Penilaian untuk SBMPTN Diubah
A
A
A
JAKARTA - Panitia SBMPTN mengubah pola penilaian di Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Setiap jawaban akan dilihat kembali berdasarkan karakteristik soal dan kemampuan peserta.
Sekretaris Panitia SNMPTN/SBMPTN 2018 Joni Hermana mengatakan, penilaian terhadap jawaban SBMPTN pada tahun ini tidak lagi memakai skor empat untuk jawaban benar, skor nol untuk yang tidak menjawab dan nilai minus satu untuk jawaban salah. "Penilaian dengan memakai skor seperti pada SBMPTN 2017 tidak dipakai lagi," katanya berdasarkan siaran pers.
Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini mengatakan, pada seleksi bersama tahun ini setiap peserta akan dinilai dengan tidak hanya memperhitungkan jumlah soal yang dijawab benar atau salah. Akan tetapi, katanya, pada penilaian tahap pertama maka peserta akan diperhitungkan karakteristik setiap soal jawaban yang salah atau tidak dijawab atau dikosongkan.
Guru Besar Tehnik Lingkungan ini melanjutkan, penilaian tahap dua yakni dengan menggunakan pendekatan Teori Response Butir (Item Response Theory). Pada metode ini maka setiap soal akan dianalisis karakteristiknya. Diantaranya, dia menjelaskan, adalah tingkat kesulitan relatifnya terhadap soal yang lain dengan mendasarkan pada pola response jawaban seluruh peserta tes tahun 2018.
Dia mengatakan, dengan menggunakan model matematika, maka akan dapat diketahui tingkat kesulitan soal-soal yang dikategorikan mudah, sedang, maupun sulit.
Joni mengatakan, karakteristik soal yang diperoleh pada tahap dua kemudian digunakan untuk menghitung skor setiap peserta. Joni menerangkan, soal-soal sulit untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi dibanding soal-soal yang lebih mudah.
Dia menjelaskan, tahap-tahap penghitungan skor ini dilakukan oleh tim yang memiliki kompetensi bidang pengujian , pengukuran dan penilaian. Karena itu, dengan sistem ini maka setiap peserta yang dapat menjawab soal yang sama dan benar akan dapat memperoleh nilai yang berbeda tergantung pada soal mana saja yang mereka jawab dengan benar.
Dia mencontohkan, peserta A dapat menjawab dengan benar lima soal yaitu 1,5,7,1, dan 13 sedangkan peserta B juga dapat menjawab lima soal dengan benar, yaitu nomor 1,5,9,12, dan 15. "Kedua peserta tersebut akan mendapatkan skor akhir yang berbeda karena butir soal yang dijawab dengan benar oleh peserta A memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dengan butir soal yang dikerjakan dengan benar oleh peserta B," katanya.
Joni menjelaskan, penskoran ini sudah lama digunakan secara meluas di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa karena dengan menyertakan karakteristik setiap soal dalam penilaian, skor yang diperoleh akan lebih fair dan dapat membedakan kemampuan peserta dengan lebih baik. Kata dia, petunjuk pengerjaan soal yang sesuai dengan sistem penilaian di atas sudah disertakan pada setiap set soal yang dipilihkan.
Joni menjelaskan, pada prinsipnya pada pola penilaian saat ini tidak ada nilai minus satu peserta yang menjawab salah, plus satu yang menjawab benar dan nol jika tidak diisi. "Pola penilaian tahun ini lebih untuk memastikan bahwa nilai yang diperoleh peserta benar-benar fair bagi siswa. Artinya sesuai dengan kompetensi siswa," ujarnya.
Joni memperkirakan, bagi setiap peserta yang ingin di terima di perguruan tinggi impian maka mereka tidak akan mau mempertaruhkan nasibnya dengan menjawab soal asal-asalan. Joni menjelaskan, sistem ini justru akan menjadi lebih adil bagi mereka yang memang mampu dan pantas untuk diterima di 85 PTN impian.(Neneng Zubaidah)
Sekretaris Panitia SNMPTN/SBMPTN 2018 Joni Hermana mengatakan, penilaian terhadap jawaban SBMPTN pada tahun ini tidak lagi memakai skor empat untuk jawaban benar, skor nol untuk yang tidak menjawab dan nilai minus satu untuk jawaban salah. "Penilaian dengan memakai skor seperti pada SBMPTN 2017 tidak dipakai lagi," katanya berdasarkan siaran pers.
Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini mengatakan, pada seleksi bersama tahun ini setiap peserta akan dinilai dengan tidak hanya memperhitungkan jumlah soal yang dijawab benar atau salah. Akan tetapi, katanya, pada penilaian tahap pertama maka peserta akan diperhitungkan karakteristik setiap soal jawaban yang salah atau tidak dijawab atau dikosongkan.
Guru Besar Tehnik Lingkungan ini melanjutkan, penilaian tahap dua yakni dengan menggunakan pendekatan Teori Response Butir (Item Response Theory). Pada metode ini maka setiap soal akan dianalisis karakteristiknya. Diantaranya, dia menjelaskan, adalah tingkat kesulitan relatifnya terhadap soal yang lain dengan mendasarkan pada pola response jawaban seluruh peserta tes tahun 2018.
Dia mengatakan, dengan menggunakan model matematika, maka akan dapat diketahui tingkat kesulitan soal-soal yang dikategorikan mudah, sedang, maupun sulit.
Joni mengatakan, karakteristik soal yang diperoleh pada tahap dua kemudian digunakan untuk menghitung skor setiap peserta. Joni menerangkan, soal-soal sulit untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi dibanding soal-soal yang lebih mudah.
Dia menjelaskan, tahap-tahap penghitungan skor ini dilakukan oleh tim yang memiliki kompetensi bidang pengujian , pengukuran dan penilaian. Karena itu, dengan sistem ini maka setiap peserta yang dapat menjawab soal yang sama dan benar akan dapat memperoleh nilai yang berbeda tergantung pada soal mana saja yang mereka jawab dengan benar.
Dia mencontohkan, peserta A dapat menjawab dengan benar lima soal yaitu 1,5,7,1, dan 13 sedangkan peserta B juga dapat menjawab lima soal dengan benar, yaitu nomor 1,5,9,12, dan 15. "Kedua peserta tersebut akan mendapatkan skor akhir yang berbeda karena butir soal yang dijawab dengan benar oleh peserta A memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dengan butir soal yang dikerjakan dengan benar oleh peserta B," katanya.
Joni menjelaskan, penskoran ini sudah lama digunakan secara meluas di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa karena dengan menyertakan karakteristik setiap soal dalam penilaian, skor yang diperoleh akan lebih fair dan dapat membedakan kemampuan peserta dengan lebih baik. Kata dia, petunjuk pengerjaan soal yang sesuai dengan sistem penilaian di atas sudah disertakan pada setiap set soal yang dipilihkan.
Joni menjelaskan, pada prinsipnya pada pola penilaian saat ini tidak ada nilai minus satu peserta yang menjawab salah, plus satu yang menjawab benar dan nol jika tidak diisi. "Pola penilaian tahun ini lebih untuk memastikan bahwa nilai yang diperoleh peserta benar-benar fair bagi siswa. Artinya sesuai dengan kompetensi siswa," ujarnya.
Joni memperkirakan, bagi setiap peserta yang ingin di terima di perguruan tinggi impian maka mereka tidak akan mau mempertaruhkan nasibnya dengan menjawab soal asal-asalan. Joni menjelaskan, sistem ini justru akan menjadi lebih adil bagi mereka yang memang mampu dan pantas untuk diterima di 85 PTN impian.(Neneng Zubaidah)
(nfl)