Melanjutkan Kuliah dengan Dana Pinjaman
A
A
A
JAKARTA - Pinjaman biaya kuliah (dana pendidikan) kembali diwacanakan. Sejatinya, skema pinjaman untuk mahasiswa ini pernah ada 15 tahun lalu.
Namun, tidak berkelanjutan karena banyak permasalahan di dalamnya. Banyak yang khawatir kejadian ini terulang lagi.Pemerintah mendorong perbankan nasional untuk mewujudkan ide program Kredit Pendidikan. Program yang digagas langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu digadang-gadang mampu mengurangi angka putus pendidikan di perguruan tinggi.
Banyak pihak masih optimistis gagasan Jokowi ini mampu membangkitkan niat masyarakat untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi. Wakil Rektor III Institut Pertanian Bogor (IPB) bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi Dodik Ridho Nurrochmat bahkan menilai mahasiswa yang mampu membayar pinjaman dengan baik dan tepat waktu sebagai mahasiswa berkualitas mengetahui amanah yang harus diselesaikan.
Kekhawatiran terhadap kredit macet tidak akan terjadi apabila memang mahasiswa punya tanggung jawab besar untuk sekolah sebaikbaiknya lalu ketika sudah bekerja dapat bertanggung jawab dalam menyelesaikan tanggungannya. Di sinilah peran universitas untuk membina mahasiswa untuk pembentukan karakter.
“Harus terus dibimbing, terutama mereka yang mengambil pinjaman dimotivasi agar bisa mengembalikan. Lebih bagus ini dari beasiswa karena di balik kuliah ada tanggung jawabnya,” ungkap Dodik. Namun, Dodik menyarankan, pinjaman hanya diberikan kepada mahasiswa yang sudah punya usaha.
Banyak generasi masa kini yang mulai berbisnis bisa mengajukan pembiayaan untuk kuliahnya. Dodik menegaskan, pinjaman bagi mahasiswa ini sebuah kemajuan yang harus dipersiapkan dengan matang.
Akankah kebijakan ini berdampak besar bagi pendidikan di Indonesia, terutama di bidang sains dan teknologi? Dodik mengatakan, semua bergantung skala dan skema kreditnya juga tentu penyaluran tepat sasaran atau diberikan kepada orang yang tepat, amanah, dan tepat pembiayaan.
“Kalau ingin bersaing dengan negara lain, seperti Taiwan dan Korea tentu tidak cukup hanya dengan kredit mahasiswa. Perlu juga ada kebijakan, fiskal, dan etos kerja yang mendukung,” ungkapnya. Terlepas dari banyak masalah pada masa lampau, program kredit bagi mahasiswa ini bisa meningkatkan kualitas kelompok intelektual.
Pakar pendidikan Totok Amin menilai, bukan hanya semakin banyak yang berpendidikan tinggi, tapi bagaimana mereka bisa membangun kepercayaan. “Mereka yang sudah S-2 dan S-3 menjadi fondasi untuk kelas menengah ke atas. Kalau mereka dapat membangun kepercayaan sosial jadi modal kuat ke depannya dapat kepercayaan yang tinggi dari perbankan,” ungkapnya.
Pinjaman untuk studi lanjut memang mendukung dan sangat membantu yang ingin meneruskan sekolah. Memang sebenarnya sudah ada beasiswa LPDP lebih aman dari segi keuangan, tetapi proses seleksinya lebih ketat. “Pinjaman bank ini untuk mereka yang tidak mendapatkan beasiswa.
Walaupun demikian, proses seleksinya juga harus ketat, terutama untuk mencegah agar tidak gagal di tengah jalan,” ungkapnya. Totok menambahkan, Di Jakarta saja hanya sekitar 3 dari 10 lulusan SMA yang meneruskan ke jenjang perguruan tinggi.
Tentu masih harus digenjot lagi agar bertambah, sangat ironi, ibu kota negara anak mudanya hanya lulusan SMA. “Kita masih terus membutuhkan pendidikan lebih tinggi, termasuk pascasarjana seperti S-2 dan S-3 yang memang bermutu dan dipercaya. Bukan hanya ijazah dan gelar, tetapi benarbenar kompeten.
Semoga kredit mahasiswa ini sebagai tanda banyak yang serius untuk melanjutkan sekolah,” harap pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina ini. Rarastyanti, 29, senang mendapat kabar bahwa pendidikan dapat dibiayai. Niat meneruskan ke jenjang diploma pun tampaknya semakin terbuka lebar.
Meskipun sudah cukup mapan, dirinya tetap ingin membayar secara kredit setelah lulus. “Kalau sekarang bayar langsung gitu, saya tidak bisa. Kalau dicicil nanti, kemungkinan bisa ditabung dari sekarang,” ujar karyawan di bidang agency ini. Baginya, masih banyak ilmu yang ingin dia kuasai untuk meningkatkan kualitas profesinya.
Dia pun yakin dengan sistem pembiayaan ini karena memiliki pekerjaan yang akan bertahan lama sehingga dia yakin bisa membayar setelah lulus nanti. “Mau sekali, sedang atur waktu yang pas untuk bisa kuliah lagi,” ucapnya bersemangat.
Lain halnya dengan Anindya Maisun yang baru saja wisuda S-1, walaupun punya keinginan kuat untuk lanjut S-2, dia tidak tertarik untuk meminjam biaya kuliah. Merasa belum bekerja ditambah yakin akan kemampuannya, Anin lebih tertarik untuk mengincar beasiswa.
“Takut ada suatu hal, aku tidak bisa bayar. Tidak dibiasakan untuk berutang sama orang tua. Jadi, daripada dapat keringanan hari ini, tapi jadi beban di masa depan, aku lebih memilih kerja atau sekalian cari beasiswa,” ungkapnya. (Ananda Nararya)
Namun, tidak berkelanjutan karena banyak permasalahan di dalamnya. Banyak yang khawatir kejadian ini terulang lagi.Pemerintah mendorong perbankan nasional untuk mewujudkan ide program Kredit Pendidikan. Program yang digagas langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu digadang-gadang mampu mengurangi angka putus pendidikan di perguruan tinggi.
Banyak pihak masih optimistis gagasan Jokowi ini mampu membangkitkan niat masyarakat untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi. Wakil Rektor III Institut Pertanian Bogor (IPB) bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi Dodik Ridho Nurrochmat bahkan menilai mahasiswa yang mampu membayar pinjaman dengan baik dan tepat waktu sebagai mahasiswa berkualitas mengetahui amanah yang harus diselesaikan.
Kekhawatiran terhadap kredit macet tidak akan terjadi apabila memang mahasiswa punya tanggung jawab besar untuk sekolah sebaikbaiknya lalu ketika sudah bekerja dapat bertanggung jawab dalam menyelesaikan tanggungannya. Di sinilah peran universitas untuk membina mahasiswa untuk pembentukan karakter.
“Harus terus dibimbing, terutama mereka yang mengambil pinjaman dimotivasi agar bisa mengembalikan. Lebih bagus ini dari beasiswa karena di balik kuliah ada tanggung jawabnya,” ungkap Dodik. Namun, Dodik menyarankan, pinjaman hanya diberikan kepada mahasiswa yang sudah punya usaha.
Banyak generasi masa kini yang mulai berbisnis bisa mengajukan pembiayaan untuk kuliahnya. Dodik menegaskan, pinjaman bagi mahasiswa ini sebuah kemajuan yang harus dipersiapkan dengan matang.
Akankah kebijakan ini berdampak besar bagi pendidikan di Indonesia, terutama di bidang sains dan teknologi? Dodik mengatakan, semua bergantung skala dan skema kreditnya juga tentu penyaluran tepat sasaran atau diberikan kepada orang yang tepat, amanah, dan tepat pembiayaan.
“Kalau ingin bersaing dengan negara lain, seperti Taiwan dan Korea tentu tidak cukup hanya dengan kredit mahasiswa. Perlu juga ada kebijakan, fiskal, dan etos kerja yang mendukung,” ungkapnya. Terlepas dari banyak masalah pada masa lampau, program kredit bagi mahasiswa ini bisa meningkatkan kualitas kelompok intelektual.
Pakar pendidikan Totok Amin menilai, bukan hanya semakin banyak yang berpendidikan tinggi, tapi bagaimana mereka bisa membangun kepercayaan. “Mereka yang sudah S-2 dan S-3 menjadi fondasi untuk kelas menengah ke atas. Kalau mereka dapat membangun kepercayaan sosial jadi modal kuat ke depannya dapat kepercayaan yang tinggi dari perbankan,” ungkapnya.
Pinjaman untuk studi lanjut memang mendukung dan sangat membantu yang ingin meneruskan sekolah. Memang sebenarnya sudah ada beasiswa LPDP lebih aman dari segi keuangan, tetapi proses seleksinya lebih ketat. “Pinjaman bank ini untuk mereka yang tidak mendapatkan beasiswa.
Walaupun demikian, proses seleksinya juga harus ketat, terutama untuk mencegah agar tidak gagal di tengah jalan,” ungkapnya. Totok menambahkan, Di Jakarta saja hanya sekitar 3 dari 10 lulusan SMA yang meneruskan ke jenjang perguruan tinggi.
Tentu masih harus digenjot lagi agar bertambah, sangat ironi, ibu kota negara anak mudanya hanya lulusan SMA. “Kita masih terus membutuhkan pendidikan lebih tinggi, termasuk pascasarjana seperti S-2 dan S-3 yang memang bermutu dan dipercaya. Bukan hanya ijazah dan gelar, tetapi benarbenar kompeten.
Semoga kredit mahasiswa ini sebagai tanda banyak yang serius untuk melanjutkan sekolah,” harap pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina ini. Rarastyanti, 29, senang mendapat kabar bahwa pendidikan dapat dibiayai. Niat meneruskan ke jenjang diploma pun tampaknya semakin terbuka lebar.
Meskipun sudah cukup mapan, dirinya tetap ingin membayar secara kredit setelah lulus. “Kalau sekarang bayar langsung gitu, saya tidak bisa. Kalau dicicil nanti, kemungkinan bisa ditabung dari sekarang,” ujar karyawan di bidang agency ini. Baginya, masih banyak ilmu yang ingin dia kuasai untuk meningkatkan kualitas profesinya.
Dia pun yakin dengan sistem pembiayaan ini karena memiliki pekerjaan yang akan bertahan lama sehingga dia yakin bisa membayar setelah lulus nanti. “Mau sekali, sedang atur waktu yang pas untuk bisa kuliah lagi,” ucapnya bersemangat.
Lain halnya dengan Anindya Maisun yang baru saja wisuda S-1, walaupun punya keinginan kuat untuk lanjut S-2, dia tidak tertarik untuk meminjam biaya kuliah. Merasa belum bekerja ditambah yakin akan kemampuannya, Anin lebih tertarik untuk mengincar beasiswa.
“Takut ada suatu hal, aku tidak bisa bayar. Tidak dibiasakan untuk berutang sama orang tua. Jadi, daripada dapat keringanan hari ini, tapi jadi beban di masa depan, aku lebih memilih kerja atau sekalian cari beasiswa,” ungkapnya. (Ananda Nararya)
(nfl)