7 Mitos Tentang Pesantren. Benarkah?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Memilih institusi pendidikan yang tepat untuk anak tentu adalah impian semua orang tua. Berbagai langkah ditempuh demi menggali informasi serinci mungkin terkait sekolah yang diincar. Bagi Anda yang hendak memasukkan anak ke jenjang sekolah menengah, tentu mengharapkan anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa dan mandiri. Pesantren, menjadi salah satu pilihan yang bisa dipertimbangkan.
Namun, santer beredar kabar dari mulut ke mulut, 7 hal yang menunjukkan citra buruk pesantren. Apa sajakah itu?
1. Pesantren itu jorok
Hal ini tidak jarang terungkap oleh Sebagian masyarakat. Bahkan sampai ada pameo “Belum santri kalau belum gudikan”. Gudikan, penyakit kulit yang menimbulkan gatal-gatal atau dalam bahasa medisnya disebut scabies seakan-akan menjadi penyakit langganan bagi santri di pondok pesantren.
Hal ini mengindikasikan minimnya kualitas kebersihan di pondok tersebut. Sungguh miris. Pondok Pesantren Modern Al Umanaa, pesantren yang berlokasi di dekat pusat Kota Sukabumi, justru menjunjung tinggi nilai kebersihan dalam setiap aspeknya. Baik kebersihan diri maupun lingkungan. Dalam pengawalan kesehatan dan kebersihan diri, santri dicek secara rutin dari ujung kaki
hingga ujung rambut. Peraturan dan sistem pondok mengatur penggantian seprai, penjemuran kasur, hingga pengecekan barang-barang pribadi santri. Dalam pengawalan kebersihan dan kerapian asrama pun, Al Umanaa menggunakan sistem pengecekan berbasis IT yang hasil dan evaluasi penilaiannya dapat ditindaklanjuti setiap hari dan menjadi dasar pemberian apresiasi dan konsekuensi pekanan.
Bahkan, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa sudah memiliki sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, sehingga santri sudah terbiasa dalam hal pemilahan sampah.
2. Pesantren itu tidak up to date
Pembatasan pesantren terhadap akses informasi dan komunikasi secara bebas menjadikan citra pesantren seakan-akan kudet (kurang update). Padahal, tingginya arus informasi di era saat ini menjadikan besarnya peluang adanya kabut-kabut informasi yang justru menyesatkan generasi muda kita saat ini. Informasi penting terkait krisis ekonomi global justru malah luput diketahui para generasi muda karena tenggelam dengan informasi tak penting lainnya.
Oleh karena itu Pondok Pesantren Modern Al Umanaa memfasilitasi santri dengan koran, siaran radio internal terkait pembahasan isu terkini, serta koleksi buku-buku berkualitas untuk meningkatkan wawasan santri. Santri pun dipenuhi dengan informasi isu terkini melalui studi kasus dalam pembelajaran di kelas, maupun dalam pengarahan rutin santri pada khutbah, tausiyah, dan
sejenisnya.
3.Pesantren itu kuno, gagap teknologi (gaptek)
Pesantren seringkali diidentikan dengan metode pendidikan yang konservatif (kuno). Salah satunya dilihat dari fasilitas dan mata pelajaran yang ada. Ketika pesantren tidak tampak memiliki fasilitas canggih, mata pelajaran seputar programming, serta pembatasan penggunaan gawai dan internet, seakan-akan santri akan tumbuh menjadi pribadi yang gagap teknologi.
Pada kenyataannya, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa mengajarkan santri untuk memanfaatkan berbagai kecanggihan teknologi saat ini dengan bijak dan bermanfaat, seperti penggunaan e-money dalam berbelanja di dalam pondok, bahkan sistem poin kedisiplinan, kebersihan, dan berbagai sistem lainnya sudah terdigitalisasi.
Santri pun dibekali berbagai keterampilan agar mampu menjawab tantangan di zamannya nanti seperti kemampuan problem solving, creativity, critical thinking, collaboration, communication, dan lainnya. Selain itu, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa juga memiliki tenaga pengajar yang mumpuni dalam bidang teknologi, seperti Institut Teknologi Bandung.
4.Pesantren itu mengandung kekerasan dalam senioritas
Maraknya pemberitaan di media terkait kekerasan yang dilakukan oleh oknum di lembaga pendidikan pesantren seakan-akan digeneralisir menunjukkan citra pesantren yang tinggi akan senioritas dan unsur kekerasannya. Padahal dalam Islam ditekankan bahwa semakin tinggi derajat seseorang, maka semakin tinggi pula ketakwaannya. Begitu pula di Pondok Pesantren Modern Al
Umanaa, lingkungan dibentuk sebagai cerminan persaudaraaan antar satu sama lain, di mana yang tua membimbing yang muda dan yang muda menghormati yang lebih tua. Dalam pemilihan pemimpin organisasi santri pun lebih diutamakan aspek akhlak dibanding usia. Pemberian konsekuensi dan pembimbingan santri tidak 100% dibebankan pada organisasi santri, namun masih dalam pengawalan dewan guru dan pimpinan pondok.
5.Pesantren itu makanannya seadanya, tidak bergizi
Pandangan yang juga tak jarang kita ketahui, bahwa makanan yang dikonsumsi santri jauh dari pola makan yang sehat. Baik dari sisi nutrisi dalam menu makanan, maupun waktu makan yang tidak teratur. Padahal, salah satu kunci membangun Kesehatan fisik ialah melalui pola makan yang sehat dan teratur. Di Pondok Pesantren Modern Al Umanaa, santri mendapatkan menu makanan dengan gizi seimbang dan bervariasi, agar santri tercukupi gizinya. Variasi menu pun dibuat untuk melatih santri agar tidak pilih-pilih makanan di kemudian hari. Selain itu, pola makan yang teratur diwujudkan dengan makan 3 kali sehari yang terdiri atas makan pagi di pukul 6 hingga 7 pagi, makan siang di pukul 12.00-13.00, dan makan sore di pukul 17.00 hingga sebelum maghrib. Santri tidak diperkenankan makan berat 3 jam sebelum tidur malam demi menjaga kesehatan tubuhnya.
6. Di Pesantren Hanya Belajar Agama
Pondok Pesantren Modern Al Umanaa memfasilitasi santri dengan 3 kurikulum, yaitu kurikulum kementerian agama, kementerian Pendidikan dan kebudayaan, serta kurikulum khas Al Umanaa. Kurikulum khas Al Umanaa terdiri atas pembelajaran 5 bahasa asing (Inggris, Arab, Jepang, Mandarin, dan Jerman), public speaking, literasi, pertanian dan peternakan, dan lain sebagainya. Selain itu, santri juga dibekalkan dengan berbagai macam keterampilan dalam kesehariannya seperti kemandirian, leadership, dan entrepreneuship. Oleh karena itu, tenaga pengajar Pondok Pesantren Modern Al Umanaa berasal dari berbagai latar belakang Pendidikan untuk memenuhi kualitas pengajaran pada santri.
7.Lulusan pesantren terbatas pilihan bidangnya
Masih berkaitan erat dengan mitos nomor 6, Ketika pesantren diidentikan hanya belajar agama, maka lulusannya pun terkesan hanya terbatas pada bidang Pendidikan agama saja. Berprinsip bahwa setiap anak itu cerdas, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa mendorong setiap santri untuk berkarya sesuai minat, bakat, dan potensinya masing-masing. Saat ini lulusan Pondok Pesantren Modern Al Umana sudah tersebar di beberapa universitas di Indonesia seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Politeknik Negeri Jakarta, dan lainnya.
Masih ragu untuk memilih pesantren? Ayah Ibu bisa mencoba untuk mengajak sang buah hati berkunjung ke Pondok Pesantren Modern Al Umanaa Sukabumi. Al Umanaa membuka open house setiap hari dari pukul 08.00 - 17.00. Saat berkunjung ke Al Umanaa, Ayah Ibu akan didampingi oleh Ustadz dan Ustadzah untuk berkeliling mengenal seluk beluk Al Umanaa secara mendalam.
Namun, santer beredar kabar dari mulut ke mulut, 7 hal yang menunjukkan citra buruk pesantren. Apa sajakah itu?
1. Pesantren itu jorok
Hal ini tidak jarang terungkap oleh Sebagian masyarakat. Bahkan sampai ada pameo “Belum santri kalau belum gudikan”. Gudikan, penyakit kulit yang menimbulkan gatal-gatal atau dalam bahasa medisnya disebut scabies seakan-akan menjadi penyakit langganan bagi santri di pondok pesantren.
Hal ini mengindikasikan minimnya kualitas kebersihan di pondok tersebut. Sungguh miris. Pondok Pesantren Modern Al Umanaa, pesantren yang berlokasi di dekat pusat Kota Sukabumi, justru menjunjung tinggi nilai kebersihan dalam setiap aspeknya. Baik kebersihan diri maupun lingkungan. Dalam pengawalan kesehatan dan kebersihan diri, santri dicek secara rutin dari ujung kaki
hingga ujung rambut. Peraturan dan sistem pondok mengatur penggantian seprai, penjemuran kasur, hingga pengecekan barang-barang pribadi santri. Dalam pengawalan kebersihan dan kerapian asrama pun, Al Umanaa menggunakan sistem pengecekan berbasis IT yang hasil dan evaluasi penilaiannya dapat ditindaklanjuti setiap hari dan menjadi dasar pemberian apresiasi dan konsekuensi pekanan.
Bahkan, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa sudah memiliki sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, sehingga santri sudah terbiasa dalam hal pemilahan sampah.
2. Pesantren itu tidak up to date
Pembatasan pesantren terhadap akses informasi dan komunikasi secara bebas menjadikan citra pesantren seakan-akan kudet (kurang update). Padahal, tingginya arus informasi di era saat ini menjadikan besarnya peluang adanya kabut-kabut informasi yang justru menyesatkan generasi muda kita saat ini. Informasi penting terkait krisis ekonomi global justru malah luput diketahui para generasi muda karena tenggelam dengan informasi tak penting lainnya.
Oleh karena itu Pondok Pesantren Modern Al Umanaa memfasilitasi santri dengan koran, siaran radio internal terkait pembahasan isu terkini, serta koleksi buku-buku berkualitas untuk meningkatkan wawasan santri. Santri pun dipenuhi dengan informasi isu terkini melalui studi kasus dalam pembelajaran di kelas, maupun dalam pengarahan rutin santri pada khutbah, tausiyah, dan
sejenisnya.
3.Pesantren itu kuno, gagap teknologi (gaptek)
Pesantren seringkali diidentikan dengan metode pendidikan yang konservatif (kuno). Salah satunya dilihat dari fasilitas dan mata pelajaran yang ada. Ketika pesantren tidak tampak memiliki fasilitas canggih, mata pelajaran seputar programming, serta pembatasan penggunaan gawai dan internet, seakan-akan santri akan tumbuh menjadi pribadi yang gagap teknologi.
Pada kenyataannya, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa mengajarkan santri untuk memanfaatkan berbagai kecanggihan teknologi saat ini dengan bijak dan bermanfaat, seperti penggunaan e-money dalam berbelanja di dalam pondok, bahkan sistem poin kedisiplinan, kebersihan, dan berbagai sistem lainnya sudah terdigitalisasi.
Santri pun dibekali berbagai keterampilan agar mampu menjawab tantangan di zamannya nanti seperti kemampuan problem solving, creativity, critical thinking, collaboration, communication, dan lainnya. Selain itu, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa juga memiliki tenaga pengajar yang mumpuni dalam bidang teknologi, seperti Institut Teknologi Bandung.
4.Pesantren itu mengandung kekerasan dalam senioritas
Maraknya pemberitaan di media terkait kekerasan yang dilakukan oleh oknum di lembaga pendidikan pesantren seakan-akan digeneralisir menunjukkan citra pesantren yang tinggi akan senioritas dan unsur kekerasannya. Padahal dalam Islam ditekankan bahwa semakin tinggi derajat seseorang, maka semakin tinggi pula ketakwaannya. Begitu pula di Pondok Pesantren Modern Al
Umanaa, lingkungan dibentuk sebagai cerminan persaudaraaan antar satu sama lain, di mana yang tua membimbing yang muda dan yang muda menghormati yang lebih tua. Dalam pemilihan pemimpin organisasi santri pun lebih diutamakan aspek akhlak dibanding usia. Pemberian konsekuensi dan pembimbingan santri tidak 100% dibebankan pada organisasi santri, namun masih dalam pengawalan dewan guru dan pimpinan pondok.
5.Pesantren itu makanannya seadanya, tidak bergizi
Pandangan yang juga tak jarang kita ketahui, bahwa makanan yang dikonsumsi santri jauh dari pola makan yang sehat. Baik dari sisi nutrisi dalam menu makanan, maupun waktu makan yang tidak teratur. Padahal, salah satu kunci membangun Kesehatan fisik ialah melalui pola makan yang sehat dan teratur. Di Pondok Pesantren Modern Al Umanaa, santri mendapatkan menu makanan dengan gizi seimbang dan bervariasi, agar santri tercukupi gizinya. Variasi menu pun dibuat untuk melatih santri agar tidak pilih-pilih makanan di kemudian hari. Selain itu, pola makan yang teratur diwujudkan dengan makan 3 kali sehari yang terdiri atas makan pagi di pukul 6 hingga 7 pagi, makan siang di pukul 12.00-13.00, dan makan sore di pukul 17.00 hingga sebelum maghrib. Santri tidak diperkenankan makan berat 3 jam sebelum tidur malam demi menjaga kesehatan tubuhnya.
6. Di Pesantren Hanya Belajar Agama
Pondok Pesantren Modern Al Umanaa memfasilitasi santri dengan 3 kurikulum, yaitu kurikulum kementerian agama, kementerian Pendidikan dan kebudayaan, serta kurikulum khas Al Umanaa. Kurikulum khas Al Umanaa terdiri atas pembelajaran 5 bahasa asing (Inggris, Arab, Jepang, Mandarin, dan Jerman), public speaking, literasi, pertanian dan peternakan, dan lain sebagainya. Selain itu, santri juga dibekalkan dengan berbagai macam keterampilan dalam kesehariannya seperti kemandirian, leadership, dan entrepreneuship. Oleh karena itu, tenaga pengajar Pondok Pesantren Modern Al Umanaa berasal dari berbagai latar belakang Pendidikan untuk memenuhi kualitas pengajaran pada santri.
7.Lulusan pesantren terbatas pilihan bidangnya
Masih berkaitan erat dengan mitos nomor 6, Ketika pesantren diidentikan hanya belajar agama, maka lulusannya pun terkesan hanya terbatas pada bidang Pendidikan agama saja. Berprinsip bahwa setiap anak itu cerdas, Pondok Pesantren Modern Al Umanaa mendorong setiap santri untuk berkarya sesuai minat, bakat, dan potensinya masing-masing. Saat ini lulusan Pondok Pesantren Modern Al Umana sudah tersebar di beberapa universitas di Indonesia seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Politeknik Negeri Jakarta, dan lainnya.
Masih ragu untuk memilih pesantren? Ayah Ibu bisa mencoba untuk mengajak sang buah hati berkunjung ke Pondok Pesantren Modern Al Umanaa Sukabumi. Al Umanaa membuka open house setiap hari dari pukul 08.00 - 17.00. Saat berkunjung ke Al Umanaa, Ayah Ibu akan didampingi oleh Ustadz dan Ustadzah untuk berkeliling mengenal seluk beluk Al Umanaa secara mendalam.
(srf)