Jeli pilih Jurusan di Detik-detik Akhir, Shafna Akhirnya Lolos SNMPTN UGM
loading...
A
A
A
“Terus saat pas di SMA Negeri 1 Temanggung kok IPA, STAN itu kan enaknya kalau IPS jadi niatan ke STAN mengendur, malah terus pengin ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistika. Kepikiran terus, ndilalah rangking saya bagus di kelas maka saya berusaha kejar terus agar bisa masuk kuota SNMPTN," ungkapnya.
Jika pilihan kemudian jatuh pada program studi Geofisika FMIPA UGM, kata Shafna, itu bukan asal memilih agar bisa diterima tetapi jauh-jauh hari memang sudah mengulik informasi soal Geofisika. Bahkan, sebelum mendaftar ia pun mencari-cari informasi terkait mata kuliah Geofisika.
“Geofisika itu apa aja, takutnya nggak sejalan terus saya juga sempet tanya kakak kelas yang sudah keterima, juga mencari informasi prospek kerjanya. Kan kebanyakan di BMKG, ya saya juga penginnya bisa kerja di BMKG, ya pokoknya Bismillah saja," ungkapnya.
Atas keberhasilan bisa melanjutkan kuliah di UGM, Shafna mengaku hal itu tidak lepas dari peran orang tuanya, terutama mendiang sang ayah. Ia selalu teringat mendiang sang ayah yang senantiasa menanamkan soal pendidikan berkualitas.
Dirinya masih teringat saat lulus dari Sekolah Dasar Muhammadiyah Parakan tahun 2016 dan kemudian meneruskan sekolah di SMP Negeri 1 Parakan. Padahal di rumahnya di Dusun Salam RT 02 RW 09, Desa Mergowati Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung juga ada Sekolah Dasar dan SMP.
“Kalau tidak mau repot, bisa saja saya sekolah deket rumah. Untuk SMP itu ada di depan, tapi maunya bapak tidak seperti itu, saya pun paham. Jadi pengin nangis jika mengenangnya, begitulah bapak menanamkan nilai-nilai pendidikan pada keluarga," ujarnya saat ditemui di rumahnya di Temanggung.
Shafna bercerita ayahnya, Tri Utoro, meninggal pada 2013 karena kecelakaan di saat menuju tempat kerja Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang. Praktis semenjak itu ia hidup bersama ibunya Siti Makrifah, kakak Dea Faria Ufa dan adik Sazkya Arsyanda, yang saat ini masih sekolah di kelas 7, Pondok Pesantren Almukmin Temanggung.
Meski tanpa sosok seorang ayah, Shafna mengingat betul apa-apa yang dilakukan bapaknya untuk pendidikan anak-anaknya. Tertanam betul pesan ayahnya dan Shafna selalu termotivasi untuk bisa mendapatkan lingkungan pendidikan terbaik sehingga tidak mengherankan jika ia bisa melalui jenjang pendidikan di sekolah-sekolah unggulan.
Bukan persoalan mudah untuk mendapatkannya, tapi Shafna selalu berusaha untuk meraihnya. Lulus dari SMP Negeri 1 Parakan tahun 2019, secara zonasi ia hanya berhak untuk bisa sekolah sekitar Parakan tetapi ia tetap berusaha mendapatkan SMA terbaik yaitu SMA Negeri 1 Temanggung.
“Ibu kan tidak paham soal-soal seperti ini. Hanya dengan kakak saya minta pertimbangan. Coba-coba, alhamdullilah melalui jalur prestasi akhirnya bisa diterima di SMA Negeri 1 Temanggung," katanya.
Jika pilihan kemudian jatuh pada program studi Geofisika FMIPA UGM, kata Shafna, itu bukan asal memilih agar bisa diterima tetapi jauh-jauh hari memang sudah mengulik informasi soal Geofisika. Bahkan, sebelum mendaftar ia pun mencari-cari informasi terkait mata kuliah Geofisika.
“Geofisika itu apa aja, takutnya nggak sejalan terus saya juga sempet tanya kakak kelas yang sudah keterima, juga mencari informasi prospek kerjanya. Kan kebanyakan di BMKG, ya saya juga penginnya bisa kerja di BMKG, ya pokoknya Bismillah saja," ungkapnya.
Atas keberhasilan bisa melanjutkan kuliah di UGM, Shafna mengaku hal itu tidak lepas dari peran orang tuanya, terutama mendiang sang ayah. Ia selalu teringat mendiang sang ayah yang senantiasa menanamkan soal pendidikan berkualitas.
Dirinya masih teringat saat lulus dari Sekolah Dasar Muhammadiyah Parakan tahun 2016 dan kemudian meneruskan sekolah di SMP Negeri 1 Parakan. Padahal di rumahnya di Dusun Salam RT 02 RW 09, Desa Mergowati Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung juga ada Sekolah Dasar dan SMP.
“Kalau tidak mau repot, bisa saja saya sekolah deket rumah. Untuk SMP itu ada di depan, tapi maunya bapak tidak seperti itu, saya pun paham. Jadi pengin nangis jika mengenangnya, begitulah bapak menanamkan nilai-nilai pendidikan pada keluarga," ujarnya saat ditemui di rumahnya di Temanggung.
Shafna bercerita ayahnya, Tri Utoro, meninggal pada 2013 karena kecelakaan di saat menuju tempat kerja Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang. Praktis semenjak itu ia hidup bersama ibunya Siti Makrifah, kakak Dea Faria Ufa dan adik Sazkya Arsyanda, yang saat ini masih sekolah di kelas 7, Pondok Pesantren Almukmin Temanggung.
Meski tanpa sosok seorang ayah, Shafna mengingat betul apa-apa yang dilakukan bapaknya untuk pendidikan anak-anaknya. Tertanam betul pesan ayahnya dan Shafna selalu termotivasi untuk bisa mendapatkan lingkungan pendidikan terbaik sehingga tidak mengherankan jika ia bisa melalui jenjang pendidikan di sekolah-sekolah unggulan.
Bukan persoalan mudah untuk mendapatkannya, tapi Shafna selalu berusaha untuk meraihnya. Lulus dari SMP Negeri 1 Parakan tahun 2019, secara zonasi ia hanya berhak untuk bisa sekolah sekitar Parakan tetapi ia tetap berusaha mendapatkan SMA terbaik yaitu SMA Negeri 1 Temanggung.
“Ibu kan tidak paham soal-soal seperti ini. Hanya dengan kakak saya minta pertimbangan. Coba-coba, alhamdullilah melalui jalur prestasi akhirnya bisa diterima di SMA Negeri 1 Temanggung," katanya.