Puan Ajak Generasi Muda Penerus Bangsa Tak Melupakan Sejarah

Selasa, 12 Oktober 2021 - 18:05 WIB
loading...
Puan Ajak Generasi Muda Penerus Bangsa Tak Melupakan Sejarah
Ketua DPR Puan Maharani. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan bahwa menghargai sejarah turut pula menjadi cara berterima kasih pada perjuangan para pahlawan yang telah berjuang di masa lalu. Pasalnya, Indonesia yang telah berusia 76 tahun merupakan negara besar yang menempuh perjuangan teramat panjang dalam merebut kemerdekaan. Nilai-nilai perjuangan ini yang harus selalu diingat dalam menjaga kedaulatan negeri.

"Prinsip jas merah utamanya harus dimiliki oleh generasi muda penerus perjuangan bangsa. Jangan sampai anak-anak mudah malah melupakan sejarah dan tidak memahami identitas bangsanya sendiri," kata Puan Maharani dalam keterangannya.



Dia mengatakan, identitas bangsa dibangun dari sejarah panjang dan harus terus dipertahankan dalam perjalanannya. Maka, anak muda sepatutnya memiliki pemahaman tinggi akan sejarah Tanah Air. Pembelajaran di sekolah saja tidak cukup, harus tetap menambah pengetahuan yang lebih kuat.

Sejarah, lanjut Puan, juga bisa menjadi pedoman hidup bagi seseorang secara pribadi. "Pembelajaran sejarah ini dapat kita ambil hikmahnya untuk kehidupan kita sendiri. Bagaimana kita belajar dari Bapak Bangsa kita atau pahlawan Indonesia tentang bagaimana memberikan sumbangsih untuk negara ini atau menjadi manfaat bagi orang lain," ujar Ketua DPR perempuan pertama di Indonesia tersebut.

Sejarah Indonesia juga memelihara keragaman serta kedamaian Indonesia. “Dari sejarah, kita belajar bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh dari perjuangan seluruh masyarakat negeri ini dari semua suku, adat, agama, dan kepercayaan. Maka, menjaga perdamaian dalam keberagaman merupakan hal yang harus kita kedepankan. Karena ya itulah Indonesia,” ujar Alumnus UI itu.



“Kita terus berpegang teguh pada sejarah sebagai pembelajaran dan untuk memetakan perkembangan bangsa. Mari terus gaungkan semangat jas merah dan mempersembahkan yang terbaik untuk Indonesia,” kata Puan.

Senada juga diungkapkan Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP) Syaiful Arif. Dia menilai sumbangan terbesar Bungkarno terhadap bangsa Indonesia adalah kemerdekaan dari penjajahan Jepang. Soekarno-Hatta merupakan 2 tokoh yang mampu melakukan lobi-lobi politik terhadap pemerintah kolonial Jepang sehingga bangsa Indonesia bisa merdeka.

Sumbangan kedua yang paling berharga dari Soekarno adalah melahirkan Pancasila pada 1 Juni 1945. Menurut Arif, di dalam Pancasila ada 2 nilai yang paling penting, yakni kebangsaan dan ketuhanan. “Jadi ini adalah 2 nilai utama pancasila yang diusulkan Bungkarno pada 1 Juni 1945,” kata Syaiful Arif di Jakarta.

Menurutnya, kenapa kebangsaan? Karena Indonesia adalah bangsa yang majemuk makanya harus bersatu. Hanya dengan bersatu, bangsa Indonesia bisa mendirikan Negara yang kuat. Sebaliknya, tanpa persatuan maka Indonesia tidak akan bisa mendirikan Negara, tapi yang ada justru perpecahan. Misalkan kelompok Islam mendirikan Negara sendiri dan kelompok kebangsaan juga mendirikan negaranya sendiri.

“Jadi para pendiri bangsa saat itu sangat khawatir dengan kejadian seperti yang dialami negara India. Setelah merdeka dari penjajahan Inggris, kemudian justru mengalami perpecahan antara India dan Pakistan. Jadi kelompok Islam mendirikan negara Pakistan,” terangnya.

Tokoh-tokoh Bangsa tidak ingin Indonesia mengalami hal serupa, sehingga prinsip pertama dalam kehidupan berbangsa di Indonesia adalah kebangsaan. Kebangsaan itu artinya kehendak untuk bersatu di tengah berbagai kemajemukan, di tengah perbedaan, ras, suku, etnis, agama, ideologi, agar rakyat bisa mendirikan rumah bersama bernama republik Indonesia.

Jadi, kata Bungkarno, yang menyatukan rakyat itu bukan bahasa, bukan kulit, juga bukan agama, karena agama di Indonesia banyak sehingga tidak bisa mendirikan satu negara berdasarkan pada satu agama. Tetapi , yang mampu menyatukan rakyat adalah kehendak untuk bersatu. “Persatuan itulah yang mampu mempersatukan kita, tanpa kehendak untuk bersatu, maka kita tidak akan pernah menjadi sebuah bangsa,” ungkapnya.

Kedua, ketuhanan. Kebangsaan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai ketuhanan yang sudah menjadi kultur dalam masyarakat sebelum mendirikan negara. Jadi, ketuhanan merupakan corak kultural dari masyarakat nusantara yang bersifat kultural, toleran, inklusif, berdialog dengan budaya, dan mengedepankan spiritualitas etika keagamaan dari pada penafsiran literal eklusif terhadap agama.

“Itulah yang dinamakan oleh Bungkarno sebagai ketuhanan yang berkebudayaan, berkeadaban. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur dan saling menghormati dan toleran,” jelasnya.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1239 seconds (0.1#10.140)