Penerapan Social Enterprises dalam Menghadapi Tantangan Sosial

Senin, 15 November 2021 - 18:34 WIB
loading...
Penerapan Social Enterprises...
Universitas Bakrie. Foto/Dok/Universitas Bakrie
A A A
JAKARTA - Kementrian Investasi, Badan Kordinasi Penanaman Modal ( BKPM ) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Indonesia yang masih sebagai Pasar Negara Berkembang (Emerging Market) dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 5% per tahun, walaupun Indonesia terkesan pertumbuhannya lambat tetapi stabil.

Akibat dari Pandemi Covid-19 tidak hanya memakan korban jiwa tetapi juga mengubah gaya hidup dan pemikiran masyarakat pada umumnya. Tak hanya pada masyarakat, pemerintah maupun organisasi serta pelaku bisnis juga mulai menyadari adanya tantangan sosial.



Dalam artikel berjudul Social Entrepreneurship Research: Past Achievements and Future Promises pada Journal of Management oleh Saebi, Foss, dan Linder Tahun 2019 menerangkan bahwa perusahaan semakin menggabungkan misi sosial dengan cara pendekatan pasar yang inovatif untuk mengatasi tantangan sosial.

Dalam survei dari Business Council tahun 2020 tentang Creative and Social Enterprise in Indonesia menjelaskan adanya pertumbuhan perusahaan sosial di Indonesia meningkat lebih dari 70% dalam 5 tahun terakhir. Sektor yang paling umum untuk perusahaan sosial yaitu kuliner, fashion, craft, dan eco-edu tourism.

Sebelum terjadinya Pandemi Covid-19 ada 71% pengusaha sosial yang meraup keuntungan dan 48% adanya pertumbuhan laba. Dari perusahaan sosial memiliki dampak lebih dari 60% penjualan produk dan layanan di komunitas lokal.



Pertumbuhan pengusaha sosial meningkat didorong oleh faktor harga produk asing yang lebih mahal akibat terjadinya disrupsi perdagangan global dan sentimen serta empati tolong menolong antar komunitas yang bangkit selama pandemi.

Perusahaan sosial atau dapat disebut dengan Social Enterprises memiliki misi “Keuntungan dengan Tujuan” untuk mengamankan keseimbangan antara tujuan organisasi nirlaba tradisional dan organisasi laba.

Menurut Alinaghian dan Rezmdoost tahun 2021 dalam Journal of Business Research menjelaskan cara pengusaha sosial untuk membentuk dan memelihara bisnis melalui empat penerapan yaitu inisiasi, persuasi, resolusi konflik dan penciptaan nilai.

Pada inisiasi bisnis sosial yang potensial mampu membentuk hubungan yang didorong oleh individu, komunitas, penerima manfaat maupun pasar. Untuk persuasi melibatkan serangkaian praktik yang mendorong bisnis sosial untuk membentuk hubungan dengan melibatkan penyusunan manfaat potensial, membentuk solidaritas, membentuk percakapan serta institusi yang mendorong dan memfasilitasi hubungan.

Pengusaha sosial melaksanakan lima penerapan dalam resolusi konflik. Mereka melakukan pengindaran, hibridisasi, negosiasi yang menghasilkan institusi dan penerimaan untuk mengatasi konflik logika yang berpotensi dalam membentuk hubungan dengan bisnis.

Pengusaha sosial juga mengadopsi tiga penerapan penciptaan nilai yaitu pemanfaatan sumber daya, pemanfaatan sumber daya bersama dan replikasi untuk mencapai tujuan mereka melalui hubungan yang dibentuk dengan bisnis.

Kementerial Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial (PUSPENSOS) menjelaskan bahwa salah satu upaya untuk mendongkrak perekonomian yaitu kewirausahaan sosial. Agar pembangunan tidak hanya terpusat pada pemerintah, perusahaan sosial dibantu oleh masyarakat menjadi salah satu tombak keberhasilan suatu negara.

Artikel ini ditulis oleh Talitha Gustiyana, M.M, Alumni Universitas Bakrie dan berhubungan dengan Corporate Social Responsibility pada mata kuliah Social Entrepreneurship in Emerging Market.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1966 seconds (0.1#10.140)