IKA UPI: Indonesia Butuh Kurikulum Era Pandemi

Selasa, 09 Juni 2020 - 21:29 WIB
loading...
IKA UPI: Indonesia Butuh Kurikulum Era Pandemi
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Enggartiasto Lukita. Foto/ Istimewa
A A A
JAKARTA - Indonesia membutuhkan cara baru dalam tata kelola pendidikan selama masa pandemi dan pascapandemi Corona (Covid-19). Jangan sampai pandemi menghalangi hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan secara memadai. Karena itu, butuh kurikulum baru yang relevan dengan situasi kenormalan baru (new normal).

Setelah pandemi berlalu, sekadar menormalkan praksis sekolah tidak cukup. Yang diperlukan adalah transformasi, yaitu “desain besar” untuk mengubah sistem pendidikan secara mendasar.

Berbicara saar membuka webinar bertema "Pendidikan Bermutu di Musim Pandemi: Tantangan dan Harapan” yang digagas IKA UPI Komisariat Provinsi Maluku, Selasa (9/6/2020).

Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Enggartiasto Lukita menegaskan, visi Presiden Jokowi Widodo sudah sangat jelas menyebutkan sumber daya manusia (SDM) sebagai kunci kemajuan bangsa.

Untuk mendapatkan SDM unggul maka pendidikan satu-satunya yang bisa menentukan. Pendidikan menjadi penentu masa depan bangsa ini.

“Mari kita jujur! Sebelum pandemi saja kita merasakan ketertinggalan dibandingkan dengan beberapa negara lain yang maju. Apalagi sekarang kita di tengah pandemi. Karena itu, maka pembelajaran jarak jauh menjadi topik utama. Kita sedang beradaptasi dengan budaya baru dalam pembelajaran,” ungkap Enggartiasto dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.

Penyandang gelar doktor kehormatan (honoris causa) bidang pendidikan kewirausahaan ini menilai Kurikulum 2013 yang begitu padat tidak mungkin itu kita terapkan selama masa pandemi.

Untuk itu, kata dia, perlu konstruksi kurikulum yang relevan dengan situasi pandemi maupun pascapandemi. Artinya, Indonesia membutuhkan kurikulum era pandemi yang adaptif dengan perubahan global tersebut.

“Ini tantangan kita semua. Dalam menerapkan pembelajaran jarak jauh ini, baku mutu, standar, tidak ada yang seragam. Ini diserahkan kepada kreativitas masing-masing guru dan sekolah. Akan terjadi kesenjangan dari satu guru dengan satu guru lain, sekolah satu dengan sekolah lain, satu kota dengan kota lain, satu provinsi dengan provinsi lain yang memang tidak dipersiapkan untuk itu. Sehingga, saya berharap dari berbagai webinar ini akan ada yang lebih. Ada seuatu yang bisa dihasilkan untuk menata ulang pendidikan kita ke depan,” tutur Enggar, sapaan Enggartiasto. ( )

Dia mengatakan, IKA UPI akan menyampaian dan menyerukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengenai hal ini.

Ketua IKA UPI Bidang Pembinaan Profesi Unifah Rosyidi yang berbicara setelah Enggartiasto Lukita mengungkapkan pandemi Covid-19 membawa dampak luar biasa pada dunia pendidikan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan tidak mengakomodasi situasi ini.

Apalagi, kata dia, terjadi disparitas mencolok antara satu sekolah dengan sekolah lain atau satu daerah dengan daerah lain. Pada saat yang sama, hanya sedikit guru yang siap melakukan pembelajaran online secara mandiri. Kepemilikan siswa terhadap perangkat komunikasi juga terbatas. Belum lagi orang tua yang belum terbiasa dengan pembelajaran online.

“Pandemi adalah momentum. Masa pandemi ini adalah momentum untuk kita melakukan hal-hal besar dan mendasar. Untuk mencegah penularan virus, sementara ini para siswa harus mematuhi protokol kesehatan, seraya melakukan berbagai upaya praktis agar pendidikan berjalan normal. Benang merahnya bukan menaikan angka partisipasi sekolah seperti yang kini banyak dilakukan, tetapi melakukan perubahan menyeluruh dan mendasar kurikulum sekolah, baik dominasi kontennya maupun remodeling sistem pembelajarannya,” tutur Unifah.

Dia menegaskan, sistem pembejaran tidak bisa kembali ke suasana seperti sebelum pandemi. Selama vaksin belum ditemukan, maka semua melakukan dengan cara baru. Jika biasanya belajar di kelas dilakukan selama 6-8 jam, sekarang tidak bisa karena siswa harus berbagi ruangan kelas. Dengan semikian, pemerintah tidak bisa lagi mengharuskan 24 jam mengajar bagi guru.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kata dia, harus melakukan penyesuaian untuk menyelaraskan dengan kenormalan baru tersebut. “Dengan pandemi dan setelahnya nanti, kita tidak bisa melakukan tata kelola pendidikan secara business as usual. Kita harus melakukan dengan pendekatan kontekstual. Harus melakukan usaha-usaha khusus. Seperti misalnya membuat mudul pembelajarann. Yang penting bagaimana guru memberikan penjelasan sejelas-jelasnya sehingga anak bisa belajar bersama orang tua,” tutur Unifah.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5776 seconds (0.1#10.140)