Polban Kembangkan Mesin Enkapsulasi untuk Dukung Industri Halal di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Riset Enkapsulasitek dari Politeknik Negeri Bandung (Polban) berhasil mengembangkan inovasi mesin enkapsulasi nongelatin yang ramah vegetarian dan juga halal. Ini merupakan terobosan dari pendidikan vokasi yang turut berkontribusi untuk industri halal di Tanah Air.
Mesin enkapsulasi bisa dimanfaatkan oleh lembaga riset, industri kecil, maupun UMKM bidang obat modern asli Indonesia (OMAI). Selain Budi Triyono, tim periset Enkapsulasitek, Polban lainnya adalah Undiana Bambang, Edi Wahyu Sri Mulyono, Dadan Nurdin Bagenda, Albert Daniel Saragih, dan Aqil Mubarak Suherman.
Ketua tim periset Enkapsulasitek Polban Budi Triyono mengatakan, ide pengembangan mesin enkapsulasi nongelatin ini berawal dari penggunaan kapsul lunak yang terus meningkat. Kapsul-kapsul lunak tersebut biasanya diaplikasikan pada produk-produk farmasi, seperti obat -obatan, vitamin, suplemen, dan mineral.
Baca juga: Dosen UII Raih Penghargaan Top-cited Indonesian Scientist in 2022, Ini Profilnya
Namun sayangnya, material yang digunakan pada kapsul lunak biasanya menggunakan gelatin. Gelatin merupakan produk hidrolisis kolagen yang berasal dari kulit, jaringan, dan tulang sapi/kerbau atau babi.
Di negara-negara nonmuslim, gelatin biasanya menggunakan tulang babi.
Sementara itu, untuk konsumsi negara muslim, gelatin umumnya menggunakan tulang sapi. “Selain rentan dengan isu halal, kapsul lunak gelatin ini juga tidak ramah untuk kalangan vegetarian karena mereka memang tidak mengonsumsi produk hewani,” katanya, dikutip dari laman Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Rabu (4/1/2023).
Oleh karena itu, Polban pun berinovasi dengan mengembangkan mesin enkapsulasi menggunakan material nongelatin yang ramah untuk vegetarian dan terjamin kehalalannya. Material yang digunakan berasal dari karaginan yang berasal dari ekstrak rumput laut. Bahan tersebut merupakan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah didaftarkan patennya tahun lalu.
“Sebenarnya potensi tanaman Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi material nongelatin cukup banyak, tetapi memang belum banyak yang meneliti,” tambah Budi.
Baca juga: Bangga, Karya Mahasiswa ITS Tampil pada Pameran Internasional di Korea
Dia melanjutkan, inovasi mesin enkapsulasi merupakan hasil pengembangan/penyempurnaan inovasi yang dilakukan sebelumnya oleh Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB. Mereka kemudian menyempurnakan sehingga menjadi mesin yang layak produksi.
Penyempurnaan yang dilakukan oleh tim dari Polban, antara lain penyempurnaan pada sistem mekanik, instrumentasi, dan sistem kontrol mesin. Kapasitas produksi mesin juga ditingkatkan menjadi 500-2.000 kapsul lunak per jam, dari yang sebelumnya sekitar 100 kapsul lunak per jam.
Dari sisi ukuran, mesin pengembangan tim enkapsulasi inovasi Polban juga lebih besar dari yang dikembangkan oleh ITB. Namun, ukuran mesin inovasi Polban ini masih jauh lebih kecil dari mesin-mesin enkapsulasi gelatin yang umumnya berukuran besarsehingga hanya cocok untuk skala industri-industri kecil. “Mesin enkapsulasi kami ukurannya lebih kecil sehingga cocok untuk skala laboratorium maupun untuk industri-industri kecil seperti UMKM,” kata Budi.
Meskipun masih membutuhkan riset kolaboratif lanjutan untuk terus meningkatkan kinerja mesin, hasil penelitian ini sudah dapat dimanfaatkan oleh lembaga riset atau industri, khususnya UMKM bidang OMAI. Mesin ini dapat digunakan untuk memproduksi obat asli Indonesia, khususnya untuk produksi obat herbal cair yang membutuhkan kemasan dalam bentuk kapsul lunak, seperti ekstrak jahe, virgin oil, minyak ikan, vitamin E, ekstrak mengkudu, ekstrak buah merah, dan ekstrak daun jambu.
“Produk yang dihasilkan dari bahan alam tersebut umumnya memiliki kelemahan dari sisi stabilitasnya karena mudah teroksidasi serta peka pada perubahan suhu dan lingkungan. Dengan dibuat menjadi bentuk kapsul lunak maka stabilitas produk bahan alam tersebut akan dapat diperbaiki dan ditingkatkan sekaligus. Produk akan ada di bagian dalam dari kapsul lunak dan terlindungi oleh material yang bertindak sebagai kulit terluar dari kapsul lunak tersebut,” terang Budi.
Sebagai informasi, penelitian ini merupakan salah satu praktik baik dari program Riset Keilmuan Terapan Dosen PT Vokasi tahun 2021/2022 yang didanai oleh Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). Tim riset Enkapsulasitek, Polban sendiri merupakan kolaborasi dosen dan mahasiswa dari tiga prodi berbeda yang berasal dari tiga jurusan di Polban, yaitu Jurusan Teknik Mesin, Teknik Kimia, dan Teknik Elektronika.
“Semoga penelitian ini bisa menjadi percontohan untuk meningkatkan atmosfer riset dan kolaborasi antarprodi di politeknik atau di perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi (PTPPV), khususnya Polban,” tambah Budi.
Mesin enkapsulasi bisa dimanfaatkan oleh lembaga riset, industri kecil, maupun UMKM bidang obat modern asli Indonesia (OMAI). Selain Budi Triyono, tim periset Enkapsulasitek, Polban lainnya adalah Undiana Bambang, Edi Wahyu Sri Mulyono, Dadan Nurdin Bagenda, Albert Daniel Saragih, dan Aqil Mubarak Suherman.
Ketua tim periset Enkapsulasitek Polban Budi Triyono mengatakan, ide pengembangan mesin enkapsulasi nongelatin ini berawal dari penggunaan kapsul lunak yang terus meningkat. Kapsul-kapsul lunak tersebut biasanya diaplikasikan pada produk-produk farmasi, seperti obat -obatan, vitamin, suplemen, dan mineral.
Baca juga: Dosen UII Raih Penghargaan Top-cited Indonesian Scientist in 2022, Ini Profilnya
Namun sayangnya, material yang digunakan pada kapsul lunak biasanya menggunakan gelatin. Gelatin merupakan produk hidrolisis kolagen yang berasal dari kulit, jaringan, dan tulang sapi/kerbau atau babi.
Di negara-negara nonmuslim, gelatin biasanya menggunakan tulang babi.
Sementara itu, untuk konsumsi negara muslim, gelatin umumnya menggunakan tulang sapi. “Selain rentan dengan isu halal, kapsul lunak gelatin ini juga tidak ramah untuk kalangan vegetarian karena mereka memang tidak mengonsumsi produk hewani,” katanya, dikutip dari laman Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Rabu (4/1/2023).
Oleh karena itu, Polban pun berinovasi dengan mengembangkan mesin enkapsulasi menggunakan material nongelatin yang ramah untuk vegetarian dan terjamin kehalalannya. Material yang digunakan berasal dari karaginan yang berasal dari ekstrak rumput laut. Bahan tersebut merupakan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah didaftarkan patennya tahun lalu.
“Sebenarnya potensi tanaman Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi material nongelatin cukup banyak, tetapi memang belum banyak yang meneliti,” tambah Budi.
Baca juga: Bangga, Karya Mahasiswa ITS Tampil pada Pameran Internasional di Korea
Dia melanjutkan, inovasi mesin enkapsulasi merupakan hasil pengembangan/penyempurnaan inovasi yang dilakukan sebelumnya oleh Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB. Mereka kemudian menyempurnakan sehingga menjadi mesin yang layak produksi.
Penyempurnaan yang dilakukan oleh tim dari Polban, antara lain penyempurnaan pada sistem mekanik, instrumentasi, dan sistem kontrol mesin. Kapasitas produksi mesin juga ditingkatkan menjadi 500-2.000 kapsul lunak per jam, dari yang sebelumnya sekitar 100 kapsul lunak per jam.
Dari sisi ukuran, mesin pengembangan tim enkapsulasi inovasi Polban juga lebih besar dari yang dikembangkan oleh ITB. Namun, ukuran mesin inovasi Polban ini masih jauh lebih kecil dari mesin-mesin enkapsulasi gelatin yang umumnya berukuran besarsehingga hanya cocok untuk skala industri-industri kecil. “Mesin enkapsulasi kami ukurannya lebih kecil sehingga cocok untuk skala laboratorium maupun untuk industri-industri kecil seperti UMKM,” kata Budi.
Meskipun masih membutuhkan riset kolaboratif lanjutan untuk terus meningkatkan kinerja mesin, hasil penelitian ini sudah dapat dimanfaatkan oleh lembaga riset atau industri, khususnya UMKM bidang OMAI. Mesin ini dapat digunakan untuk memproduksi obat asli Indonesia, khususnya untuk produksi obat herbal cair yang membutuhkan kemasan dalam bentuk kapsul lunak, seperti ekstrak jahe, virgin oil, minyak ikan, vitamin E, ekstrak mengkudu, ekstrak buah merah, dan ekstrak daun jambu.
“Produk yang dihasilkan dari bahan alam tersebut umumnya memiliki kelemahan dari sisi stabilitasnya karena mudah teroksidasi serta peka pada perubahan suhu dan lingkungan. Dengan dibuat menjadi bentuk kapsul lunak maka stabilitas produk bahan alam tersebut akan dapat diperbaiki dan ditingkatkan sekaligus. Produk akan ada di bagian dalam dari kapsul lunak dan terlindungi oleh material yang bertindak sebagai kulit terluar dari kapsul lunak tersebut,” terang Budi.
Sebagai informasi, penelitian ini merupakan salah satu praktik baik dari program Riset Keilmuan Terapan Dosen PT Vokasi tahun 2021/2022 yang didanai oleh Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). Tim riset Enkapsulasitek, Polban sendiri merupakan kolaborasi dosen dan mahasiswa dari tiga prodi berbeda yang berasal dari tiga jurusan di Polban, yaitu Jurusan Teknik Mesin, Teknik Kimia, dan Teknik Elektronika.
“Semoga penelitian ini bisa menjadi percontohan untuk meningkatkan atmosfer riset dan kolaborasi antarprodi di politeknik atau di perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi (PTPPV), khususnya Polban,” tambah Budi.
(nnz)