FTI UII Olah Limbah Masker Jadi Bahan Bakar Minyak
loading...
A
A
A
SLEMAN - Dosen dan mahasiswa program studi (prodi) Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berhasil mengolah limbah masker menjadi bahan bakar minyak (BBM). Selain menjadi bahan bakar alternatif, pengolahan ini juga mencegah pencemaran lingkungan.
Mereka terdiri dari Arif Hidayat (dosen prodi teknik kimia FTI UII), Guntur Marthabaya, Fathur Rizki Novriadi, Sidiq Ikhwanul Hakim, dan Faizal Sultan Widarsani (mahasiswa prodi teknik kimia FTI UII).
Arif Hidayat mengatakan ide pengolahan limbah masker menjadi bahan bakar ini karena penggunaan masker sekali pakai saat pandemi Covid-19, membuat jumlah limbah terus meningkat, hal ini menimbulkan ancaman baru, baik untuk lingkungan maupun untuk kesehatan masyarakat.
Sebab, masker sulit terurai, bukan hanya akan menumpuk di tempat pembuangan sampah namun juga penyebaran virus dan bakteri. Di sisi lain, limbah masker sebenarnya berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif melalui proses pirolisis.
"Karena itu kami melakuan penelitian mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut," katanya, Jumat (24/9/2021).
Arif menjelaskan, masker sekali pakai yang terbuat dari dari bahan polimer, terutama dari Polypropylene(PP) atau High-Density Poly Ethylene (HDPE), berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif setara dengan minyak tanah dengan proses pengolahan pirolisis, yaitu proses pemanasan tanpa adanya oksigen di dalam ruangan.
“Pirolisis merupakan proses pemanasan tanpa adanya Oksigen di dalam ruangan tertutup yang akan mengubah bahan baku menjadi produk cairan dan padatan,” paparnya
Pada tahap awal, limbah masker harus dipisahkan dari jenis sampah lainnya. Sebelum diproses, limbah masker didesinfeksi untuk menghilangkan virus atau bakteri yang menempel pada masker. Proses ini dilakukan dengan penyemprotan disinfektan ke limbah masker. Limbah masker kemudian diproses di dalam tabung reaktor pirolisis.
"Proses pirolisis dipanaskan tanpa adanya oksigen dan akan kita peroleh bahan bakar cair,” terangnya.
Guntur Marthabaya menambahkan hasil dari pirolisis masker mempunyai kandungan kimia yang didapatkan dari komponen penyusunnya yang hampir sama dengan senyawa hidro karbon yang banyak terdapat di dalam bahan bakar minyak.
“Kita sudah melakukan analisis di laboratorium tentang kandungan senyawanya setara dengan kandungan minyak tanah," jelasnya.
Saat ini tabung reaktor pirolisis yang digunakan mempunyai volume 5 liter dan mampu menampung limbah masker sebanyak 1 kilogram. Sedangkan nilai konversi sekitar 50 hingga 60 persen, artinya satu kilogram masker bisa didapatkan 500 hingga 600 mililiter bio oil.
“Saat ini sedang dikembangkan tabung pirolisis yang menggunakan supply panas dari kompor gas untuk menghemat biaya,” tambahnya.
Mereka terdiri dari Arif Hidayat (dosen prodi teknik kimia FTI UII), Guntur Marthabaya, Fathur Rizki Novriadi, Sidiq Ikhwanul Hakim, dan Faizal Sultan Widarsani (mahasiswa prodi teknik kimia FTI UII).
Arif Hidayat mengatakan ide pengolahan limbah masker menjadi bahan bakar ini karena penggunaan masker sekali pakai saat pandemi Covid-19, membuat jumlah limbah terus meningkat, hal ini menimbulkan ancaman baru, baik untuk lingkungan maupun untuk kesehatan masyarakat.
Sebab, masker sulit terurai, bukan hanya akan menumpuk di tempat pembuangan sampah namun juga penyebaran virus dan bakteri. Di sisi lain, limbah masker sebenarnya berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif melalui proses pirolisis.
"Karena itu kami melakuan penelitian mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut," katanya, Jumat (24/9/2021).
Arif menjelaskan, masker sekali pakai yang terbuat dari dari bahan polimer, terutama dari Polypropylene(PP) atau High-Density Poly Ethylene (HDPE), berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif setara dengan minyak tanah dengan proses pengolahan pirolisis, yaitu proses pemanasan tanpa adanya oksigen di dalam ruangan.
“Pirolisis merupakan proses pemanasan tanpa adanya Oksigen di dalam ruangan tertutup yang akan mengubah bahan baku menjadi produk cairan dan padatan,” paparnya
Pada tahap awal, limbah masker harus dipisahkan dari jenis sampah lainnya. Sebelum diproses, limbah masker didesinfeksi untuk menghilangkan virus atau bakteri yang menempel pada masker. Proses ini dilakukan dengan penyemprotan disinfektan ke limbah masker. Limbah masker kemudian diproses di dalam tabung reaktor pirolisis.
"Proses pirolisis dipanaskan tanpa adanya oksigen dan akan kita peroleh bahan bakar cair,” terangnya.
Guntur Marthabaya menambahkan hasil dari pirolisis masker mempunyai kandungan kimia yang didapatkan dari komponen penyusunnya yang hampir sama dengan senyawa hidro karbon yang banyak terdapat di dalam bahan bakar minyak.
“Kita sudah melakukan analisis di laboratorium tentang kandungan senyawanya setara dengan kandungan minyak tanah," jelasnya.
Saat ini tabung reaktor pirolisis yang digunakan mempunyai volume 5 liter dan mampu menampung limbah masker sebanyak 1 kilogram. Sedangkan nilai konversi sekitar 50 hingga 60 persen, artinya satu kilogram masker bisa didapatkan 500 hingga 600 mililiter bio oil.
“Saat ini sedang dikembangkan tabung pirolisis yang menggunakan supply panas dari kompor gas untuk menghemat biaya,” tambahnya.
(mpw)