Lagi, Indonesia Borong 117 Medali dan 7 Trophy di World Scholar's Cup Athena
A
A
A
JAKARTA - Setelah membanggakan Indonesia dengan 63 medali yang diraih siswa SD, kini 117 medali kembali diraih oleh pelajar SMA di World Scholar’s Cup di Athena.
Direktur Global Sevilla School Robertus Budi Setiono mengatakan, setelah 12 murid SD-nya meraih 63 medali di Global Round WSC Hanoi kini pelajar SMA-nya berhasil memborong 117 medali dan tujuh trophy.
Ada 77 emas yang diraih dan tim ini berkesempatan mengikuti Tournament of Champion di Yale University. "Sangatlah membanggakan bagi sekolah dan Indonesia tentunya saat mendengar anak didik kami mampu meraih penghargaan tertinggi karena menjadi team yang terbaik di Asia Tenggara," katanya di Sekolah Global Sevilla.
Robert menjelaskan, kesempatan bertarung di Yale adalah sebuah kesempatan emas. Sebab pemenang akan dilirik untuk kuliah di Yale melalui beasiswa atau jalur lain.
Robert menjelaskan, tema yang akan diangkat di Yale nanti akan sama dengan yang di Global Round yang berlangsung di Hanoi dan Athena yaitu, Unlikely World. WSC dipilih sebagai ajang tanding siswanya karena berbeda dengan olimpiade sains biasa.
WSC, kata dia, tidak hanya menilai kemampuan akademis sekolah namun lebih dari itu. Tema tahun ini ialah Unlikely World di mana setiap peserta diuji wawasannya untuk menyanggah atau menerima topik mengenai isu global melalui uji debat, menulis, dan cerdas cermat.
"Lomba debat ini juga tidak menguji kemampuan menghafal. Namun anak dididik dan diajar dan diberikan kesempatan menggali informasi tentang isu-isu yang terjadi di dunia dari berbagai macam sudut pandang," katanya.
Mewakili rekan-rekannya, Julius Owen Suherman mengatakan, setiap hari dia melatih berbicara dengan bahasa Inggris baik di rumah maupun sekolah. Motivasi dari orang tua yang selalu mengatakan berulang-ulang bahwa jika mau sukses harus bekerja keras pun sangat terpatri di sanubarinya.
Dia mengaku WSC adalah lomba yang sangat menguras otak. Meski bukan ajang olimpiade sains, katanya, namun WSC menguji wawasan ilmu pengetahuan siswa dengan kecakapan berbahasa Inggris.
Sementara, Basilio Otto mengatakan, keikutsertaanya ke WSC merupakan kesempatan dia melihat negara lain. Dia mengaku belum pernah ke Eropa apalagi untuk liburan maupun kompetisi. Dia mengaku sempat stress ketika tahu akan bertarung lagi di putaran global.
Sebab WSC mengharuskan dia untuk mampu menggali informasi ilmiah dalam mengolah pendapat mereka. "Penerbangan ke Yunani itu 14 jam. Disaat yang lain tidur karena saking grogi dan stressnya akhirnya saya belajar di dalam pesawat," jelasnya.
Direktur Global Sevilla School Robertus Budi Setiono mengatakan, setelah 12 murid SD-nya meraih 63 medali di Global Round WSC Hanoi kini pelajar SMA-nya berhasil memborong 117 medali dan tujuh trophy.
Ada 77 emas yang diraih dan tim ini berkesempatan mengikuti Tournament of Champion di Yale University. "Sangatlah membanggakan bagi sekolah dan Indonesia tentunya saat mendengar anak didik kami mampu meraih penghargaan tertinggi karena menjadi team yang terbaik di Asia Tenggara," katanya di Sekolah Global Sevilla.
Robert menjelaskan, kesempatan bertarung di Yale adalah sebuah kesempatan emas. Sebab pemenang akan dilirik untuk kuliah di Yale melalui beasiswa atau jalur lain.
Robert menjelaskan, tema yang akan diangkat di Yale nanti akan sama dengan yang di Global Round yang berlangsung di Hanoi dan Athena yaitu, Unlikely World. WSC dipilih sebagai ajang tanding siswanya karena berbeda dengan olimpiade sains biasa.
WSC, kata dia, tidak hanya menilai kemampuan akademis sekolah namun lebih dari itu. Tema tahun ini ialah Unlikely World di mana setiap peserta diuji wawasannya untuk menyanggah atau menerima topik mengenai isu global melalui uji debat, menulis, dan cerdas cermat.
"Lomba debat ini juga tidak menguji kemampuan menghafal. Namun anak dididik dan diajar dan diberikan kesempatan menggali informasi tentang isu-isu yang terjadi di dunia dari berbagai macam sudut pandang," katanya.
Mewakili rekan-rekannya, Julius Owen Suherman mengatakan, setiap hari dia melatih berbicara dengan bahasa Inggris baik di rumah maupun sekolah. Motivasi dari orang tua yang selalu mengatakan berulang-ulang bahwa jika mau sukses harus bekerja keras pun sangat terpatri di sanubarinya.
Dia mengaku WSC adalah lomba yang sangat menguras otak. Meski bukan ajang olimpiade sains, katanya, namun WSC menguji wawasan ilmu pengetahuan siswa dengan kecakapan berbahasa Inggris.
Sementara, Basilio Otto mengatakan, keikutsertaanya ke WSC merupakan kesempatan dia melihat negara lain. Dia mengaku belum pernah ke Eropa apalagi untuk liburan maupun kompetisi. Dia mengaku sempat stress ketika tahu akan bertarung lagi di putaran global.
Sebab WSC mengharuskan dia untuk mampu menggali informasi ilmiah dalam mengolah pendapat mereka. "Penerbangan ke Yunani itu 14 jam. Disaat yang lain tidur karena saking grogi dan stressnya akhirnya saya belajar di dalam pesawat," jelasnya.
(pur)