Tak Hanya Teori, Tetapi Juga Praktik
A
A
A
JAKARTA - Arini Shafia Afkari
(GEN SINDO Universitas Indonesia)
Semua peserta yang mengikuti Workshop Empowering Women Through Journalism memiliki ketertarikan di bidang jurnalistik. Meski begitu, latar belakang pendidikan mereka tidak hanya datang dari jurusan jurnalistik, tetapi juga yang lain, seperti kehutanan, matematika, perumahsakitan dan lain-lain.
“Aku mengikuti acara ini karena sejak dulu aku sangat tertarik untuk terjun di dunia jurnalistik. Banyak sekali kesan dan manfaat yang aku dapatkan dari acara ini. Ditambah lagi latar belakang pendidikan aku sesuai dengan workshop ini, yaitu jurnalistik,” kata Aisyah Nursyamsi, peserta asal Padang, Sumatera Barat.
Lain halnya dengan Aisyah, Ditha Adinda justru berasal dari jurusan Perumahsakitan. “Latar belakang pendidikanku memang bukan jurnalistik, tapi sejak dulu aku suka dunia tulis-menulis dan tertarik dengan isu-isu terkini,” ujarnya.
Pada workshop ini, para peserta tidak hanya mendapatkan ilmu secara teori saja, tetapi juga langsung mempraktikannya. “Biasanya hal yang paling melekat dalam otak adalah ketika sudah melakukan atau mempraktikannya,” tutur Aisyah.
Hal itu juga dirasakan oleh Dewi Rahmayuni, peserta asal Aceh. Dia mengungkapkan pentingnya praktik dalam proses belajar. “Sebenarnya materi sudah aku dapatkan di bangku kuliah, namun masih kurang praktik. Sekarang aku sudah bisa mempraktikannya,” ucap Dewi. Tak hanya itu, para peserta juga diberikan penilaian, kritik, dan saran oleh pembicara.
Menjadi seorang jurnalis bukanlah hal yang mudah. Seorang jurnalis tidak hanya menulis dan melaporkan suatu berita, tetapi juga harus bisa membawa pengaruh yang besar dan positif untuk orang lain. Dewi pun menyadari bahwa banyak hal yang mesti dikorbankan jika ingin menjadi seorang jurnalis.
“Menjadi jurnalis membutuhkan mental yang kuat,” tambah gadis yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta.
Di hari kedua, para peserta juga berkesempatan pergi ke pelataran Museum Fatahillah yang terletak di area Kota Tua Jakarta untuk mengambil foto menggunakan kamera digital atau kamera handphone. Ternyata, ada beberapa peserta yang belum pernah mengunjungi tempat ini.
“Jujur saja aku belum pernah ke Kota Tua Jakarta sebelumnya,” ungkap Devy Putri Nur Oktavia, peserta asal Madura, Jawa Timur, sambil diiringi tawa ringan.
Berbeda dengan Devy, Aisyah menganggap Museum Fatahillah adalah tempat yang mainstream. “Sudah banyak orang yang mengambil foto di sini. Jadi, aku sangat memikirkan foto apa yang harus aku ambil supaya tidak sama hasilnya dengan foto orang lain,” ucapnya.
Menurutnya, seorang fotografer jurnalistik harus menghasilkan foto yang dapat berbicara dan memberikan informasi. “Aku didorong untuk tidak melihat informasi yang tampak saja, tapi juga harus yang tersirat. Hal itu yang masih harus aku perdalam,” imbuh Aisyah.
Tidak hanya mendapatkan pengetahuan seputar jurnalistik saja, para peserta juga dikenalkan pada digital technologies. Doku dan Shopee membangkitkan semangat mereka untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dengan berbisnis. Selanjutnya, peserta juga bertemu dengan Vera Makki, perempuan yang sukses di bidang public relation. Menurut Aisyah, Vera sangat luar biasa.
“Darinya aku belajar bahwa tidak menutup kemungkinan seorang introvert berkarier di bidang Public Relation,” ujarnya.
Perempuan yang hobi membaca dan menulis sejak kecil ini menuturkan, dirinya adalah sosok yang pendiam dan terkadang kurang percaya diri. Namun, sekarang dia menjadi termotivasi untuk terjun di dunia komunikasi.
Keseruan semakin bertambah ketika para peserta mengunjungi @america di Pacific Place. Tempat tersebut merupakan pusat kebudayaan Amerika Serikat.
“Sepulang dari @america, motivasiku untuk belajar bahasa Inggris kembali bangkit, karena peluang melanjutkan studi di Amerika sangat tinggi,” kata Dewi.
Selain itu, para peserta juga berkesempatan melihat Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat secara langsung. Di sana mereka mendapatkan materi mengenai kebebasan jurnalistik di Amerika.
“Aku sangat bersyukur bisa datang ke sini karena banyak hal yang belum aku ketahui tentang fasilitas Kedubes untuk masyarakat, khususnya pelajar,” tutup Dewi.
(GEN SINDO Universitas Indonesia)
Semua peserta yang mengikuti Workshop Empowering Women Through Journalism memiliki ketertarikan di bidang jurnalistik. Meski begitu, latar belakang pendidikan mereka tidak hanya datang dari jurusan jurnalistik, tetapi juga yang lain, seperti kehutanan, matematika, perumahsakitan dan lain-lain.
“Aku mengikuti acara ini karena sejak dulu aku sangat tertarik untuk terjun di dunia jurnalistik. Banyak sekali kesan dan manfaat yang aku dapatkan dari acara ini. Ditambah lagi latar belakang pendidikan aku sesuai dengan workshop ini, yaitu jurnalistik,” kata Aisyah Nursyamsi, peserta asal Padang, Sumatera Barat.
Lain halnya dengan Aisyah, Ditha Adinda justru berasal dari jurusan Perumahsakitan. “Latar belakang pendidikanku memang bukan jurnalistik, tapi sejak dulu aku suka dunia tulis-menulis dan tertarik dengan isu-isu terkini,” ujarnya.
Pada workshop ini, para peserta tidak hanya mendapatkan ilmu secara teori saja, tetapi juga langsung mempraktikannya. “Biasanya hal yang paling melekat dalam otak adalah ketika sudah melakukan atau mempraktikannya,” tutur Aisyah.
Hal itu juga dirasakan oleh Dewi Rahmayuni, peserta asal Aceh. Dia mengungkapkan pentingnya praktik dalam proses belajar. “Sebenarnya materi sudah aku dapatkan di bangku kuliah, namun masih kurang praktik. Sekarang aku sudah bisa mempraktikannya,” ucap Dewi. Tak hanya itu, para peserta juga diberikan penilaian, kritik, dan saran oleh pembicara.
Menjadi seorang jurnalis bukanlah hal yang mudah. Seorang jurnalis tidak hanya menulis dan melaporkan suatu berita, tetapi juga harus bisa membawa pengaruh yang besar dan positif untuk orang lain. Dewi pun menyadari bahwa banyak hal yang mesti dikorbankan jika ingin menjadi seorang jurnalis.
“Menjadi jurnalis membutuhkan mental yang kuat,” tambah gadis yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta.
Di hari kedua, para peserta juga berkesempatan pergi ke pelataran Museum Fatahillah yang terletak di area Kota Tua Jakarta untuk mengambil foto menggunakan kamera digital atau kamera handphone. Ternyata, ada beberapa peserta yang belum pernah mengunjungi tempat ini.
“Jujur saja aku belum pernah ke Kota Tua Jakarta sebelumnya,” ungkap Devy Putri Nur Oktavia, peserta asal Madura, Jawa Timur, sambil diiringi tawa ringan.
Berbeda dengan Devy, Aisyah menganggap Museum Fatahillah adalah tempat yang mainstream. “Sudah banyak orang yang mengambil foto di sini. Jadi, aku sangat memikirkan foto apa yang harus aku ambil supaya tidak sama hasilnya dengan foto orang lain,” ucapnya.
Menurutnya, seorang fotografer jurnalistik harus menghasilkan foto yang dapat berbicara dan memberikan informasi. “Aku didorong untuk tidak melihat informasi yang tampak saja, tapi juga harus yang tersirat. Hal itu yang masih harus aku perdalam,” imbuh Aisyah.
Tidak hanya mendapatkan pengetahuan seputar jurnalistik saja, para peserta juga dikenalkan pada digital technologies. Doku dan Shopee membangkitkan semangat mereka untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dengan berbisnis. Selanjutnya, peserta juga bertemu dengan Vera Makki, perempuan yang sukses di bidang public relation. Menurut Aisyah, Vera sangat luar biasa.
“Darinya aku belajar bahwa tidak menutup kemungkinan seorang introvert berkarier di bidang Public Relation,” ujarnya.
Perempuan yang hobi membaca dan menulis sejak kecil ini menuturkan, dirinya adalah sosok yang pendiam dan terkadang kurang percaya diri. Namun, sekarang dia menjadi termotivasi untuk terjun di dunia komunikasi.
Keseruan semakin bertambah ketika para peserta mengunjungi @america di Pacific Place. Tempat tersebut merupakan pusat kebudayaan Amerika Serikat.
“Sepulang dari @america, motivasiku untuk belajar bahasa Inggris kembali bangkit, karena peluang melanjutkan studi di Amerika sangat tinggi,” kata Dewi.
Selain itu, para peserta juga berkesempatan melihat Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat secara langsung. Di sana mereka mendapatkan materi mengenai kebebasan jurnalistik di Amerika.
“Aku sangat bersyukur bisa datang ke sini karena banyak hal yang belum aku ketahui tentang fasilitas Kedubes untuk masyarakat, khususnya pelajar,” tutup Dewi.
(rhs)