Pemerintah Dinilai Perlu Kembangkan Komunikasi Risiko untuk Hadapi Bencana

Rabu, 02 November 2022 - 13:02 WIB
loading...
Pemerintah Dinilai Perlu...
Dian Agustine Nuriman menyampaikan disertasinya dalam sidang promosi Doktor Ilmu Komunikasi di Sahid Sudirman Residence, Universitas Sahid Jakarta. Foto/Istimewa.
A A A
JAKARTA - Indonesia sebagai negara yang rawan terhadap bencana alam diharapkan mampu membangun komunikasi risiko secara terintegrasi dengan sejumlah stakeholders. Hal ini diperlukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa serta bisa secara efektif menghadapi bencana alam yang tidak terduga.

“Sudah seharusnya pemerintah dan stakeholder berkolaborasi untuk menghadapi bencana alam, termasuk ancaman tsunami, dengan melaksanakan komunikasi risiko yang terintegrasi,” kata Dian Agustine Nuriman, founder NAGARU Communication, dalam keterangannya, Rabu (2/11/2022).

Dian mengatakan hal tersebut terkait dengan disertasi berjudul “Model Komunikasi Risiko dalam Menghadapi Bencana Alam Tsunami melalui Stakeholder Engagement (Kasus Tsunami Selat Sunda 2018 di Umang Beach Club Private Island resort Hotel)” yang disampaikannya dalam sidang Promosi Doktor Ilmu Komunikasi di Sahid Sudirman Residence, Universitas Sahid Jakarta.

Baca juga: 5 Tips Jitu Lolos Beasiswa ke Luar Negeri dengan IPK 2 Koma

Sebagai CEO Umang Beach Club Private Resort Hotel, Dian melakukan kajian itu menemukan tiga kebaruan (novelties). Pertama, Dian menemukan model komunikasi risiko tsunami TRICOTSE (Tsunami Risk Communication Through Stakeholder Engagement). Di dalamnya melibatkan delapan stakeholders dan memiliki enam unsur, yaitu kolaborasi komunikasi pemangku kepentingan terpadu, pengelolaan pesan, media dan aktifitas komunikasi, pemangku kepentingan, perubahan perilaku, dan pengurangan risiko bencana.

“Model ini merupakan pengembangan dari model komunikasi risiko Wuhan yang hanya melibatkan tiga stakeholder,” ujarnya.

Novelties kedua, penelitian Dian menemukan ciri dan kriteria komunikasi risiko yang merupakan pengembangan dari komunikasi efektif. Ketiga, Dian mengolah kembali posisi komunikasi risiko bencana pada Disaster Management Cycle untuk dapat memahami kapan waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan yang bersifat komunikasi risiko dan komunikasi krisis di saat terjadi bencana.

“Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan paradigma post-positivisme, di mana di dalamnya dilakukan wawancara secara mendalam kepada setiap informan,” jelasnya.

Dian berharap pemerintah dan stakeholder dapat berkolaborasi dalam menghadapi bencana tsunami. “Tsunami sudah menjadi ancaman yang sangat potensial di negeri kita. Untuk itu perlu dibangun model komunikasi efektif sebagai bentuk mitigasi terhadap risiko,” katanya.

Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS), Boy Kelana Subroto, mengapresiasi riset yang dikembangkan oleh Dian. Ia sepakat bahwa Indonesia membutuhkan strategi komunikasi efektif dan kolaboratif untuk merespons kebencanaan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1554 seconds (0.1#10.140)