Panduan Pembelajaran Selama Pandemi COVID-19 Dikritik Komisi X DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menilai beberapa persoalan mendasar belum dijawab oleh surat keputusan bersama (SKB) empat menteri terkait panduan pembelajaran selama pandemi COVID-19. Maka itu, dia mendesak penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait panduan pembelajaran selama pandemi COVID-19 yang baru saja dirilis bersama tiga menteri lainnya.
“Beberapa persoalan mendasar belum dijawab oleh keputusan Bersama (SKB) 4 menteri terkait panduan pembelajaran tersebut, masyarakat masih saja dibuat bingung,” ujar FIkri dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (16/6/2020). ( )
Dia mengatakan setidaknya ada tiga persoalan mendasar yang harus dicarikan solusinya terkait proses pembelajaran selama pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia. Pertama, SKB 4 menteri hanya menyinggung bagaimana proses daerah yang sudah terkategori hijau dalam pandemi dapat menyelenggarakan sistem pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Berarti hanya menyangkut soal 6 persen wilayah di Indonesia yang sudah hijau, bagaimana dengan 94 persen sisanya yang masih kuning, oranye, merah bahkan hitam,” kata Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia berpendapat seharusnya pemerintah lebih memerhatikan dukungan yang memadai bagi 94% masyarakat di wilayah lain yang terpaksa belajar dari rumah. “Ada laporan KPAI soal siswa yang sudah bosan bahkan stres, banyak orang tua yang lelah dan tidak sanggup menyediakan sarana belajar daring, atau guru-guru yang rela berjalan kaki mengajar dari rumah ke rumah karena semua keterbatasan yang ada,” jelas Fikri.
Fakta-fakta tersebut berdasarkan kenyataan bahwa di lapangan cakupan penyedia internet yang belum menjangkau 100% wilayah, minimnya transmitter TVRI di beberapa provinsi hingga kemampuan membeli pulsa dan kuota internet di antara orang tua dan guru. “Hal-hal ini harusnya dijawab, dicarikan solusi bagi mereka,” ucap FIkri.
Persoalan kedua, soal pelonggaran penggunaan dana BOS selama pandemi. “Bila BOS dilonggarkan hanya saat pandemi, kemudian diketatkan lagi usai pandemi, ini pembunuhan sekolah-sekolah, terutama swasta,” tegasnya.
Tuntutan agar BOS bias untuk bayar honor sudah berlangsung sejak sebelum pandemi. “Apalagi di saat ini tuntutan tersebut relevan disuarakan lagi,” imbuh Fikri.
Honor guru, lanjut dia, termasuk overhead belanja sekolah atau jenis pengeluaran tetap (fix cost) yang tidak mungkin dicabut lagi saat pandemi selesai, justru harus dikuatkan dan berlaku untuk seterusnya. “Kebijakan ini poin with no return,” katanya.
Persoalan ketiga soal tuntutan mahasiswa dan para orang tuanya terkait relaksasi pembayaran Uang Kuliah Tetap (UKT). “Sudah beredar tagar #mendikbud dicari mahasiswa soal UKT, mestinya ini segera direspons sebagai menteri yang sama-sama milenial,” kata Fikri.
Dia melanjutkan jangan mau kalah dengan kampus di bawah Kementerian Agama yang sudah menggulirkan pengurangan UKT. “Meski isu tersebut sempat dilanda prank karena tidak jadi dipotong, tapi mestinya kampus PTN di bawah Kemendikud lebih peduli dengan jumlah mahasiswa yang jauh lebih banyak,” tandasnya.
SKB 4 menteri ini, dinilai belum menjawab kegelisahan masyarakat dalam sektor pendidikan, mulai dari tingkat TK-PAUD hingga perguruan tinggi. “Artinya keputusan bersama 4 Mentri ini belum bisa jadi panduan untuk mensinkronkan kebijakan detail di 4 Kementerian itu,” tutupnya.
Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mengumumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) secara virtual melalui webinar, Senin (15/6). ( )
Panduan tersebut disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antar kementerian dengan tujuan untuk mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
“Beberapa persoalan mendasar belum dijawab oleh keputusan Bersama (SKB) 4 menteri terkait panduan pembelajaran tersebut, masyarakat masih saja dibuat bingung,” ujar FIkri dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (16/6/2020). ( )
Dia mengatakan setidaknya ada tiga persoalan mendasar yang harus dicarikan solusinya terkait proses pembelajaran selama pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia. Pertama, SKB 4 menteri hanya menyinggung bagaimana proses daerah yang sudah terkategori hijau dalam pandemi dapat menyelenggarakan sistem pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Berarti hanya menyangkut soal 6 persen wilayah di Indonesia yang sudah hijau, bagaimana dengan 94 persen sisanya yang masih kuning, oranye, merah bahkan hitam,” kata Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia berpendapat seharusnya pemerintah lebih memerhatikan dukungan yang memadai bagi 94% masyarakat di wilayah lain yang terpaksa belajar dari rumah. “Ada laporan KPAI soal siswa yang sudah bosan bahkan stres, banyak orang tua yang lelah dan tidak sanggup menyediakan sarana belajar daring, atau guru-guru yang rela berjalan kaki mengajar dari rumah ke rumah karena semua keterbatasan yang ada,” jelas Fikri.
Fakta-fakta tersebut berdasarkan kenyataan bahwa di lapangan cakupan penyedia internet yang belum menjangkau 100% wilayah, minimnya transmitter TVRI di beberapa provinsi hingga kemampuan membeli pulsa dan kuota internet di antara orang tua dan guru. “Hal-hal ini harusnya dijawab, dicarikan solusi bagi mereka,” ucap FIkri.
Persoalan kedua, soal pelonggaran penggunaan dana BOS selama pandemi. “Bila BOS dilonggarkan hanya saat pandemi, kemudian diketatkan lagi usai pandemi, ini pembunuhan sekolah-sekolah, terutama swasta,” tegasnya.
Tuntutan agar BOS bias untuk bayar honor sudah berlangsung sejak sebelum pandemi. “Apalagi di saat ini tuntutan tersebut relevan disuarakan lagi,” imbuh Fikri.
Honor guru, lanjut dia, termasuk overhead belanja sekolah atau jenis pengeluaran tetap (fix cost) yang tidak mungkin dicabut lagi saat pandemi selesai, justru harus dikuatkan dan berlaku untuk seterusnya. “Kebijakan ini poin with no return,” katanya.
Persoalan ketiga soal tuntutan mahasiswa dan para orang tuanya terkait relaksasi pembayaran Uang Kuliah Tetap (UKT). “Sudah beredar tagar #mendikbud dicari mahasiswa soal UKT, mestinya ini segera direspons sebagai menteri yang sama-sama milenial,” kata Fikri.
Dia melanjutkan jangan mau kalah dengan kampus di bawah Kementerian Agama yang sudah menggulirkan pengurangan UKT. “Meski isu tersebut sempat dilanda prank karena tidak jadi dipotong, tapi mestinya kampus PTN di bawah Kemendikud lebih peduli dengan jumlah mahasiswa yang jauh lebih banyak,” tandasnya.
SKB 4 menteri ini, dinilai belum menjawab kegelisahan masyarakat dalam sektor pendidikan, mulai dari tingkat TK-PAUD hingga perguruan tinggi. “Artinya keputusan bersama 4 Mentri ini belum bisa jadi panduan untuk mensinkronkan kebijakan detail di 4 Kementerian itu,” tutupnya.
Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mengumumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) secara virtual melalui webinar, Senin (15/6). ( )
Panduan tersebut disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antar kementerian dengan tujuan untuk mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
(kri)