Siswa di Pelosok Bisa Jangkau Pendidikan Tinggi yang Berkualitas
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) akan menyiapkan cyber university untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0. Cyber university ini seperti pendidikan jarak jauh dengan teknologi terkini untuk mengurangi kuliah tatap muka.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir mengatakan, saat ini dunia tengah memasuki era Revolusi industri dunia keempat (4.0) yang menjadi basis dalam kehidupan manusia. Berbagai aktivitas manusia akan mengalami disrupsi tidak terkecuali dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendidikan tinggi.
“Segalanya akan menjadi tanpa batas dengan penggunaan daya komputasi dan data yang juga tidak terbatas,” katanya di Jakarta. Mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) ini menjelaskan, Kemenristek-Dikti pun akan merekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan.
Selain itu, mulai diupayakan program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Dia mengatakan, cyber university ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristek-Dikti Intan Ahmad mengatakan, untuk menyesuaikan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 maka kementerian akan memberikan hibah dan bimbingan teknis untuk reorientasi kurikulum kepada 400 perguruan tinggi.
Dia menjelaskan, reorientasi kurikulum dalam arti akan ada materi kuliah yang disesuaikan dengan perkembangan revolusi industri 4.0. “Misalnya mahasiswa harus tahu tentang big data, agar bisa membaca, menganalisis dan memanfaatkannya juga bisa programming seperti coding dan web development dan skills lain yang dibutuhkan agar bisa kompetitif di era revolusi industri 4.0,” katanya.
Rektor Universitas Terbuka Ojat Darojat mengatakan, Kemenristek-Dikti memang sangat mendorong di era digital seperti saat ini pembelajaran tradisional tatap muka harus bergeser ke distance learning dan online learning. UT yang sudah sejak lama menerapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pun siap untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi lain untuk menyelenggarakan PJJ.
Dia mengatakan, banyak sekali mahasiswa yang drop out karena tidak bisa mengikuti kuliah tatap muka dengan alasan pekerjaan, keluarga, atau komitmen sosial lainnya. Ojat mengatakan, mahasiswa yang DO atau bahkan hampir DO ini bisa pindah ke UT untuk melanjutkan studinya dengan sistem PJJ ini.
Ojat mengatakan, pihaknya mengejar target 1 juta mahasiswa hingga 2019 nanti. Caranya dengan me narik mahasiswa lulusan SMA untuk kuliah di UT. Pengamat pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji berpendapat, sebelum membentuk kampus dengan modelsiber maka harus di siapkan dulu badan akreditasi untuk menyeleksi kampus mana yang siap infrastruktur untuk menyelenggarakan kuliah dengan sistem pembelajaran online.
Hal ini, katanya, untuk bisa menghindari praktik jual-beli ijazah. Sementara pengamat pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid berpendapat, yang perlu disiapkan adalah payung hukum yang jelas tentang cyber university. (Neneng Zubaidah)
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir mengatakan, saat ini dunia tengah memasuki era Revolusi industri dunia keempat (4.0) yang menjadi basis dalam kehidupan manusia. Berbagai aktivitas manusia akan mengalami disrupsi tidak terkecuali dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendidikan tinggi.
“Segalanya akan menjadi tanpa batas dengan penggunaan daya komputasi dan data yang juga tidak terbatas,” katanya di Jakarta. Mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) ini menjelaskan, Kemenristek-Dikti pun akan merekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan.
Selain itu, mulai diupayakan program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Dia mengatakan, cyber university ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristek-Dikti Intan Ahmad mengatakan, untuk menyesuaikan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 maka kementerian akan memberikan hibah dan bimbingan teknis untuk reorientasi kurikulum kepada 400 perguruan tinggi.
Dia menjelaskan, reorientasi kurikulum dalam arti akan ada materi kuliah yang disesuaikan dengan perkembangan revolusi industri 4.0. “Misalnya mahasiswa harus tahu tentang big data, agar bisa membaca, menganalisis dan memanfaatkannya juga bisa programming seperti coding dan web development dan skills lain yang dibutuhkan agar bisa kompetitif di era revolusi industri 4.0,” katanya.
Rektor Universitas Terbuka Ojat Darojat mengatakan, Kemenristek-Dikti memang sangat mendorong di era digital seperti saat ini pembelajaran tradisional tatap muka harus bergeser ke distance learning dan online learning. UT yang sudah sejak lama menerapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pun siap untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi lain untuk menyelenggarakan PJJ.
Dia mengatakan, banyak sekali mahasiswa yang drop out karena tidak bisa mengikuti kuliah tatap muka dengan alasan pekerjaan, keluarga, atau komitmen sosial lainnya. Ojat mengatakan, mahasiswa yang DO atau bahkan hampir DO ini bisa pindah ke UT untuk melanjutkan studinya dengan sistem PJJ ini.
Ojat mengatakan, pihaknya mengejar target 1 juta mahasiswa hingga 2019 nanti. Caranya dengan me narik mahasiswa lulusan SMA untuk kuliah di UT. Pengamat pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji berpendapat, sebelum membentuk kampus dengan modelsiber maka harus di siapkan dulu badan akreditasi untuk menyeleksi kampus mana yang siap infrastruktur untuk menyelenggarakan kuliah dengan sistem pembelajaran online.
Hal ini, katanya, untuk bisa menghindari praktik jual-beli ijazah. Sementara pengamat pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid berpendapat, yang perlu disiapkan adalah payung hukum yang jelas tentang cyber university. (Neneng Zubaidah)
(nfl)