Makin Diakui Fungsinya di Dunia Pendidikan, Metaverse Merambah Sekolah

Kamis, 11 Agustus 2022 - 15:18 WIB
loading...
Makin Diakui Fungsinya...
Suasana penendatanganan MoU pembangunan Metaverse Sekolah Santa Ursula. Foto/Istimewa.
A A A
JAKARTA - Sekolah Santa Ursula merambah metaverse dengan membangun Metaverse Sekolah Santa Ursula. Tidak hanya mempersiapkan komunitas pembelajar berkarakter Serviam, berwawasan global, dan berbasis teknologi namun juga menyiapkan guru memasuki era dunia virtual reality.

Pengembangan Metaverse Sekolah Santa Ursula ini dilakukan Sekolah Santa Ursula Jakarta yang bekerja sama dengan Medusa Technology yang ditandai dengan penandatanganan MoU pada Rabu 10 Agustus 2022 bertempat di Sekolah Menengah Atas Santa Ursula Jakarta.

Baca juga: Digitalisasi Sekolah, Mendikbudristek Klaim Mampu Wujudkan Lompatan Pendidikan Indonesia

“Harapan kami pada pembangunan Metaverse Sekolah Santa Ursula adalah membantu siswa untuk semakin berkreasi, menjadi makin kreatif dan dapat mengikuti perkembangan zaman atau perkembangan teknologi. Dan untuk para guru supaya menjadikan pembelajaran jadi lebih menarik,” kata Ketua III Yayasan Satya Bakti Suster Moekti, melalui siaran pers, Kamis (11/8/2022).

“Semoga semua pengguna Metaverse Sekolah Santa Ursula dapat menggunakannya dengan bijak, untuk membantu dirinya berkembang secara utuh,” lanjut Suster Moekti.

Selain melakukan pembangunan sekolah virtual dalam bentuk 3-dimensi yang bisa diakses siswa Santa Ursula dari mana pun, Medusa Technology juga memberikan pelatihan cyber pedagogy buat para guru.

Project Manager Medusa Technology Maria Magdalena mengatakan, pihaknya mengkhususkan diri untuk menjadi penyedia metaverse bagi dunia pendidikan. Selain itu juga memberikan pelatihan gamifikasi belajar di dalam dunia virtual bagi guru-guru Sekolah Santa Ursula.

“Kalau berbicara tentang metaverse, siswa-siswa ini mengenal metaverse terlebih dahulu dibandingkan orang dewasa. Mereka telah memanfaatkannya untuk berkolaborasi dalam games bersama teman-temannya,” ucap Maria.

“Mereka adalah digital native, sehingga dalam bereksplorasi di dalam metaverse pun tidak akan mengalami kesulitan. Orang dewasalah yang sering mengalami kesulitan. Itu sebabnya jika ingin menjangkau mereka dalam aktivitas belajar, kita harus masuk ke dalam dunia mereka,” lanjutnya.

Seperti diketahui, saat ini metaverse sedang trend sebagai media untuk belajar dan berkolaborasi. “Metaverse sudah ada sejak tahun 2000-an, tapi baru booming akhir-akhir ini,” kata Maria.

Baca juga: Peringatan Hakteknas, Nadiem Sebut Platform Merdeka Mengajar Telah Diakses Jutaan Guru

“Pada awalnya dulu, metaverse memang dimaksudkan untuk bertemu, berkolaborasi dalam berbagai bidang, role-playing, bahkan penelitian, namun sekitar tahun 2015 mulai banyak kampus-kampus di dunia yang melirik metaverse sebagai tempat belajar, sehingga penggunaan metaverse di sekolah-sekolah Indonesia sangat layak dipertimbangkan,” lanjut Maria.

Metaverse sebagai sarana belajar juga memiliki kelebihan dalam hal interaksi antar manusia. Di dalam metaverse, wajah pengguna bisa didigitalisasi untuk membentuk avatarnya. Selama berinteraksi pun, avatar yang sudah berwajah pengguna itu bisa memiliki ekspresi yang sama dengan manusia yang mengendalikannya.

Misalnya, ketika pengguna menghadap ke kanan, avatarnya juga tampak menghadap ke kanan. Dari sini interaksi antar pengguna terjadi. “Nah jika kita pakai Zoom dalam belajar daring, ketika video dimatikan kita tidak tahu apakah orang itu masih ada di ruangan tersebut, bisa jadi dia sedang ada di ruang makan. Interaksi belajar jarak jauh pun akan makin menyenangkan, karena siswa merasa seperti main games,” kata Komisaris Medusa Technology Prof. R. Eko Indrajit.

Selain kelebihannya dalam interaksi jika dibandingkan dengan platform meeting pada umumnya, metaverse memiliki kelebihan pada eksperimen dan eksplorasi ilmu yang tidak terbatas dan bersifat menyeluruh.

“Di laboratorium sekolah, yang dicampur ya zat yang itu-itu saja, berbeda dengan laboratorium metaverse. Di sini siswa bisa mengambil zat apapun. Kalau terjadi ledakan karena campuran itu sifatnya simulatif, dari situ siswa belajar bahwa zat tersebut tidak boleh dicampur, dan mereka belajar dalam kondisi yang aman,” jelas Prof. Eko.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1983 seconds (0.1#10.140)