UKI Suarakan Keragaman dan Pancasila untuk Menjaga Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dinilai sebagai negara yang kaya Sumber Daya Alam (SDA) yang mampu mencukupi kebutuhan warganya yang majemuk. Namun ada dua ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yaitu era globalisasi yang memungkinkan setiap bangsa di belahan manapun saling berhubungan.
Ancaman kedua ialah disrupsi teknologi dengan sistem digital yang mengubah pola kerja. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI, untuk mengatasi ancaman tersebut bangsa Indonesia memiliki Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai pedoman dalam bernegara.
"Kita merajut persaudaraan dalam perbedaan suku bangsa, bahasa dan latar belakang daerah. Bangsa Indonesia ialah bangsa yang mengawali dan mengakhiri proses aktivitas berbangsa dan bernegara dengan nilai agama,” ungkapnya dalam seminar nasional yang digelar Pusat Studi Lintas Agama dan Budaya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Indonesia, Kamis, (22/11/2018).
Menteri Agama juga menekankan untuk menerapkan strategi kebudayaan dalam meningkatkan kualitas masyarakat. Budaya religi dinilai Menag sebagai sektor pengembangan ekonomi.
"Contohnya adalah pariwisata religi di mana ada banyak objek religi yang dikembangkan secara serius," kata Lukman.
Terkait keragaman yang dimiliki Indonesia, Dr. Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI yang juga menjadi keynote acara ini, mengingatkan masyarakat Indonesia tidak terpecah belah menjelang pemilu tahun depan. Harus mengedepankan politik persatuan. Kesadaran untuk tidak mau dipecah belah harus menjadi kesadaran bersama.
“UKI merupakan kampus yang mengobarkan semangat kebangsaan, mengedepankan semangat kristiani dan ke Indonesiaan. Perguruan tinggi mengembangkan sistem pendidikan yang berdasarkan Pancasila. Pelembagaan Pancasila harus mulai dari dunia pendidikan. Bagi mahasiswa dan pelajar perlu adanya penguatan ideologi Pancasila,“ tambah alumni Magister Ilmu Hukum UKI ini.
Menurut Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, penelitian lembaga survey LIPI menyebutkan bahwa salah satu faktor munculnya intoleransi pikiran, perilaku dan tindak radikalisme, bunuh diri, adalah faktor politik.
"Isu suku dan agama dijadikan sebagai komoditas politik. Toleransi beragama dipotret oleh lembaga survei dan telah terjadi persoalan serius di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Pembicara berikutnya, Prof. DR. Muhammad A.S. Hikam, MA., APU turut menegaskan, salah satu instrumen penting membangun budaya toleransi adalah melalui pendidikan multikultural.
"Lembaga pendidikan formal, informal dan non formal diharapkan mengembangkan metode pendidikan multikultural disesuaikan konteks lingkungan masing-masing. Pendekatan penguatan nasionalisme menjadi salah satu cara mengatasi ancaman intoleransi dan radikalisme,” paparnya.
Acara yang diselenggarakan di Auditorium Grha William Soeryadjaya, Gedung FK UKI, Cawang, selain para narasumber di atas juga menghadirkan Benny Susetyo Pr. (Anggota Dewan Pengarah UKP-PIP), Zeva Aulia Sudana, M.Sc dan Biondi Sanda Sima, M.Sc (Co-chair Indonesia Youth Diplomacy).
Seminar dihadiri Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH. MH. MBA beserta jajarannya, Kepala Pusat Studi Lintas Agama dan Budaya UKI, Dr. Wahyu A. Rini, M.A, M.Pd.K, pemakalah dan dosen Prodi Pendidikan Agama Kristen dan mahasiswa UKI. Selain itu turut hadir mahasiswa dari berbagai universitas seperti UI, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Pertahanan, Universitas Mercubuana.
Ancaman kedua ialah disrupsi teknologi dengan sistem digital yang mengubah pola kerja. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI, untuk mengatasi ancaman tersebut bangsa Indonesia memiliki Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai pedoman dalam bernegara.
"Kita merajut persaudaraan dalam perbedaan suku bangsa, bahasa dan latar belakang daerah. Bangsa Indonesia ialah bangsa yang mengawali dan mengakhiri proses aktivitas berbangsa dan bernegara dengan nilai agama,” ungkapnya dalam seminar nasional yang digelar Pusat Studi Lintas Agama dan Budaya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Indonesia, Kamis, (22/11/2018).
Menteri Agama juga menekankan untuk menerapkan strategi kebudayaan dalam meningkatkan kualitas masyarakat. Budaya religi dinilai Menag sebagai sektor pengembangan ekonomi.
"Contohnya adalah pariwisata religi di mana ada banyak objek religi yang dikembangkan secara serius," kata Lukman.
Terkait keragaman yang dimiliki Indonesia, Dr. Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI yang juga menjadi keynote acara ini, mengingatkan masyarakat Indonesia tidak terpecah belah menjelang pemilu tahun depan. Harus mengedepankan politik persatuan. Kesadaran untuk tidak mau dipecah belah harus menjadi kesadaran bersama.
“UKI merupakan kampus yang mengobarkan semangat kebangsaan, mengedepankan semangat kristiani dan ke Indonesiaan. Perguruan tinggi mengembangkan sistem pendidikan yang berdasarkan Pancasila. Pelembagaan Pancasila harus mulai dari dunia pendidikan. Bagi mahasiswa dan pelajar perlu adanya penguatan ideologi Pancasila,“ tambah alumni Magister Ilmu Hukum UKI ini.
Menurut Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, penelitian lembaga survey LIPI menyebutkan bahwa salah satu faktor munculnya intoleransi pikiran, perilaku dan tindak radikalisme, bunuh diri, adalah faktor politik.
"Isu suku dan agama dijadikan sebagai komoditas politik. Toleransi beragama dipotret oleh lembaga survei dan telah terjadi persoalan serius di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Pembicara berikutnya, Prof. DR. Muhammad A.S. Hikam, MA., APU turut menegaskan, salah satu instrumen penting membangun budaya toleransi adalah melalui pendidikan multikultural.
"Lembaga pendidikan formal, informal dan non formal diharapkan mengembangkan metode pendidikan multikultural disesuaikan konteks lingkungan masing-masing. Pendekatan penguatan nasionalisme menjadi salah satu cara mengatasi ancaman intoleransi dan radikalisme,” paparnya.
Acara yang diselenggarakan di Auditorium Grha William Soeryadjaya, Gedung FK UKI, Cawang, selain para narasumber di atas juga menghadirkan Benny Susetyo Pr. (Anggota Dewan Pengarah UKP-PIP), Zeva Aulia Sudana, M.Sc dan Biondi Sanda Sima, M.Sc (Co-chair Indonesia Youth Diplomacy).
Seminar dihadiri Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH. MH. MBA beserta jajarannya, Kepala Pusat Studi Lintas Agama dan Budaya UKI, Dr. Wahyu A. Rini, M.A, M.Pd.K, pemakalah dan dosen Prodi Pendidikan Agama Kristen dan mahasiswa UKI. Selain itu turut hadir mahasiswa dari berbagai universitas seperti UI, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Pertahanan, Universitas Mercubuana.
(akn)