselamatan anaknya. Hal itu dinilai bukan masalah karena selama hampir tiga bulan terakhir ini anak-anak juga mulai terbiasa dengan model belajar dari rumah. Meski awalnya ada kesulitan namun perlahan adaptasi sudah terjadi.
“Para homeschoolers selama ini juga sudah terbiasa dengan sistem belajar virtual dari rumah,” ujarnya.
Kesiapan Pesantren
Di sisi lain, keresahan di lingkungan pendidikan akibat pandemic Covid-19 juga dialami pondok pesantren. Untuk itu pemerintah diminta segera melakukan mitigasi dam pak Covid-19 di lingkungan pendidikan berbasis pelajaran agama ini. (Baca juga: Soal Sekolah Dibuka 15 Juni, Jabar Tunggu Arahan Pusat)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, pendidikan di lingkungan pesantren bersifat khas yang mengharuskan para santri untuk selalu berada dalam lingkungan pondok. Menurutnya, tidak semua pola pembelajaran bisa dilakukan secara virtual. Apalagi pembelajaran di pondok pesantren yang lebih menekankan sisi pembentukan mental-spiritual. “Untuk itu harus ada kebijakan khusus dari pemerintah agar sistem pendidikan di pesantren kembali berjalan,” ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan pola pendidikan di pesantren cukup berbeda dibandingkan dengan polapen didikan di sekolah-sekolah umum. Jika di sekolah umum lebih menekankan sisi akademis dan terbatas di jam-jam tertentu, pendidikan di pesantren bisa berlangsung hampir 24 jam dimana santri dituntut mempraktikkan secara langsung pelajaran yang mereka terima.
Menurutnya, hampir semua santri di 28.000 pesantren di Indonesia telah dipulangkan ke rumah orang tua masing-masing. “Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan dalam jangka panjang. Kasihan para santri karena mereka bisa tidak melanjutkan proses belajar mereka,” jelasnya. (Neneng Zubaidah/Abdul Rochim/Rico Afrido Simanjutak)
(ysw)