Ini Terobosan Kreatif Guru Mengajar di Masa Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hampir dua tahun anak-anak hanya belajar di rumah. Pandemi menyebabkan pembelajaran tatap muka langsung di sekolah dihentikan. Anak-anak terpaksa mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang difasilitas internet melalui gawai mereka. Namun kemudian tidak sedikit persoalan yang bermunculan, mulai dari meragukan efektivitas PJJ hingga kenyataan bahwa tidak semua murid memiliki akses yang sama besar terhadap internet. Tidak seluruh wilayah Indonesia yang luas ini terjangkau sinyal internet.
Sekolah bagaimana pun bukan sekadar tempat bertemu antara guru dan murid. Sekolah tidak sesederhana guru mentransfer ilmu kepada muridnya. Sekolah memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak, meletakkan pondasi bangunan karakter bangsa. Inilah yang kesulitan dilakukan saat sistem PJJ.
Guru-guru pun bersiasat untuk tetap bertemu dengan murid-murid untuk mengajar dan mendidik mereka. “Tantangannya adalah bagaimana kita mencari solusi dalam keterbatasan karena waktu pembelajaran berkurang, sementara kita harus mengejar target kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Selain itu, kita harus mencari pola komunikasi yang tepat dengan orangtua sebagai mitra di rumah dalam memantau belajar siswa,” tutur Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok.
PJJ memang tidak akan mampu menggantikan sistem belajar secara tatap muka. Sentuhan emosi dan kasih sayang guru tak tersampaikan lewat gawai. Selain dari sisi guru, banyak siswa yang mengeluh, karena belajar seperti ini tak efektif. Mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyimak materi di layar monitor, belum lagi akses keterbatasan internet yang mengahambat dalam belajar, terutama di daerah-daerah.
Oniwati, Guru SDN 2 Lebakparahiang, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, merasakan sulitnya mengakses internet. “Karena di kampung jadi kami terhalang oleh signal, belum lagi keluhan orang tua tentang harga kuota yang mahal,” tuturnya.
Selain itu, lanjut guru yang mengajar di kelas lima SD ini, tidak semua orang tua siswa di sekolah tempatnya mengajar, mampu membeli gadget seperti hp, apalagi personal komputer dan laptop seperti di kota-kota besar.
“Kalau yang punya hp tugas untuk siswa dikirim ke WA group, kalau yang tidak punya hp, seminggu dua kali saya keliling rumah siswa untuk belajar tatap muka di rumah,” tutur wanita berkerudung ini. Memang di saat pandemi yang penuh keterbatasan ini, guru seperti dirinya dipacu untuk melakukan berbagai cara agar proses KBM dapat berjalan.
Para guru juga dituntut untuk berdaptasi dengan teknis pembelajaran dengan metode E-learning memanfaatkan tekonologi informasi dan komunikasi sesuai perkembangan jaman. Inilah yag membuat guru menciptakan inovasi dalam memberikan materi belajar mulai dari, mengajak menggambar bersama, membuat video, membuat film, mendongeng, dan menggugahnya di sosial media.
“Kasian kalau kita sebagai guru tidak berusaha menyesuaikan dengan keadaan. Kalau orang tua siswanya kebetulan pintar, bisa ajarin anaknya. Tapi kalau orang tuanya kurang pengetahuan dan tidak bisa mengajarkan anaknya, ini kan yang kasihan siswanya. Makanya sebagai guru kita harus berusaha bagaimanapun caranya,” kata Ibu Guru Oni dengan penuh semangat.
Sejalan dengan revolusi mental setiap guru diuji untuk integritasnya sebagai pengajar dengan berpikir kreatif dan berinovasi untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sesuai perkembangan jaman.
Untuk itu, sudah seyogianya bapak dan ibu guru mendapatkan apresiasi atas dedikasinya tidak mengenal lelah dalam melakukan terobosan baru untuk terus mendidik anak anak Indonesia.
“Pandemi ini mengharuskan kita untuk terus berinovasi. Misalnya, ketika harus menyiapkan video pembelajaran, setelah menyiapkan videonya, kita juga harus ngoreksi hasil anak. Beda kalau tatap muka ketika anak-anak diberikan materi dan dikasih latihan, saat itu langsung dikoreksi dan dibahas, di sinilah tantangannya,” tutur guru yang akrab disapa Ibu Melly ini.
Perjuangan Oniwati dan Melina Muhajah hanyalah contoh kecil bagaimana guru harus terus menjaga semangat mengajar di tengah keterbatasan di masa pandemi. Kesulitan yang dihadapi Oniwati dan Melina tentu belum seberapa dibanding sejawat mereka di Indonedia bagian timur, di pulau-pulau terpencil. Namun mereka tetap terpanggil terus berjuang demi mencetak generasi masa depan.
Guru bagaimanapun merupakan ujung tombak sebuah bangsa untuk menentukan kualitas masyarakatnya. Mereka bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bangsa yang bakal meneruskan negara dan bangsa ini di masa depan. Para guru sepenuhnya memahami pelayanan Pendidikan harus berjalan dengan baik sebagai bentuk perwujudan Indonesia Melayani.
Dalam situasi sesulit apa pun guru terus berjuang demi menyelamatkan keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan, mewujudkan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. CM
Sekolah bagaimana pun bukan sekadar tempat bertemu antara guru dan murid. Sekolah tidak sesederhana guru mentransfer ilmu kepada muridnya. Sekolah memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak, meletakkan pondasi bangunan karakter bangsa. Inilah yang kesulitan dilakukan saat sistem PJJ.
Guru-guru pun bersiasat untuk tetap bertemu dengan murid-murid untuk mengajar dan mendidik mereka. “Tantangannya adalah bagaimana kita mencari solusi dalam keterbatasan karena waktu pembelajaran berkurang, sementara kita harus mengejar target kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Selain itu, kita harus mencari pola komunikasi yang tepat dengan orangtua sebagai mitra di rumah dalam memantau belajar siswa,” tutur Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok.
PJJ memang tidak akan mampu menggantikan sistem belajar secara tatap muka. Sentuhan emosi dan kasih sayang guru tak tersampaikan lewat gawai. Selain dari sisi guru, banyak siswa yang mengeluh, karena belajar seperti ini tak efektif. Mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyimak materi di layar monitor, belum lagi akses keterbatasan internet yang mengahambat dalam belajar, terutama di daerah-daerah.
Oniwati, Guru SDN 2 Lebakparahiang, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, merasakan sulitnya mengakses internet. “Karena di kampung jadi kami terhalang oleh signal, belum lagi keluhan orang tua tentang harga kuota yang mahal,” tuturnya.
Selain itu, lanjut guru yang mengajar di kelas lima SD ini, tidak semua orang tua siswa di sekolah tempatnya mengajar, mampu membeli gadget seperti hp, apalagi personal komputer dan laptop seperti di kota-kota besar.
“Kalau yang punya hp tugas untuk siswa dikirim ke WA group, kalau yang tidak punya hp, seminggu dua kali saya keliling rumah siswa untuk belajar tatap muka di rumah,” tutur wanita berkerudung ini. Memang di saat pandemi yang penuh keterbatasan ini, guru seperti dirinya dipacu untuk melakukan berbagai cara agar proses KBM dapat berjalan.
Para guru juga dituntut untuk berdaptasi dengan teknis pembelajaran dengan metode E-learning memanfaatkan tekonologi informasi dan komunikasi sesuai perkembangan jaman. Inilah yag membuat guru menciptakan inovasi dalam memberikan materi belajar mulai dari, mengajak menggambar bersama, membuat video, membuat film, mendongeng, dan menggugahnya di sosial media.
“Kasian kalau kita sebagai guru tidak berusaha menyesuaikan dengan keadaan. Kalau orang tua siswanya kebetulan pintar, bisa ajarin anaknya. Tapi kalau orang tuanya kurang pengetahuan dan tidak bisa mengajarkan anaknya, ini kan yang kasihan siswanya. Makanya sebagai guru kita harus berusaha bagaimanapun caranya,” kata Ibu Guru Oni dengan penuh semangat.
Sejalan dengan revolusi mental setiap guru diuji untuk integritasnya sebagai pengajar dengan berpikir kreatif dan berinovasi untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sesuai perkembangan jaman.
Untuk itu, sudah seyogianya bapak dan ibu guru mendapatkan apresiasi atas dedikasinya tidak mengenal lelah dalam melakukan terobosan baru untuk terus mendidik anak anak Indonesia.
“Pandemi ini mengharuskan kita untuk terus berinovasi. Misalnya, ketika harus menyiapkan video pembelajaran, setelah menyiapkan videonya, kita juga harus ngoreksi hasil anak. Beda kalau tatap muka ketika anak-anak diberikan materi dan dikasih latihan, saat itu langsung dikoreksi dan dibahas, di sinilah tantangannya,” tutur guru yang akrab disapa Ibu Melly ini.
Perjuangan Oniwati dan Melina Muhajah hanyalah contoh kecil bagaimana guru harus terus menjaga semangat mengajar di tengah keterbatasan di masa pandemi. Kesulitan yang dihadapi Oniwati dan Melina tentu belum seberapa dibanding sejawat mereka di Indonedia bagian timur, di pulau-pulau terpencil. Namun mereka tetap terpanggil terus berjuang demi mencetak generasi masa depan.
Guru bagaimanapun merupakan ujung tombak sebuah bangsa untuk menentukan kualitas masyarakatnya. Mereka bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bangsa yang bakal meneruskan negara dan bangsa ini di masa depan. Para guru sepenuhnya memahami pelayanan Pendidikan harus berjalan dengan baik sebagai bentuk perwujudan Indonesia Melayani.
Dalam situasi sesulit apa pun guru terus berjuang demi menyelamatkan keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan, mewujudkan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. CM
(ars)