Profil Rektor Pertama UGM Prof Dr. M. Sardjito, Pahlawan Nasional yang Namanya Diabadikan Jadi Rumah Sakit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rektor pertama Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Prof. Dr. M. Sardjito telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Aktif dalam bidang kedokteran namanya pun diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prof. Dr. M. Sardjito,MPH. adalah rektor UGM yang memimpin pada periode 1949-1961. Dia berasal dari Fakultas Kedokteran UGM. Ketika dia menjabat sebutan rektor belum disandangnya melainkan Presiden Universiteit. Gelar Pahlawan Nasional disematkan kepada dirinya pada 2019 oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Baca: Ain, Wanita Lulusan Sarjana Kimia Ini Bersyukur Jadi Pelayan di Restoran Cepat Saji
Dikutip dari tulisan Peran Ketokohan Sardjito dalam Pendirian dan Penamaan RSUP Dr.Sardjito oleh Herman Setyawan di jurnal.ugm.ac.id, Sardjito lahir di Madiun pada 13 Agustus 1889. Sardjito merupakan putra sulung seorang guru bernama Sajit.
Dia juga tercatat sebagai lulusan School Tot Opleiding voor Indische Artsen (STOVIA) dan berhasil menjadi lulusan terbaik pada 1959. Penelitian yang dia lakukan pertama kalinya adalah penyakit influenza yang ditekuninya selama setahun yakni pada 1918-1919.
Sardjito juga berkesempatan belajar di Belanda dan mengambil perhatian khusus pada penyakit-penyakit tropis. Dia menyelesaikan disertasinya di Universitas Leiden mengenai penyakit disentri pada 1923.
Diatidak hanya menjabat sebagai Rektor UGM saja. Namun ia juga pernah menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia (UII). Ia juga tercatat berperan penting pada lahirnya Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dan Universitas Andalas di Sumatera Barat.
Sardjito telah banyak meninggalkan karya di bidang kedokteran. Salah satu peninggalannya paling terkenal adalah obat batu ginjal yang hingga saat ini banyak digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.
Sebagai rektor pertama UGM, Sardjito mempunyai banyak pemikiran di bidang kesehatan. Banyak tulisannya tentang kesehatan, di antaranya adalah Rhinoscleroma dan Bilharziasis dalam Masyarakat Megalistik yang ditulis bersama GHR Koeningswald.
Atas pengabdiannya, pada tahun 1958 ia memperoleh penghargaan “Bintang Gerilya”. Penghargaan ini diberikan atas berbagai perjuangan gerilya dalam rangka membela kemerdekaan Indonesia.
Prof. Dr. M. Sardjito,MPH. adalah rektor UGM yang memimpin pada periode 1949-1961. Dia berasal dari Fakultas Kedokteran UGM. Ketika dia menjabat sebutan rektor belum disandangnya melainkan Presiden Universiteit. Gelar Pahlawan Nasional disematkan kepada dirinya pada 2019 oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Baca: Ain, Wanita Lulusan Sarjana Kimia Ini Bersyukur Jadi Pelayan di Restoran Cepat Saji
Dikutip dari tulisan Peran Ketokohan Sardjito dalam Pendirian dan Penamaan RSUP Dr.Sardjito oleh Herman Setyawan di jurnal.ugm.ac.id, Sardjito lahir di Madiun pada 13 Agustus 1889. Sardjito merupakan putra sulung seorang guru bernama Sajit.
Dia juga tercatat sebagai lulusan School Tot Opleiding voor Indische Artsen (STOVIA) dan berhasil menjadi lulusan terbaik pada 1959. Penelitian yang dia lakukan pertama kalinya adalah penyakit influenza yang ditekuninya selama setahun yakni pada 1918-1919.
Sardjito juga berkesempatan belajar di Belanda dan mengambil perhatian khusus pada penyakit-penyakit tropis. Dia menyelesaikan disertasinya di Universitas Leiden mengenai penyakit disentri pada 1923.
Diatidak hanya menjabat sebagai Rektor UGM saja. Namun ia juga pernah menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia (UII). Ia juga tercatat berperan penting pada lahirnya Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dan Universitas Andalas di Sumatera Barat.
Sardjito telah banyak meninggalkan karya di bidang kedokteran. Salah satu peninggalannya paling terkenal adalah obat batu ginjal yang hingga saat ini banyak digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.
Sebagai rektor pertama UGM, Sardjito mempunyai banyak pemikiran di bidang kesehatan. Banyak tulisannya tentang kesehatan, di antaranya adalah Rhinoscleroma dan Bilharziasis dalam Masyarakat Megalistik yang ditulis bersama GHR Koeningswald.
Atas pengabdiannya, pada tahun 1958 ia memperoleh penghargaan “Bintang Gerilya”. Penghargaan ini diberikan atas berbagai perjuangan gerilya dalam rangka membela kemerdekaan Indonesia.