Galakan Karya Sastra, Komunitas Puisi Esai Makin Berkembang hingga Mancanegara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komunitas Puisi Esai menjadikan Bulan Desember setiap tahunnya sebagai momen untuk mengajak publik luas menuangkan kesaksian atas pengalaman hidup atau hal yang mereka anggap penting dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan.
"Masing-masing dari kita mengetahui atau menyimpan kasus yang menyentuh rasa kemanusiaan. Itu bisa soal ketidakadilan yang terjadi di depan mata, pelanggaran hak asasi manusia yang dialami tetangga, atau soal kemiskinan, rusaknya lingkungan hidup, kezaliman penguasa, eksploitasi atas orang yang kita kenal dan sebagainya," ujar penggagas dan pendiri Komunitas Puisi Esai Denny JA dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Dia merujuk pernyataan seorang ahli matematika Amerika-Jerman bernama Daniel J. Bernstein, yakni "Publish or Perished!". "Publish or Perished dapat kita terjemahkan menjadi 'Ayo, berikan kesaksian. Tuliskan kesaksianmu. Publikasikan. Atau isu itu, ketidakadilan itu, pelanggaran hak asasi itu, akan diabaikan, dan terus berulang untuk terjadi lagi’,” jelasnya.
Karena itulah, penting untuk menuangkan kesaksian dan pengalaman semacam itu dalam bentuk puisi esai. "Mengapa puisi esai? Karena agar kisah yang sebenarnya bisa menjadi lebih dramatis, lebih menyentuh hati, dan lebih lama tinggal dalam memori kolektif," jelas Denny JA.
Puisi esai sendiri merupakan genre sastra baru di Indonesia yang memadukan dua jenis pemikiran, yaitu puisi dan esai. Gagasan mengenai puisi esai pertama kali dikemukakan oleh Denny JA yang diwujudkan melalui buku pertama puisi esai berjudul "Atas Nama Cinta" yang diterbitkan pada 2012. Sejak saat itu, Komunitas Puisi Esai pun lahir dan berkembang hingga saat ini.
Kemudian pada 2020, puisi esai resmi menjadi kosakata baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam kamus, puisi esai didefinisikan sebagai “ragam karya sastra yang mengandung pesan sosial dan moral melalui kata-kata sederhana dengan pola syair, berupa fakta, fiksi, dan catatan kaki”.
Kini, setelah 10 tahun berdiri, Komunitas Puisi Esai semakin berkembang, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di sejumlah negara ASEAN, termasuk Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand. Bahkan pada Desember 2022 ini, Komunitas Puisi Esai berhasil mencapai sejumlah perkembangan signifikan.
"Pencapaian pertama, segera dibuat film layar lebar pertama berdasarkan puisi esai. Saya sudah bertemu beberapa kali dengan Direktur PFN (Produksi Film Negara) Dwi Heriyanto. Kami sudah menandatangani MoU untuk segera dieksekusi," jelas Denny JA.
Pencapaian kedua, sebanyak 25 kisah dan kesaksian atas konflik berdarah di Indonesia setelah reformasi telah didokumentasikan dalam betuk puisi esai.
"Itu kisah yang diolah dari drama di seputar konflik primordial di Era Reformasi, seperti konflik agama di Maluku (1991-2002), konflik suku Dayak versus Madura di Sampit (2001), konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), konflik rasial di Jakarta (Mei 1998) hingga konflik pendatang Bali dan penduduk asli di Lampung (2012)," ujarnya.
25 kisah tersebut ditulis sendiri oleh Denny JA dan diterbitkan menjadi buku dengan judul "Jeritan Setelah Kebebasan” (2022). Buku tersebut juga diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris dengan judul "Scream Following Liberation" (2022).
Bahkan sebanyak 13 aktivis, penulis dan tokoh masyarakat juga sudah merespon buku puisi esai ini dan menuliskan responnya dalam buku yang segera terbit dengan judul "Kaleidoskop Menolak Lupa: 13 Tanggapan Terhadap Puisi Esai Denny JA" (2022).
"Tiga dari 25 puisi esai konflik berdarah itu sedang dalam proses dituliskan menjadi skenario serial film untuk di OTT (Over The Top) atau layanan media berbasis internet," jelasnya.
"Dari puisi esai menjadi film komersial itulah tahapan berikutnya yang ingin dicapai oleh komunitas puisi esai," sambung Denny JA.
Pencapaian ketiga dari Komunitas Puisi Esai pada Desember 2022 ini adalah, dari Aceh hingga Papua, sebanyak 13 penulis senior puisi esai telah mengasuh total lebih dari 130 para penulis, aktivis, jurnalis, dosen, bahkan politisi, untuk memberikan kesaksian atas isu sosial dan mempublikasinya dalam bentuk puisi esai.
"Masing-masing penulis dibebaskan memilih isu apa saja yang memang terjadi, dan penting, untuk didramatisasi dalam puisi esai," kata Denny JA.
Pencapaian keempat, pada September 2022, Komunitas Puisi Esai ASEAN dengan bantuan pemerintah Malaysia menyelenggarakan Festival Puisi Esai antar bangsa.
"Di Bulan Desember ini, puisi esai juga akan meluas ke Kairo dan Australia. Jika sebelumnya banyak penulis puisi esai dari luar Indonesia menuliskan puisi esai dalam bahasa Indonesia, kini di luar negeri, mereka akan menuliskannya dalam bahasa Inggris," paparnya.
Pencapaian kelima, sambung Denny JA, Komunitas Puisi Esai akan segera membuat festival menulis puisi esai, dengan total hadiah 50 juta rupiah yang bisa diikuti oleh siapapun. Tujuan dari festival ini adalah untuk mengajak publik luas menuliskan isu sosial yang benar-benar terjadi, namun didramatisasi dengan fiksi, melalui puisi esai.
"Kelima kegiatan puisi esai di atas, di Bulan Desember 2022, bulan puisi esai, adalah tambahan langkah untuk ikut menghidupkan kembali tradisi “mengangkat isu sosial melalui gerakan sastra puisi esai," kata Denny JA.
"Setiap Bulan Desember, setiap tahun gerakan itu, mengangkat isu sosial melalui gerakan sastra puisi esai, akan terus dihidup-hidupkan," sambungnya.
Lebih lanjut Denny JA menjelaskan panduan membuat puisi esai, yakni:
1. Pilih satu peristiwa dalam negeri yang menggambarkan ketidakadilan, atau pelanggaran hak asasi, atau peristiwa yang mengganggu rasa kemanusiaan kita.
2. Upayakan peristiwa itu sudah menjadi berita di sumber berita yang kredibel agar dipastikan itu bukan berita yang keliru (hoaks).
3. Jadikan peristiwa di berita itu sebagai catatan kaki. Puisi esai dibuat berdasarkan catatan kaki ini. Catatan kaki dihadirkan dalam puisi. Minimal satu puisi esai terdiri dari satu catatan kaki.
4. Catatan kaki dapat ditambah, jika ada fakta lain yang penting yang perlu dirujuk dalam puisi esai itu.
5. Ciptakanlah drama di atas peristiwa true story itu. Drama yang menyentuh: ada tokoh di sana, ada konflik, ada plot cerita. Drama itu sepenuhnya fiksi untuk membuat kisah semakin menyentuh.
6. Gunakan bahasa komunikatif yang bisa dipahami bahkan oleh anak SMP sekalipun. Tapi gunakan juga kekayaan bahasa puisi seperti metafor, hiperbola, dan lain- lain.
7. Panjang dan pendek puisi tak ditentukan. Yang penting, drama yang diceritakan dalam puisi esai itu sudah cukup menyentuh. Makin pendek, makin baik.
"Masing-masing dari kita mengetahui atau menyimpan kasus yang menyentuh rasa kemanusiaan. Itu bisa soal ketidakadilan yang terjadi di depan mata, pelanggaran hak asasi manusia yang dialami tetangga, atau soal kemiskinan, rusaknya lingkungan hidup, kezaliman penguasa, eksploitasi atas orang yang kita kenal dan sebagainya," ujar penggagas dan pendiri Komunitas Puisi Esai Denny JA dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Baca Juga
Dia merujuk pernyataan seorang ahli matematika Amerika-Jerman bernama Daniel J. Bernstein, yakni "Publish or Perished!". "Publish or Perished dapat kita terjemahkan menjadi 'Ayo, berikan kesaksian. Tuliskan kesaksianmu. Publikasikan. Atau isu itu, ketidakadilan itu, pelanggaran hak asasi itu, akan diabaikan, dan terus berulang untuk terjadi lagi’,” jelasnya.
Karena itulah, penting untuk menuangkan kesaksian dan pengalaman semacam itu dalam bentuk puisi esai. "Mengapa puisi esai? Karena agar kisah yang sebenarnya bisa menjadi lebih dramatis, lebih menyentuh hati, dan lebih lama tinggal dalam memori kolektif," jelas Denny JA.
Puisi esai sendiri merupakan genre sastra baru di Indonesia yang memadukan dua jenis pemikiran, yaitu puisi dan esai. Gagasan mengenai puisi esai pertama kali dikemukakan oleh Denny JA yang diwujudkan melalui buku pertama puisi esai berjudul "Atas Nama Cinta" yang diterbitkan pada 2012. Sejak saat itu, Komunitas Puisi Esai pun lahir dan berkembang hingga saat ini.
Kemudian pada 2020, puisi esai resmi menjadi kosakata baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam kamus, puisi esai didefinisikan sebagai “ragam karya sastra yang mengandung pesan sosial dan moral melalui kata-kata sederhana dengan pola syair, berupa fakta, fiksi, dan catatan kaki”.
Kini, setelah 10 tahun berdiri, Komunitas Puisi Esai semakin berkembang, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di sejumlah negara ASEAN, termasuk Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand. Bahkan pada Desember 2022 ini, Komunitas Puisi Esai berhasil mencapai sejumlah perkembangan signifikan.
"Pencapaian pertama, segera dibuat film layar lebar pertama berdasarkan puisi esai. Saya sudah bertemu beberapa kali dengan Direktur PFN (Produksi Film Negara) Dwi Heriyanto. Kami sudah menandatangani MoU untuk segera dieksekusi," jelas Denny JA.
Pencapaian kedua, sebanyak 25 kisah dan kesaksian atas konflik berdarah di Indonesia setelah reformasi telah didokumentasikan dalam betuk puisi esai.
"Itu kisah yang diolah dari drama di seputar konflik primordial di Era Reformasi, seperti konflik agama di Maluku (1991-2002), konflik suku Dayak versus Madura di Sampit (2001), konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), konflik rasial di Jakarta (Mei 1998) hingga konflik pendatang Bali dan penduduk asli di Lampung (2012)," ujarnya.
25 kisah tersebut ditulis sendiri oleh Denny JA dan diterbitkan menjadi buku dengan judul "Jeritan Setelah Kebebasan” (2022). Buku tersebut juga diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris dengan judul "Scream Following Liberation" (2022).
Bahkan sebanyak 13 aktivis, penulis dan tokoh masyarakat juga sudah merespon buku puisi esai ini dan menuliskan responnya dalam buku yang segera terbit dengan judul "Kaleidoskop Menolak Lupa: 13 Tanggapan Terhadap Puisi Esai Denny JA" (2022).
"Tiga dari 25 puisi esai konflik berdarah itu sedang dalam proses dituliskan menjadi skenario serial film untuk di OTT (Over The Top) atau layanan media berbasis internet," jelasnya.
"Dari puisi esai menjadi film komersial itulah tahapan berikutnya yang ingin dicapai oleh komunitas puisi esai," sambung Denny JA.
Pencapaian ketiga dari Komunitas Puisi Esai pada Desember 2022 ini adalah, dari Aceh hingga Papua, sebanyak 13 penulis senior puisi esai telah mengasuh total lebih dari 130 para penulis, aktivis, jurnalis, dosen, bahkan politisi, untuk memberikan kesaksian atas isu sosial dan mempublikasinya dalam bentuk puisi esai.
"Masing-masing penulis dibebaskan memilih isu apa saja yang memang terjadi, dan penting, untuk didramatisasi dalam puisi esai," kata Denny JA.
Pencapaian keempat, pada September 2022, Komunitas Puisi Esai ASEAN dengan bantuan pemerintah Malaysia menyelenggarakan Festival Puisi Esai antar bangsa.
"Di Bulan Desember ini, puisi esai juga akan meluas ke Kairo dan Australia. Jika sebelumnya banyak penulis puisi esai dari luar Indonesia menuliskan puisi esai dalam bahasa Indonesia, kini di luar negeri, mereka akan menuliskannya dalam bahasa Inggris," paparnya.
Pencapaian kelima, sambung Denny JA, Komunitas Puisi Esai akan segera membuat festival menulis puisi esai, dengan total hadiah 50 juta rupiah yang bisa diikuti oleh siapapun. Tujuan dari festival ini adalah untuk mengajak publik luas menuliskan isu sosial yang benar-benar terjadi, namun didramatisasi dengan fiksi, melalui puisi esai.
"Kelima kegiatan puisi esai di atas, di Bulan Desember 2022, bulan puisi esai, adalah tambahan langkah untuk ikut menghidupkan kembali tradisi “mengangkat isu sosial melalui gerakan sastra puisi esai," kata Denny JA.
"Setiap Bulan Desember, setiap tahun gerakan itu, mengangkat isu sosial melalui gerakan sastra puisi esai, akan terus dihidup-hidupkan," sambungnya.
Lebih lanjut Denny JA menjelaskan panduan membuat puisi esai, yakni:
1. Pilih satu peristiwa dalam negeri yang menggambarkan ketidakadilan, atau pelanggaran hak asasi, atau peristiwa yang mengganggu rasa kemanusiaan kita.
2. Upayakan peristiwa itu sudah menjadi berita di sumber berita yang kredibel agar dipastikan itu bukan berita yang keliru (hoaks).
3. Jadikan peristiwa di berita itu sebagai catatan kaki. Puisi esai dibuat berdasarkan catatan kaki ini. Catatan kaki dihadirkan dalam puisi. Minimal satu puisi esai terdiri dari satu catatan kaki.
4. Catatan kaki dapat ditambah, jika ada fakta lain yang penting yang perlu dirujuk dalam puisi esai itu.
5. Ciptakanlah drama di atas peristiwa true story itu. Drama yang menyentuh: ada tokoh di sana, ada konflik, ada plot cerita. Drama itu sepenuhnya fiksi untuk membuat kisah semakin menyentuh.
6. Gunakan bahasa komunikatif yang bisa dipahami bahkan oleh anak SMP sekalipun. Tapi gunakan juga kekayaan bahasa puisi seperti metafor, hiperbola, dan lain- lain.
7. Panjang dan pendek puisi tak ditentukan. Yang penting, drama yang diceritakan dalam puisi esai itu sudah cukup menyentuh. Makin pendek, makin baik.
(mpw)