Pakar IPB University Jelaskan Prediksi Pandemi Covid-19 Berakhir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Fisika IPB University Profesor Husin Alatas, memberikan penjelasan tentang prediksi pandemi Covid-19 menggunakan ilmu fisika. Menurutnya, fenomena alam yang teramati saat ini merupakan akumulasi dari interaksi yang terjadi di antara berbagai komponen alam yang terkait.
Dia mencontohkan, pandemi Covid-19 merupakan salah satu fenomena dengan karakteristik yang juga mengikuti kaidah interaksi dalam fisika, sehingga dapat dimodelkan dan diprediksi.
"Model yang bisa dikembangkan salah satunya adalah berdasarkan model Ising untuk melihat pola penyebaran Covid-19 secara lokal. Model ini biasa digunakan dalam kajian zat padat. Selain itu juga digunakan model diskrit sigmoid untuk melakukan prediksi jangka panjang yang bersifat global, disamping model SIR yang banyak digunakan orang," terangnya.
Professor of Theoretical Physics ini menambahkan, hal ini erat kaitannya dengan ilmu fisika yang bersandarkan pada dua perangkat. Perangkat tersebut berupa perangkat analisis berupa matematika dan perangkat pengukuran menggunakan berbagai instrumen.
Prof Husin melanjutkan, berdasarkan kedua perangkat tersebut, fisika menjadi salah satu disiplin sains yang memiliki kemampuan untuk melakukan prediksi terhadap sebuah fenomena. Di samping kemampuan untuk mendeskripsikannya berdasarkan hukum-hukum alam fundamental yang telah diketahui.
Lebih lanjut ia menyampaikan prediksi yang bisa dilakukan melalui model matematis atau komputasi bergantung pada data hasil pengukuran di lapangan terkait kondisi terkini laju reproduksi dasar penyebaran (R0) yang menunjukkan tingkat penyebaran virus dari satu individu ke sejumlah individu dalam rentang waktu tertentu.
Dari sudut pandang fisika, lanjut Prof Husin, membatasi intensitas interaksi melalui “physical distancing” dan penggunaan masker memang merupakan dua cara yang paling ampuh untuk mencegah penyebaran Covid-19, di samping melalui upaya vaksinasi. Kedua cara tersebut secara signifikan mampu menurunkan tingkat intensitas interaksi antar orang.
Berdasarkan pemodelan diskrit sigmoid yang dikembangkan oleh Departemen Fisika IPB University, apabila laju reproduksi dasar penyebaran yang relatif kecil yang terjadi belakangan ini terus berlanjut dan tidak mengalami peningkatan signifikan setelah libur nataru, dapat diprediksi bahwa pandemi Covid-19 dapat segera berakhir dan berubah menjadi fenomena endemik.
Fenomena ini akan terjadi dengan catatan “physical distancing” serta penggunaan masker tetap dilakukan hingga kondisi endemik tercapai. Tidak hanya itu, kondisi tersebut juga dapat tercapai bila varian baru Omicron dapat ditangani pencegahan penularannya dengan baik.
Belajar dari sejarah sebuah pandemi, ia menyampaikan bahwa hal ini sangat bergantung pada berbagai faktor. Faktor yang dimaksud seperti jumlah kepadatan penduduk serta pola mobilitas, tingkat kesadaran pentingnya mengikuti arahan dari otoritas kesehatan masyarakat dan lainnya.
"Sejarah menunjukkan bahwa “Spanish Flu Pandemic” di awal abad 20 lalu, saat penduduk bumi masih relatif sedikit, berlangsung sekitar 2-5 tahun dengan ditandai beberapa kali gelombang puncak pandemi," katanya.
Namun demikian, katanya, perlu dicatat bahwa meski jumlah penduduk bumi saat ini telah bertambah secara signifikan dibanding awal abad 20 lalu, kemajuan sains dan ketersediaan teknologi informasi yang memudahkan orang berkomunikasi secara global, merupakan faktor-faktor yang dapat mempercepat berakhirnya pandemi.
Dosen IPB University itu melanjutkan, apabila melihat kecenderungan perkembangan belakangan ini, mengurangi interaksi yang bersifat kerumunan massa merupakan kunci utama bertansformasinya pandemik menjadi endemik. Upaya ini dapat dibarengi dengan memperlonggar interaksi orang dalam grup kecil.
Tidak hanya itu, ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bertingkat yang dilakukan oleh pemerintah harus diakui memberikan dampak positif bagi terwujudnya perubahan tersebut.
Tentunya perubahan tersebut terjadi tanpa mengenyampingkan fakta bahwa mulai kembalinya interaksi di masyarakat merupakan salah satu keniscayaan dalam pulihnya kembali roda perekonomian.
Dia mencontohkan, pandemi Covid-19 merupakan salah satu fenomena dengan karakteristik yang juga mengikuti kaidah interaksi dalam fisika, sehingga dapat dimodelkan dan diprediksi.
"Model yang bisa dikembangkan salah satunya adalah berdasarkan model Ising untuk melihat pola penyebaran Covid-19 secara lokal. Model ini biasa digunakan dalam kajian zat padat. Selain itu juga digunakan model diskrit sigmoid untuk melakukan prediksi jangka panjang yang bersifat global, disamping model SIR yang banyak digunakan orang," terangnya.
Professor of Theoretical Physics ini menambahkan, hal ini erat kaitannya dengan ilmu fisika yang bersandarkan pada dua perangkat. Perangkat tersebut berupa perangkat analisis berupa matematika dan perangkat pengukuran menggunakan berbagai instrumen.
Prof Husin melanjutkan, berdasarkan kedua perangkat tersebut, fisika menjadi salah satu disiplin sains yang memiliki kemampuan untuk melakukan prediksi terhadap sebuah fenomena. Di samping kemampuan untuk mendeskripsikannya berdasarkan hukum-hukum alam fundamental yang telah diketahui.
Lebih lanjut ia menyampaikan prediksi yang bisa dilakukan melalui model matematis atau komputasi bergantung pada data hasil pengukuran di lapangan terkait kondisi terkini laju reproduksi dasar penyebaran (R0) yang menunjukkan tingkat penyebaran virus dari satu individu ke sejumlah individu dalam rentang waktu tertentu.
Dari sudut pandang fisika, lanjut Prof Husin, membatasi intensitas interaksi melalui “physical distancing” dan penggunaan masker memang merupakan dua cara yang paling ampuh untuk mencegah penyebaran Covid-19, di samping melalui upaya vaksinasi. Kedua cara tersebut secara signifikan mampu menurunkan tingkat intensitas interaksi antar orang.
Berdasarkan pemodelan diskrit sigmoid yang dikembangkan oleh Departemen Fisika IPB University, apabila laju reproduksi dasar penyebaran yang relatif kecil yang terjadi belakangan ini terus berlanjut dan tidak mengalami peningkatan signifikan setelah libur nataru, dapat diprediksi bahwa pandemi Covid-19 dapat segera berakhir dan berubah menjadi fenomena endemik.
Fenomena ini akan terjadi dengan catatan “physical distancing” serta penggunaan masker tetap dilakukan hingga kondisi endemik tercapai. Tidak hanya itu, kondisi tersebut juga dapat tercapai bila varian baru Omicron dapat ditangani pencegahan penularannya dengan baik.
Belajar dari sejarah sebuah pandemi, ia menyampaikan bahwa hal ini sangat bergantung pada berbagai faktor. Faktor yang dimaksud seperti jumlah kepadatan penduduk serta pola mobilitas, tingkat kesadaran pentingnya mengikuti arahan dari otoritas kesehatan masyarakat dan lainnya.
"Sejarah menunjukkan bahwa “Spanish Flu Pandemic” di awal abad 20 lalu, saat penduduk bumi masih relatif sedikit, berlangsung sekitar 2-5 tahun dengan ditandai beberapa kali gelombang puncak pandemi," katanya.
Namun demikian, katanya, perlu dicatat bahwa meski jumlah penduduk bumi saat ini telah bertambah secara signifikan dibanding awal abad 20 lalu, kemajuan sains dan ketersediaan teknologi informasi yang memudahkan orang berkomunikasi secara global, merupakan faktor-faktor yang dapat mempercepat berakhirnya pandemi.
Dosen IPB University itu melanjutkan, apabila melihat kecenderungan perkembangan belakangan ini, mengurangi interaksi yang bersifat kerumunan massa merupakan kunci utama bertansformasinya pandemik menjadi endemik. Upaya ini dapat dibarengi dengan memperlonggar interaksi orang dalam grup kecil.
Tidak hanya itu, ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bertingkat yang dilakukan oleh pemerintah harus diakui memberikan dampak positif bagi terwujudnya perubahan tersebut.
Tentunya perubahan tersebut terjadi tanpa mengenyampingkan fakta bahwa mulai kembalinya interaksi di masyarakat merupakan salah satu keniscayaan dalam pulihnya kembali roda perekonomian.
(mpw)