Zonasi Kunci Selesaikan Masalah Pendidikan

Sabtu, 16 Februari 2019 - 08:57 WIB
Zonasi Kunci Selesaikan...
Zonasi Kunci Selesaikan Masalah Pendidikan
A A A
DEPOK - Persoalan pendidikan yang kompleks diyakini bisa diselesaikan dengan sistem zonasi. Mulai dari distribusi guru, sarana-prasarana, serta distribusi siswa akan bisa di selesaikan dengan zonasi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan, selama ini masalah pendidikan itu selalu dilihat dari pendekatan makro.

Dampaknya, masalah-masalah itu tidak kunjung selesai karena tidak ada solusi yang fokus kepada satu isu. “Ke depan kuncinya zonasi. Jadi kita selama ini melihat persoalan pendidikan itu terlalu makro sehingga tidak fokus,” katanya pada konferensi pers penutupan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Pusdiklat Kemendikbud, Depok, Jawa Barat, (14/2).

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, sampai saat ini sudah ada 4.800 zona yang ditetapkan. Dari pembagian zona itu lalu diiris kembali untuk melihat masalah-masalah yang ada.

Dia menyampaikan, zonasi adalah pintu masuk untuk mengatasi berbagai masalah kompleks terkait penerimaan siswa baru. Guru besar Universitas Negeri Malang ini mengatakan, melalui pendekatan mikro dia meyakini para pemangku kepentingan pendidikan dapat mengidentifikasi sekaligus me mberikan solusi permasalahan secara lebih mendalam.

Dicontohkannya, isu mengenai distribusi guru, sarana prasarana, maupun sebaran peserta didik yang tidak merata. Salah satunya yang ingin diberantas Kemendikbud ialah adanya modus titip menitip anak pejabat di satu sekolah.

Mendikbud menyampaikan, adanya peraturan menteri pada jenjang kabupaten kota dan provinsi itu pada akhirnya saat tergantung kemauan dari daerah untuk mematuhinya. “Kalaupun ada petunjuk teknis jangan sampai dipakai cara mendiskresi peraturan yang tercantum dalam PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) kita,” katanya.

Rembuknas Pendidikan dan Kebudayaan 2019 sudah resmi ditutup. Kegiatan tersebut menghasilkan enam rekomendasi yang di hasilkan untuk sistem zonasi pendidikan.

Pertama diperlukan pemahaman tujuan dan strategi yang sama tentang tata kelola pendidikan berbasis zonasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Lalu diperlukan kesepakatan bersama antara Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri. Kesepakatan ini untuk tata kelola berbasis zonasi, dan pengintegrasian data kependudukan melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan data siswa melalui Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dalam rangka optimalisasi sistem zonasi.

Rembuknas juga sepakat bahwa pelaksanaan PPDB harus di tempuh dengan tiga jalur, yaitu jalur zonasi (sebesar 90%), jalur prestasi (5%) dan jalur perpindahan orang tua (5%). Jalur ini mendukung faktor-faktor tertentu dari peserta didik, yaitu perkembangan anak sesuai dengan usianya, kondisi, dan peran serta orang tua, dan prestasi siswa untuk membuka ruang anak saling berkompetisi secara akademik.

Sejalan dengan tujuan pemerataan kualitas pendidikan melalui zonasi, maka pe me rintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan dan redistribusi guru yang berkompeten dan berkualitas agar dapat merata dalam setiap zona.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano menjelaskan, dengan zonasi akan ketahuan mana guru yang menumpuk di satu sekolah. Dengan adanya pembagian guru yang merata, dengan sendirinya sekolah favorit akan hilang.

Zonasi juga akan mempermudah pelatihan guru. Untuk guru jenjang SD akan berkumpul di satu zona melalui kelompok kerja guru dan guru SMP melalui musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pandu Baghaskoro mengatakan, penerapan sistem zona yang diberlakukan mulai tahun 2018 ini sesungguhnya bertujuan positif. Namun, pelaksanaannya masih membutuhkan evaluasi berkala dan terus menerus karena banyak permasalahan di lapangan.

Salah satu masalah utama yang timbul dalam PPDB adalah ketidakseimbangan daya tampung sekolah yang terbatas dan jumlah pendaftar. Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam hak para siswa untuk menerima pendidikan.

Pandu menyatakan, pemerintah harus memperhatikan nasib para pelajar yang tidak kebagian sekolah ini.

“Banyak media melaporkan pelajar yang terlantar akibat sekolah-sekolah di zona tempat tinggal mereka sudah melebihi daya tampung. Fenomena ini terjadi terutama pada pendaftar di jenjang pendidikan SMA dan SMK dibeberapa daerah di Indonesia. Ketidak siapan sekolah negeri dalam menampung demand murid inilah yang berpotensi mengaki bat kan anak putus sekolah,” paparnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3105 seconds (0.1#10.140)