PMII Kritik Mendikbud Terkait Pengelolaan Pendidikan Era Covid-19
loading...

Webminar bertajuk Problem Mahasiswa dan Kebijakan Mendikbud di Tengah Pandemi Covid-19, Senin (8/6/2020). Foto/SINDOnews/Abdul Rochim
A
A
A
JAKARTA - Kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim selama menangani pengelolaan sistem pendidikan di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) kembali mendapat sorotan tajam.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai Nadiem Makarim terkesan "gagap" dalam menangani berbagai persoalan pendidikan yang muncul selama pandemik Covid-19.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII Agus Mulyono Herlambang saat Webminar bertajuk Problem Mahasiswa dan Kebijakan Mendikbud di Tengah Pandemi Covid-19, Senin (8/6/2020).
Dalam webminar yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut hadir juga Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Prof Aris Junaidi sebagai narasumber.
“Kami mempunyai harapan luar biasa kepada Nadiem Makarim untuk menata system pendidikan di Indonesia. Dia sudah banyak bicara terkait penataan system pendidikan di berbagai tempat. Namun saat Covid-19 Mas Menteri terkesan gagap saat menghadapi tuntutan untuk menata system pendidikan di saat wabah Covid19,” tutur Agus.
Dia mengatakan, sektor pendidikan seharusnya menjadi salah satu fokus utama pengelolaan dampak wabah Covid-19 di Tanah Air. Masa depan ribuan bahkan jutaan siswa dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi menjadi taruhan jika dalam penanganan dampak Covid-19, fokus pemerintah pada bidang ekonomi dan kesehatan semata.
“Kita harusnya bisa belajar dari Jepang di mana saat terjadi tragedi bom Hiroshima yang begitu dasyat pemerintah mereka memprioritaskan keselamatan guru dibandingkan elemen masyarakat lain karena mereka sadar bahwa hanya dengan pendidikan lah mereka bisa bangkit dari kehancuran akibat bom atom dari Sekutu,” katanya. (Baca juga: PBB: Parliamentary Threshold 7%, Demokrasi di Indonesia Mati)
Fenomena tersebut, lanjut Agus, tidak terlihat dari strategi penanganan wabah covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Berbagai kebijakan pemerintah termasuk realokasi anggaran hanya diperuntukkan penanganan wabah di bidang ekonomi dan kesehatan.
Sementara di sisi lain berbagai dampak wabah Covid-19 di bidang pendidikan terkesan diabaikan. “Ada kesan jika respons Kemendikbud begitu lamban dalam menyikapi kegelisahan mahasiswa terdampak Covid-19. Contohnya ada aspirasi mahasiswa untuk mendapatkan pemotongan uang kuliah tunggal (UKT) karena kesulitan ekonomi banyak orang tua, tapi malah dijawab Kemendikbud jika UKT tidak akan naik,” katanya.
Kegagapan kebijakan Kemendikbud, sambung Agus, juga tampak dari tidak efektifnya pembelajaran jarak jauh sebagai alternatif utama di saat sekolah dan kampus ditutup. Pembelajaran jarak jauh terkesan tidak disiapkan secara matang, baik dari sisi sarana prasarana maupun kesiapan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
“Masih ada persoalan teknis terkait perkuliahan jarak jauh di mana jaringan internet belum merata sehingga ada mahasiswa yang terpaksa tidak lulus karena tidak bisa ikut perkuliahan karena minimnya jaringan internet,” ujarnya.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai perlu ada perbaikan komunikasi publik yang harus dilakukan jajaran Kemendibud dalam menyosialisasikan berbagai kebijakan bidang pendidikan selama masa pandemi Covid-19.
Menurut dia, harusnya mendikbud aktif tampil publik menyampaikan sendiri berbagai kebijakan kemendikbud terkait pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi maupun tingkatan pendidikan lain.
“Banyak kegelisahan dari peserta didik, orang tua murid, guru, dosen, hingga pengelola perguruan tinggi swasta karena dampak Covid-19, harusnya kegelisahan ini dijawab secara langsung oleh Mas Menteri karena saya yakin sudah banyak kebijakan yang dihasilkan jajaran Kemendikbud dalam menyikapi berbagai isu pendidikan selama Covid-19,” tuturnya.
Politikus PKB ini menggarisbawahi kebijakan Kemendikbud terkait UKT. Menurut dia, kebijakan penundaan, pemotongan, maupun sistem angsuran yang diberikan kepada mahasiswa dalam membayar UKT harus dikawal secara khusus. Jangan sampai kebijakan tersebut hanya indah di atas kertas, namun memble di tingkat pelaksanaan.
“Saya usulkan dibentuk task force yang mengawal kebijakan UKT hingga tingkat kampus karena Kemendikbud menyerahkan sepenuhnya kebijakan UKT tersebut kepada masing-masing perguruan tinggi,” katanya.
Sementara itu Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendibud Aris Junaidi mengatakan Kemendikbud telah bertindak cepat dalam menyikapi berbagai isu di bidang pendidikan.
Menurut dia, prinsip utama berbagai kebijakan Kemendikbud selama Covid adalah menempatkan keselamatan dan kesehatan stake holder bidang pendidikan sebagai prioritas utama.
“Dari prinsip utama itu lahirlah berbagai kebijakan seperti pembelajaran jarak jauh, relaksasi jadwal akademik, perpanjangan masa DO, hingga negoisasi dengan berbagai Kominfo agar mendapatkan dispensasi penggunaan kuota murah selama proses Pembelajaran Jarak Jauh,” tuturnya.
Kendati demikian, lanjut Aris, banyak kebijakan yang membutuhkan penyempurnaan. Oleh karena itu pihaknya bersedia mendengarkan berbagai masukan baik dari kalangan legislatif maupun dari kalangan mahasiswa.
“Kami sangat menghargai berbagai masukan yang disampaikan kepada kami. Kami berharap hal itu kian menyempurnakan kebijakan pendidikan di era pandemi,” katanya.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai Nadiem Makarim terkesan "gagap" dalam menangani berbagai persoalan pendidikan yang muncul selama pandemik Covid-19.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII Agus Mulyono Herlambang saat Webminar bertajuk Problem Mahasiswa dan Kebijakan Mendikbud di Tengah Pandemi Covid-19, Senin (8/6/2020).
Dalam webminar yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut hadir juga Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Prof Aris Junaidi sebagai narasumber.
“Kami mempunyai harapan luar biasa kepada Nadiem Makarim untuk menata system pendidikan di Indonesia. Dia sudah banyak bicara terkait penataan system pendidikan di berbagai tempat. Namun saat Covid-19 Mas Menteri terkesan gagap saat menghadapi tuntutan untuk menata system pendidikan di saat wabah Covid19,” tutur Agus.
Dia mengatakan, sektor pendidikan seharusnya menjadi salah satu fokus utama pengelolaan dampak wabah Covid-19 di Tanah Air. Masa depan ribuan bahkan jutaan siswa dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi menjadi taruhan jika dalam penanganan dampak Covid-19, fokus pemerintah pada bidang ekonomi dan kesehatan semata.
“Kita harusnya bisa belajar dari Jepang di mana saat terjadi tragedi bom Hiroshima yang begitu dasyat pemerintah mereka memprioritaskan keselamatan guru dibandingkan elemen masyarakat lain karena mereka sadar bahwa hanya dengan pendidikan lah mereka bisa bangkit dari kehancuran akibat bom atom dari Sekutu,” katanya. (Baca juga: PBB: Parliamentary Threshold 7%, Demokrasi di Indonesia Mati)
Fenomena tersebut, lanjut Agus, tidak terlihat dari strategi penanganan wabah covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Berbagai kebijakan pemerintah termasuk realokasi anggaran hanya diperuntukkan penanganan wabah di bidang ekonomi dan kesehatan.
Sementara di sisi lain berbagai dampak wabah Covid-19 di bidang pendidikan terkesan diabaikan. “Ada kesan jika respons Kemendikbud begitu lamban dalam menyikapi kegelisahan mahasiswa terdampak Covid-19. Contohnya ada aspirasi mahasiswa untuk mendapatkan pemotongan uang kuliah tunggal (UKT) karena kesulitan ekonomi banyak orang tua, tapi malah dijawab Kemendikbud jika UKT tidak akan naik,” katanya.
Kegagapan kebijakan Kemendikbud, sambung Agus, juga tampak dari tidak efektifnya pembelajaran jarak jauh sebagai alternatif utama di saat sekolah dan kampus ditutup. Pembelajaran jarak jauh terkesan tidak disiapkan secara matang, baik dari sisi sarana prasarana maupun kesiapan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
“Masih ada persoalan teknis terkait perkuliahan jarak jauh di mana jaringan internet belum merata sehingga ada mahasiswa yang terpaksa tidak lulus karena tidak bisa ikut perkuliahan karena minimnya jaringan internet,” ujarnya.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai perlu ada perbaikan komunikasi publik yang harus dilakukan jajaran Kemendibud dalam menyosialisasikan berbagai kebijakan bidang pendidikan selama masa pandemi Covid-19.
Menurut dia, harusnya mendikbud aktif tampil publik menyampaikan sendiri berbagai kebijakan kemendikbud terkait pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi maupun tingkatan pendidikan lain.
“Banyak kegelisahan dari peserta didik, orang tua murid, guru, dosen, hingga pengelola perguruan tinggi swasta karena dampak Covid-19, harusnya kegelisahan ini dijawab secara langsung oleh Mas Menteri karena saya yakin sudah banyak kebijakan yang dihasilkan jajaran Kemendikbud dalam menyikapi berbagai isu pendidikan selama Covid-19,” tuturnya.
Politikus PKB ini menggarisbawahi kebijakan Kemendikbud terkait UKT. Menurut dia, kebijakan penundaan, pemotongan, maupun sistem angsuran yang diberikan kepada mahasiswa dalam membayar UKT harus dikawal secara khusus. Jangan sampai kebijakan tersebut hanya indah di atas kertas, namun memble di tingkat pelaksanaan.
“Saya usulkan dibentuk task force yang mengawal kebijakan UKT hingga tingkat kampus karena Kemendikbud menyerahkan sepenuhnya kebijakan UKT tersebut kepada masing-masing perguruan tinggi,” katanya.
Sementara itu Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendibud Aris Junaidi mengatakan Kemendikbud telah bertindak cepat dalam menyikapi berbagai isu di bidang pendidikan.
Menurut dia, prinsip utama berbagai kebijakan Kemendikbud selama Covid adalah menempatkan keselamatan dan kesehatan stake holder bidang pendidikan sebagai prioritas utama.
“Dari prinsip utama itu lahirlah berbagai kebijakan seperti pembelajaran jarak jauh, relaksasi jadwal akademik, perpanjangan masa DO, hingga negoisasi dengan berbagai Kominfo agar mendapatkan dispensasi penggunaan kuota murah selama proses Pembelajaran Jarak Jauh,” tuturnya.
Kendati demikian, lanjut Aris, banyak kebijakan yang membutuhkan penyempurnaan. Oleh karena itu pihaknya bersedia mendengarkan berbagai masukan baik dari kalangan legislatif maupun dari kalangan mahasiswa.
“Kami sangat menghargai berbagai masukan yang disampaikan kepada kami. Kami berharap hal itu kian menyempurnakan kebijakan pendidikan di era pandemi,” katanya.
(dam)
Lihat Juga :