Alumni UNS Jadi WNI Pertama yang Terpilih sebagai Anggota Komite Penyandang Disabilitas di PBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Alumni Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret ( UNS ) Surakarta Risnawati Utami berhasil menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pertama yang terpilih sebagai anggota komite penyandang disabilitas di Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ). Ini kisahnya yang penuh inspirasi.
Risna memang dikenal aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan isu disabilitas, hak asasi manusia, sistem penyediaan kursi roda, pembangunan perkotaan, dan advokasi kebijakan di tingkat Indonesia dan internasional.
Dia merupakan lulusan Ilmu Hukum FH UNS 1997. Selama enam tahun berada di Solo, Risna aktif berkontribusi pada Yayasan Lentera. Jiwa kepeduliannya terasah selama menjadi mahasiswa, dirinya sangat vokal terhadap penyuaraan hak-hak penyandang disabilitas.
Tak berhenti di situ, ia terpilih sebagai penerima manfaat Ford Foundation International Fellowship Program dan melanjutkan studi pada program MS in International Health Policy and Management, International Health Policy di The Heller School for Social Policy and Management at Brandeis University pada tahun 2006-2008.
Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini Pengertian Siswa Eligible pada SNBP 2023
Risna membuktikan dedikasi penuhnya pada perjuangan hak-hak disabilitas dengan mendirikan sebuah organisasi bernama Organisasi Harapan Nusantara (Ohana). Organisasi ini berfokus pada perjuangan hak-hak dan advokasi kebijakan penyandang disabilitas yang berdiri pada 6 Juli 2012.
Dalam Ohana, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan seperti penyediaan layanan alat bantu adaptif seperti kursi roda, pelatihan layanan atau reparasi, advokasi kebijakan pemerintahan, pemberdayaan ekonomi teman-teman disabilitas, dan penguatan program sekaligus promosi terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh penyandang disabilitas. Kantor Ohana terletak di Jalan Kaliurang, Dusun Kledokan, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Risna mulai aktif menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas saat berusia empat tahun. Kala itu dirinya terserang polio yang membuatnya menggunakan kursi roda untuk keperluan mobilitasnya. Ia merasa ketika dirinya dapat membantu teman-teman difabel, energi kebaikan dalam dirinya bertambah.
“Ketika kita bisa membantu teman-teman difabel atau orang lain, hal tersebut bisa memberikan energi yang positif bagi saya,” kata Risna, dikutip dari laman UNS, Sabtu (7/1/2023).
Perjalanannya menjadi komite penyandang disabilitas di PBB tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Risna harus melobi lebih dari 100 negara agar dirinya dapat terpilih menjadi komite penyandang disabilitas di PBB. Ia menjelaskan bahwa terdapat syarat minimal 120 negara yang memilihnya agar dapat menjadi komite penyandang disabilitas PBB. Mengusung spirit kebermanfaatan terhadap teman-teman disabilitas sehingga memperoleh dukungan dari berbagai pihak, Risna pun berhasil terpilih menjadi komite penyandang disabilitas di PBB.
Baca juga: Buruan Daftar! MSIB Angkatan IV Tawarkan 700 Lowongan Magang di Perusahaan Kelas Dunia
Ketika menjabat sebagai komite penyandang disabilitas di PBB sejak tahun 2014, terdapat beberapa tugas yang diemban Risna. Di PBB, ia bertugas untuk mengulas kebijakan yang terkait disabilitas, menganalisis situasi negara, merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang bisa diadopsi, memimpin penentuan hasil drafting, dan berpartisipasi aktif dalam kelompok kerja.
Risna mengatakan bahwa menurutnya sudah terdapat beberapa peraturan formal yang ada di Indonesia menyangkut hak-hak disabilitas. Di antaranya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas. Selain itu, terdapat pula Peraturan Daerah (Perda) yang sudah mengangkat isu disabilitas, namun pengimplementasiannya masih perlu ditingkatkan.
“Sebenarnya sudah banyak peraturan formal seperti Undang-Undang dan Perda yang mengatur mengenai disabilitas. Pemerintah sudah cukup sadar akan hal tersebut, namun dalam implementasinya masih perlu ditingkatkan lagi,” terang Risna.
Kiprah Risna dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas masih berlanjut hingga sekarang. Terbaru, ia tergabung dalam acara UNESCAP yang membahas mengenai peraturan-peraturan terkait disabilitas dan pengimplementasiannya. Bertempat di Jakarta, ia menjadi panelis acara UNESCAP pada Kamis Oktober 2022 lalu.
Risna berpesan pada mahasiswa UNS agar menghargai teman-teman disabilitas. Ia juga berharap agar kampus bisa semakin aksesibel bagi teman-teman disabilitas. “Saya harap, kampus bisa meningkatkan aksesibilitas bagi teman-teman disabilitas. Mahasiswa juga sebaiknya tahu bagaimana berinteraksi dan memperlakukan teman-teman disabilitas dengan benar. Jangan menganggap mereka berbeda, anggaplah mereka setara,” jelasnya.
Dalam mengarungi kehidupan, Risna memegang teguh tiga nilai kebaikan dalam dirinya. Dalam bertumbuh, ia berusaha untuk menjadi pribadi yang teguh, menyebarkan kebaikan, dan memiliki kasih sayang pada sesama. “Saya selalu promote mengenai kegigihan, kebaikan, dan compassion. Selain itu perlu memelihara hubungan baik dengan Tuhan dan sesama manusia. Keduanya harus seimbang,” pungkasnya.
Risna memang dikenal aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan isu disabilitas, hak asasi manusia, sistem penyediaan kursi roda, pembangunan perkotaan, dan advokasi kebijakan di tingkat Indonesia dan internasional.
Dia merupakan lulusan Ilmu Hukum FH UNS 1997. Selama enam tahun berada di Solo, Risna aktif berkontribusi pada Yayasan Lentera. Jiwa kepeduliannya terasah selama menjadi mahasiswa, dirinya sangat vokal terhadap penyuaraan hak-hak penyandang disabilitas.
Tak berhenti di situ, ia terpilih sebagai penerima manfaat Ford Foundation International Fellowship Program dan melanjutkan studi pada program MS in International Health Policy and Management, International Health Policy di The Heller School for Social Policy and Management at Brandeis University pada tahun 2006-2008.
Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini Pengertian Siswa Eligible pada SNBP 2023
Risna membuktikan dedikasi penuhnya pada perjuangan hak-hak disabilitas dengan mendirikan sebuah organisasi bernama Organisasi Harapan Nusantara (Ohana). Organisasi ini berfokus pada perjuangan hak-hak dan advokasi kebijakan penyandang disabilitas yang berdiri pada 6 Juli 2012.
Dalam Ohana, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan seperti penyediaan layanan alat bantu adaptif seperti kursi roda, pelatihan layanan atau reparasi, advokasi kebijakan pemerintahan, pemberdayaan ekonomi teman-teman disabilitas, dan penguatan program sekaligus promosi terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh penyandang disabilitas. Kantor Ohana terletak di Jalan Kaliurang, Dusun Kledokan, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Risna mulai aktif menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas saat berusia empat tahun. Kala itu dirinya terserang polio yang membuatnya menggunakan kursi roda untuk keperluan mobilitasnya. Ia merasa ketika dirinya dapat membantu teman-teman difabel, energi kebaikan dalam dirinya bertambah.
“Ketika kita bisa membantu teman-teman difabel atau orang lain, hal tersebut bisa memberikan energi yang positif bagi saya,” kata Risna, dikutip dari laman UNS, Sabtu (7/1/2023).
Perjalanannya menjadi komite penyandang disabilitas di PBB tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Risna harus melobi lebih dari 100 negara agar dirinya dapat terpilih menjadi komite penyandang disabilitas di PBB. Ia menjelaskan bahwa terdapat syarat minimal 120 negara yang memilihnya agar dapat menjadi komite penyandang disabilitas PBB. Mengusung spirit kebermanfaatan terhadap teman-teman disabilitas sehingga memperoleh dukungan dari berbagai pihak, Risna pun berhasil terpilih menjadi komite penyandang disabilitas di PBB.
Baca juga: Buruan Daftar! MSIB Angkatan IV Tawarkan 700 Lowongan Magang di Perusahaan Kelas Dunia
Ketika menjabat sebagai komite penyandang disabilitas di PBB sejak tahun 2014, terdapat beberapa tugas yang diemban Risna. Di PBB, ia bertugas untuk mengulas kebijakan yang terkait disabilitas, menganalisis situasi negara, merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang bisa diadopsi, memimpin penentuan hasil drafting, dan berpartisipasi aktif dalam kelompok kerja.
Risna mengatakan bahwa menurutnya sudah terdapat beberapa peraturan formal yang ada di Indonesia menyangkut hak-hak disabilitas. Di antaranya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas. Selain itu, terdapat pula Peraturan Daerah (Perda) yang sudah mengangkat isu disabilitas, namun pengimplementasiannya masih perlu ditingkatkan.
“Sebenarnya sudah banyak peraturan formal seperti Undang-Undang dan Perda yang mengatur mengenai disabilitas. Pemerintah sudah cukup sadar akan hal tersebut, namun dalam implementasinya masih perlu ditingkatkan lagi,” terang Risna.
Kiprah Risna dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas masih berlanjut hingga sekarang. Terbaru, ia tergabung dalam acara UNESCAP yang membahas mengenai peraturan-peraturan terkait disabilitas dan pengimplementasiannya. Bertempat di Jakarta, ia menjadi panelis acara UNESCAP pada Kamis Oktober 2022 lalu.
Risna berpesan pada mahasiswa UNS agar menghargai teman-teman disabilitas. Ia juga berharap agar kampus bisa semakin aksesibel bagi teman-teman disabilitas. “Saya harap, kampus bisa meningkatkan aksesibilitas bagi teman-teman disabilitas. Mahasiswa juga sebaiknya tahu bagaimana berinteraksi dan memperlakukan teman-teman disabilitas dengan benar. Jangan menganggap mereka berbeda, anggaplah mereka setara,” jelasnya.
Dalam mengarungi kehidupan, Risna memegang teguh tiga nilai kebaikan dalam dirinya. Dalam bertumbuh, ia berusaha untuk menjadi pribadi yang teguh, menyebarkan kebaikan, dan memiliki kasih sayang pada sesama. “Saya selalu promote mengenai kegigihan, kebaikan, dan compassion. Selain itu perlu memelihara hubungan baik dengan Tuhan dan sesama manusia. Keduanya harus seimbang,” pungkasnya.
(nnz)