Bangga, Karya Mahasiswa ITS Tampil pada Pameran Internasional di Korea
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berkuliah di kampus yang berbasis sains dan teknologi tidak berarti menyurutkan langkah mahasiswa untuk menyalurkan jiwa kreativitasnya di bidang seni. Seperti yang ditunjukkan oleh dua mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) yang telah berhasil memboyong penghargaan pada International Ocean Arts Festival (IOAF) 2022 dan memamerkan karyanya di perhelatan pameran berskala internasional di Jeju, Korea, beberapa waktu lalu.
Keduanya adalah Aqila Ramadhani dan Dima Noor Virgiani. Kedua mahasiswi dari Departemen Desain Komunikasi Visual (DKV) tersebut berhasil memboyong penghargaan pada kategori International College Students Starfish Award. Aqila Ramadhani dengan perolehan Silver Award dan Dima Noor Virgiani dengan perolehan Bronze Award.
Dima berhasil menarik perhatian juri dengan karyanya yang bertajuk To Be Honest, To Be Yourself. Berbeda dari yang lain, Dima menggunakan vektor pada karya yang dibuatnya. “Karena vektor saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh para penggiat desain,” katanya, melalui siaran pers, Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Ratusan Mahasiswa Unsoed Siap Mengabdi di Desa melalui Program KKN
Meskipun penggunaan vektor membuatnya harus bekerja dengan proses yang cukup lama dan kompleks, mahasiswi berkacamata itu percaya diri dengan karya buatannya. Ia menambahkan, selain karena penggunaan vektor, ide yang ia tuangkan pada karyanya juga layak diacungi jempol.
Pada karya digitalnya tersebut, mahasiswi angkatan 2020 ini menjabarkan terkait filosofi yang dikisahkan melalui guratan vektor pada karyanya. Melalui karyanya itu, Dima mengutarakan keinginannya mengajak orang-orang untuk menjadi dirinya sendiri. “Saya ingin orang lain menerima dirinya sendiri, terlepas dari apapun yang mereka miliki dengan jujur,” terangnya.
Dima juga menambahkan, selain mengajak orang lain untuk menerima dirinya sendiri, proses penerimaan itu juga harus disertai dengan kesadaran mengenai alam dan lingkungan sekitar. Karena, apapun yang dilakukan manusia pasti akan berdampak pada lingkungan sekitar. “Untuk itu, saya harap karya ini bisa membujuk orang-orang untuk lebih menghargai lingkungan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Dima menambahkan banyak elemen sebagai pesan tersirat pada karyanya. Ia memaparkan, objek manusia pada karyanya menggambarkan tentang manusia yang tengah berproses untuk menerima dirinya sendiri. Lalu, berbagai ornamen yang tertuang pada karyanya seperti ikan, gelembung, dan gelombang air untuk menggambarkan bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya selalu hidup beriringan.
Baca juga: Kampus Merdeka, Ini 2 Program yang Masih Dibuka untuk Mahasiswa dan Cara Daftarnya
Berbeda dengan Dima, Aqila membuat karyanya secara manual. Karyanya yang bertajuk Not Born to Perform tersebut memadukan teknik realis dengan guratan pensil dan ide cemerlangnya tentang eksploitasi hewan laut sebagai urgensi bersama. “Karya saya menggambarkan ironi atas eksploitasi paus orca yang sering dipekerjakan di taman hiburan,” ungkapnya.
Ia menuturkan, paus orca ditangkap, dibunuh, dan dipisahkan dari habitatnya untuk dijadikan “boneka pertunjukan” oleh manusia. Ironisnya lagi, penangkapan paus orca ini biasanya menargetkan paus yang masih muda. “Paus orca dilahirkan bukan untuk menjadi penghibur manusia, tetapi untuk menikmati kehidupan di alam bebas,” tandasnya mengingatkan.
Untuk menggambarkan kekhawatirannya terhadap tindak eksploitasi tersebut, Aqila menggambarkan sebuah paus yang terlilit benang dari tangan manusia. Benang tersebut digambarkan seolah mengikat dan menjebak sang paus akibat keserakahan dari manusia. “Meskipun teknik yang saya gunakan sederhana, saya percaya pesan inilah yang berhasil mengantarkan saya hingga bisa meraih penghargaan,” pungkasnya percaya diri.
Keduanya adalah Aqila Ramadhani dan Dima Noor Virgiani. Kedua mahasiswi dari Departemen Desain Komunikasi Visual (DKV) tersebut berhasil memboyong penghargaan pada kategori International College Students Starfish Award. Aqila Ramadhani dengan perolehan Silver Award dan Dima Noor Virgiani dengan perolehan Bronze Award.
Dima berhasil menarik perhatian juri dengan karyanya yang bertajuk To Be Honest, To Be Yourself. Berbeda dari yang lain, Dima menggunakan vektor pada karya yang dibuatnya. “Karena vektor saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh para penggiat desain,” katanya, melalui siaran pers, Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Ratusan Mahasiswa Unsoed Siap Mengabdi di Desa melalui Program KKN
Meskipun penggunaan vektor membuatnya harus bekerja dengan proses yang cukup lama dan kompleks, mahasiswi berkacamata itu percaya diri dengan karya buatannya. Ia menambahkan, selain karena penggunaan vektor, ide yang ia tuangkan pada karyanya juga layak diacungi jempol.
Pada karya digitalnya tersebut, mahasiswi angkatan 2020 ini menjabarkan terkait filosofi yang dikisahkan melalui guratan vektor pada karyanya. Melalui karyanya itu, Dima mengutarakan keinginannya mengajak orang-orang untuk menjadi dirinya sendiri. “Saya ingin orang lain menerima dirinya sendiri, terlepas dari apapun yang mereka miliki dengan jujur,” terangnya.
Dima juga menambahkan, selain mengajak orang lain untuk menerima dirinya sendiri, proses penerimaan itu juga harus disertai dengan kesadaran mengenai alam dan lingkungan sekitar. Karena, apapun yang dilakukan manusia pasti akan berdampak pada lingkungan sekitar. “Untuk itu, saya harap karya ini bisa membujuk orang-orang untuk lebih menghargai lingkungan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Dima menambahkan banyak elemen sebagai pesan tersirat pada karyanya. Ia memaparkan, objek manusia pada karyanya menggambarkan tentang manusia yang tengah berproses untuk menerima dirinya sendiri. Lalu, berbagai ornamen yang tertuang pada karyanya seperti ikan, gelembung, dan gelombang air untuk menggambarkan bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya selalu hidup beriringan.
Baca juga: Kampus Merdeka, Ini 2 Program yang Masih Dibuka untuk Mahasiswa dan Cara Daftarnya
Berbeda dengan Dima, Aqila membuat karyanya secara manual. Karyanya yang bertajuk Not Born to Perform tersebut memadukan teknik realis dengan guratan pensil dan ide cemerlangnya tentang eksploitasi hewan laut sebagai urgensi bersama. “Karya saya menggambarkan ironi atas eksploitasi paus orca yang sering dipekerjakan di taman hiburan,” ungkapnya.
Ia menuturkan, paus orca ditangkap, dibunuh, dan dipisahkan dari habitatnya untuk dijadikan “boneka pertunjukan” oleh manusia. Ironisnya lagi, penangkapan paus orca ini biasanya menargetkan paus yang masih muda. “Paus orca dilahirkan bukan untuk menjadi penghibur manusia, tetapi untuk menikmati kehidupan di alam bebas,” tandasnya mengingatkan.
Untuk menggambarkan kekhawatirannya terhadap tindak eksploitasi tersebut, Aqila menggambarkan sebuah paus yang terlilit benang dari tangan manusia. Benang tersebut digambarkan seolah mengikat dan menjebak sang paus akibat keserakahan dari manusia. “Meskipun teknik yang saya gunakan sederhana, saya percaya pesan inilah yang berhasil mengantarkan saya hingga bisa meraih penghargaan,” pungkasnya percaya diri.
(nnz)