Inovasi Mahasiswa ITS, Bambu Jadi Bahan Bakar Pengganti Batubara di PLTU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim mahasiswa ITS mempunyai gagasan baru dalam mendukung Indonesia Net Zero Emission 2060. Inovasi mereka melibatkan potensi tanaman bambu sebagai bahan bakar pengganti batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Tim mahasiswa ITS ini terdiri dari Muhammad Dzaky Kamal, Edwin Juanda Sirait, dan Mochammad Naufal Hakim yang tergabung dalam tim Gryffindor. Gagasan mereka dituangkan dalam esai berjudul Potensi Tanaman Bambu sebagai Bahan Bakar Co-Firing dengan Teknologi Torefaksi menuju Indonesia Net Zero Emission 2060, limbah bambu yang banyak ditemukan di masyarakat diubah menjadi bahan bakar biomassa untuk PLTU.
Baca juga: 5 Jurusan Kuliah yang Cocok untuk Melanjutkan Profesi Polisi
Ketua Tim Gryffindor ITS Muhammad Dzaky Kamal mengungkapkan, diangkatnya inovasi tersebut berawal dari temuannya timnya, yakni bambu memiliki nilai kalor yang hampir sama dengan batu bara. Dengan temuan tersebut, tim Gryffindor memulai riset terkait penggunaan tanaman bambu sebagai bahan bakar Co-Firing pada PLTU.
Co-Firing sendiri merupakan suatu proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara untuk PLTU. Melalui penambahan biomassa tersebut diharapkan dapat menjadi solusi akan adanya pemanfaatan energi baru terbarukan. “Selanjutnya, kami mencoba untuk inovasikan biomassa lain yang berasal dari sampah atau limbah,” ucap Dzaky, melalui siaran pers, Kamis (22/12/2022).
Melalui metode torefaksi, lanjut Dzaky, tim besutan Power System Simulation Laboratory (PSSL) Departemen Teknik Elektro ITS tersebut berhasil menaikkan nilai kalor bambu sebesar 30 persen. Torefaksi merupakan pembakaran biomassa di suhu 200 derajat celcius pada keadaan kedap oksigen.
Pada tahap torefaksi ini, bambu akan dipanaskan hingga 200 derajat Celsius tersebut kemudian didinginkan. “Dari tahap torefaksi ini, kami dapatkan nilai kalor bambu sebesar 5.300, lebih tinggi dari nilai kalor batu bara yang hanya 5.100,” tambah Dzaky.
Baca juga: Dipandang Sebelah Mata, Driver Ojol Asal NTT Ini Nekat Kuliah Pascasarjana demi Mengubah Nasib
Melalui inovasi tersebut, tim Gryffindor ITS telah berhasil meraih Juara III pada Essay and Poster Competition CREATION 2022 yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, beberapa waktu lalu. Pencapaian tersebut juga tak luput dari peran dosen pembimbing tim, Dr Ir Ni Ketut Ariyani MT.
Dengan pencapaian prestasi berskala nasional tersebut, Dzaky berharap agar inovasi ini bisa mendapatkan banyak dukungan untuk proses penyempurnaannya. Sehingga ke depan bisa diterapkan oleh pemerintah dalam penggunaan bahan bakar Co-Firing di PLTU dan dapat mengurangi dampak dari jejak emisi karbon yang ada.
Tim mahasiswa ITS ini terdiri dari Muhammad Dzaky Kamal, Edwin Juanda Sirait, dan Mochammad Naufal Hakim yang tergabung dalam tim Gryffindor. Gagasan mereka dituangkan dalam esai berjudul Potensi Tanaman Bambu sebagai Bahan Bakar Co-Firing dengan Teknologi Torefaksi menuju Indonesia Net Zero Emission 2060, limbah bambu yang banyak ditemukan di masyarakat diubah menjadi bahan bakar biomassa untuk PLTU.
Baca juga: 5 Jurusan Kuliah yang Cocok untuk Melanjutkan Profesi Polisi
Ketua Tim Gryffindor ITS Muhammad Dzaky Kamal mengungkapkan, diangkatnya inovasi tersebut berawal dari temuannya timnya, yakni bambu memiliki nilai kalor yang hampir sama dengan batu bara. Dengan temuan tersebut, tim Gryffindor memulai riset terkait penggunaan tanaman bambu sebagai bahan bakar Co-Firing pada PLTU.
Co-Firing sendiri merupakan suatu proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara untuk PLTU. Melalui penambahan biomassa tersebut diharapkan dapat menjadi solusi akan adanya pemanfaatan energi baru terbarukan. “Selanjutnya, kami mencoba untuk inovasikan biomassa lain yang berasal dari sampah atau limbah,” ucap Dzaky, melalui siaran pers, Kamis (22/12/2022).
Melalui metode torefaksi, lanjut Dzaky, tim besutan Power System Simulation Laboratory (PSSL) Departemen Teknik Elektro ITS tersebut berhasil menaikkan nilai kalor bambu sebesar 30 persen. Torefaksi merupakan pembakaran biomassa di suhu 200 derajat celcius pada keadaan kedap oksigen.
Pada tahap torefaksi ini, bambu akan dipanaskan hingga 200 derajat Celsius tersebut kemudian didinginkan. “Dari tahap torefaksi ini, kami dapatkan nilai kalor bambu sebesar 5.300, lebih tinggi dari nilai kalor batu bara yang hanya 5.100,” tambah Dzaky.
Baca juga: Dipandang Sebelah Mata, Driver Ojol Asal NTT Ini Nekat Kuliah Pascasarjana demi Mengubah Nasib
Melalui inovasi tersebut, tim Gryffindor ITS telah berhasil meraih Juara III pada Essay and Poster Competition CREATION 2022 yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, beberapa waktu lalu. Pencapaian tersebut juga tak luput dari peran dosen pembimbing tim, Dr Ir Ni Ketut Ariyani MT.
Dengan pencapaian prestasi berskala nasional tersebut, Dzaky berharap agar inovasi ini bisa mendapatkan banyak dukungan untuk proses penyempurnaannya. Sehingga ke depan bisa diterapkan oleh pemerintah dalam penggunaan bahan bakar Co-Firing di PLTU dan dapat mengurangi dampak dari jejak emisi karbon yang ada.
(nnz)