Mahasiswa ITS Gagas Alat Pendeteksi Tsunami 30 Menit Lebih Awal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bencana tsunami menjadi salah satu fenomena alam yang banyak memakan korban jiwa. Tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pun menggagas sebuah inovasi berupa alat pendeteksi dini bencana alam tsunami yang berbasis infrasound bernama Observatorium.
Tim mahasiswa ini terdiri dari Abdul Hadi, Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis dari Departemen Teknik Fisika ITS. Para mahasiswa yang tergabung ke dalam tim Sapu Jagad ini menggagas ide cemerlang yang dituangkan pada cabang perlombaan Karya Tulis Ilmiah (KTI) berjudul Deteksi Dini Tsunami Menggunakan Sinyal Frekuensi Rendah (Infrasound) Berbasis Bayesian Infrasound Source Localization (BISL) dan Triangulasi Observatorium yang Ada di Indonesia.
Ketua tim Sapu Jagad Abdul Hadi menerangkan bahwa inovasi yang digagas oleh timnya ini berbeda dengan alat pendeteksi tsunami yang sudah ada. Observatorium ini dapat mendeteksi tsunami melalui infrasound atau suara dengan frekuensi rendah yang ditimbulkan dari adanya pergeseran lempeng bumi. “Infrasound kami jadikan sebagai sumber deteksi karena memiliki beberapa keunggulan,” jelasnya, melalui siaran pers, Selasa (13/12/2022).
Baca juga: UGM Lakukan Pemetaan Area Terdampak Gempa Bumi Cianjur
Keunggulan tersebut dikarenakan frekuensi infrasound yang relatif rendah, yaitu berkisar antara 0 - 20 Hertz. Hal itu membuat kemungkinan adanya pelemahan sinyal akibat dari gangguan sinyal lain sangat rendah. Sehingga data mentah grafik infrasound yang didapatkan tidak memiliki banyak perubahan dan masih selaras dengan gelombang infrasound yang dihasilkan dari pergeseran lempeng bumi.
Observatorium yang dirancang oleh tim Sapu Jagad ini didesain membentuk sebuah elemen segi lima yang nantinya akan ditempatkan di atas tanah dan diberi jarak 1 - 3 kilometer antarelemen. Setiap elemen juga ditunjang dengan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi sumber infrasound yang timbul, serta filter noise reduction untuk meminimalisir adanya sinyal yang dapat mengganggu Observatorium mendeteksi lokasi pergeseran lempeng bumi atau yang kerap disebut dengan gempa ini.
Selain memberikan inovasi dari segi alat, tim ini juga menyertakan rencana lokasi penempatan Observatorium di Indonesia yang disebut dengan Triangulasi Observatorium. Lokasi yang dipilih pun tidak sembarangan, melainkan berdasarkan pada peta ring of fire, peta potensi bencana, peta batuan induk, dan perpotongan garis diagonal yang dibuat pada peta.
Dari keempat landasan tersebut, tim Sapu Jagad akhirnya menentukan tiga titik lokasi yang direncanakan sebagai lokasi penempatan Observatorium, yaitu di Kota Malang, Padang, dan Palu. "Terpilihnya ketiga lokasi tersebut sudah dapat menjangkau seluruh lokasi yang ada di Indonesia apabila suatu gempa yang berpotensi tsunami terjadi," terang Ketua Himpunan Teknik Fisika ITS ini.
Mahasiswa kelahiran tahun 2000 itu juga menyebutkan bahwa cara kerja alat ini terbagi menjadi tiga proses, yaitu deteksi, asosiasi, dan lokalisasi. Proses deteksi merupakan proses awal untuk mendeteksi apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami.
Baca juga: Ubah Sampah Plastik Menjadi Listrik, Mahasiswa ITB Kembangkan Sistem Waste to Energy
Tim mahasiswa ini terdiri dari Abdul Hadi, Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis dari Departemen Teknik Fisika ITS. Para mahasiswa yang tergabung ke dalam tim Sapu Jagad ini menggagas ide cemerlang yang dituangkan pada cabang perlombaan Karya Tulis Ilmiah (KTI) berjudul Deteksi Dini Tsunami Menggunakan Sinyal Frekuensi Rendah (Infrasound) Berbasis Bayesian Infrasound Source Localization (BISL) dan Triangulasi Observatorium yang Ada di Indonesia.
Ketua tim Sapu Jagad Abdul Hadi menerangkan bahwa inovasi yang digagas oleh timnya ini berbeda dengan alat pendeteksi tsunami yang sudah ada. Observatorium ini dapat mendeteksi tsunami melalui infrasound atau suara dengan frekuensi rendah yang ditimbulkan dari adanya pergeseran lempeng bumi. “Infrasound kami jadikan sebagai sumber deteksi karena memiliki beberapa keunggulan,” jelasnya, melalui siaran pers, Selasa (13/12/2022).
Baca juga: UGM Lakukan Pemetaan Area Terdampak Gempa Bumi Cianjur
Keunggulan tersebut dikarenakan frekuensi infrasound yang relatif rendah, yaitu berkisar antara 0 - 20 Hertz. Hal itu membuat kemungkinan adanya pelemahan sinyal akibat dari gangguan sinyal lain sangat rendah. Sehingga data mentah grafik infrasound yang didapatkan tidak memiliki banyak perubahan dan masih selaras dengan gelombang infrasound yang dihasilkan dari pergeseran lempeng bumi.
Observatorium yang dirancang oleh tim Sapu Jagad ini didesain membentuk sebuah elemen segi lima yang nantinya akan ditempatkan di atas tanah dan diberi jarak 1 - 3 kilometer antarelemen. Setiap elemen juga ditunjang dengan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi sumber infrasound yang timbul, serta filter noise reduction untuk meminimalisir adanya sinyal yang dapat mengganggu Observatorium mendeteksi lokasi pergeseran lempeng bumi atau yang kerap disebut dengan gempa ini.
Selain memberikan inovasi dari segi alat, tim ini juga menyertakan rencana lokasi penempatan Observatorium di Indonesia yang disebut dengan Triangulasi Observatorium. Lokasi yang dipilih pun tidak sembarangan, melainkan berdasarkan pada peta ring of fire, peta potensi bencana, peta batuan induk, dan perpotongan garis diagonal yang dibuat pada peta.
Dari keempat landasan tersebut, tim Sapu Jagad akhirnya menentukan tiga titik lokasi yang direncanakan sebagai lokasi penempatan Observatorium, yaitu di Kota Malang, Padang, dan Palu. "Terpilihnya ketiga lokasi tersebut sudah dapat menjangkau seluruh lokasi yang ada di Indonesia apabila suatu gempa yang berpotensi tsunami terjadi," terang Ketua Himpunan Teknik Fisika ITS ini.
Mahasiswa kelahiran tahun 2000 itu juga menyebutkan bahwa cara kerja alat ini terbagi menjadi tiga proses, yaitu deteksi, asosiasi, dan lokalisasi. Proses deteksi merupakan proses awal untuk mendeteksi apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami.
Baca juga: Ubah Sampah Plastik Menjadi Listrik, Mahasiswa ITB Kembangkan Sistem Waste to Energy