Mahasiswa UPI Ciptakan Dispenser Berbicara bagi Penyandang Disabilitas
A
A
A
BANDUNG - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Penggemar Otomasi dan Robotika (Kompor) menciptakan dispenser dan timbangan bagi penyandang disabilitas, terutama tuna grahita.
Hal ini didsari atas kepedulian mereka kepada kekurangan fisik penyandang disabilitas yang terkadang membuat mereka sulit melakukan aktivitas harian. Misalnya dalam menyeduh kopi, mereka membutuhkan orang lain untuk memasak air dan menakarnya. Begitupun aktivitas lainnya yang terkadang hanya bisa dibaca, seperti timbangan.
“Selama ini mereka kesulitan dalam menakar air ketika membuat minuman seperti teh atau kopi. Terkadang, mereka harus menyelupkan tangannya ke gelas air panas. Pertimbangan itu yang melatarbelakangi kami membuat alat khusus untuk disabilitas,” ujar Anggota Kompor Wahyudin di Kampus UPI, Jalan Setiabudi, Kota Bandung, Minggu (14/4/2019).
Pada alat yang dinamakan Dispenser Berbicara, mahasiswa UPI membuat takaran khusus yang disesuaikan volume gelas. Penyandang disabilitas tinggal memilih volume air untuk air panas atau dingin yang terhubung dengan tombol huruf broille.
Setelah ditekan, Dispenser Bicara akan mengalirkan air sesuai permintaan. Di saat bersamaan, juga muncul suara yang memberitahukan besaran volume air. “Dispenser ini akan memisahkan mereka menuangkan air sesuai takaran,” kata dia.
Sistem dispenser juga tidak berbeda jauh dengan Timbangan Berbicara. Tuna grahita akan mengetahui volume barang yang ditimbang, dari suara yang muncul dari timbangan tersebut. Kendati bentuknya mini, timbangan tersebut akan sangat membantu penyandang disabilitas yang berdagang.
Bahha Hamzah, Ketua UKM Kompor mengatakan, proses ide hingga menjadi temuan dalam bentuk produk jadi memerlukan waktu sekitar 1,5 bulan. Dimulai dari riset langsung ke beberapa sekolah luar biasa (SLB). Kemudian dilanjutkan proses pembuatan dan revisi produk.
“Proses perencanaan hingga pembuatan tidak terlalu lama, hanya butuh waktu sekitar 1,5 bulan. Saat ini, dispenser dan timbangan ini sudah menjadi produk jadi yang siap digunakan dan dibuat dalam jumlah banyak,” jelas dia.
Dalam proses pembuatannya, tidak ada kendala berarti. UKM Kompor, kata dia, terdiri atas gabungan mahasiwa dari berbagai disiplin ilmu, seperti elektro. Sehingga dalam proses pembuatan, tidak ada kendala berarti.
Kendala yang ditemui, kata dia, hanya soal pembiayaan. Walaupun dana yang dibutuhkan untuk membuat satu dispenser sekitar Rp700.000, namun dama itu didapat dari uang patungan. Tidak ada sumbangan dana dari Kemenristek Dikti atau instalasi lainnya.
“Kami berencana akan membuat pilihan dispenser dan timbangan ini, untuk dihibahkan ke SLB di Jabar. Walaupun, kami malah terkendala pembiayaan. Kami berharap ada lembaga atau instansi yang mau mendanai atau bekerja sama untuk hibah alat ini,” beber dia.
Dosen Pembimbing UKM Kompor Wawan Purnama berharap, penemuan mahasiwa UPI ini bisa memberi manfaat bagi penyandang disabilitas. Terutama bagi sekolah luar biasa (SLB). Produk ini diharapkan ke depannya bisa dimanfaatkan masyarakat luas.
“Kami berharap, temuan ini bisa merangsang mahasiswa lain untuk menemukan hasil riset, produk, atau penelitian lainnya. Budaya itu yang terus kami digalakkan di UPI,” imbuh dia.
Dalam waktu dekat, temuan tersebut akan didaftarkan untuk mendapatkan hak paten. Sehingga kekayaan intelektual ini bisa dijaga.
Hal ini didsari atas kepedulian mereka kepada kekurangan fisik penyandang disabilitas yang terkadang membuat mereka sulit melakukan aktivitas harian. Misalnya dalam menyeduh kopi, mereka membutuhkan orang lain untuk memasak air dan menakarnya. Begitupun aktivitas lainnya yang terkadang hanya bisa dibaca, seperti timbangan.
“Selama ini mereka kesulitan dalam menakar air ketika membuat minuman seperti teh atau kopi. Terkadang, mereka harus menyelupkan tangannya ke gelas air panas. Pertimbangan itu yang melatarbelakangi kami membuat alat khusus untuk disabilitas,” ujar Anggota Kompor Wahyudin di Kampus UPI, Jalan Setiabudi, Kota Bandung, Minggu (14/4/2019).
Pada alat yang dinamakan Dispenser Berbicara, mahasiswa UPI membuat takaran khusus yang disesuaikan volume gelas. Penyandang disabilitas tinggal memilih volume air untuk air panas atau dingin yang terhubung dengan tombol huruf broille.
Setelah ditekan, Dispenser Bicara akan mengalirkan air sesuai permintaan. Di saat bersamaan, juga muncul suara yang memberitahukan besaran volume air. “Dispenser ini akan memisahkan mereka menuangkan air sesuai takaran,” kata dia.
Sistem dispenser juga tidak berbeda jauh dengan Timbangan Berbicara. Tuna grahita akan mengetahui volume barang yang ditimbang, dari suara yang muncul dari timbangan tersebut. Kendati bentuknya mini, timbangan tersebut akan sangat membantu penyandang disabilitas yang berdagang.
Bahha Hamzah, Ketua UKM Kompor mengatakan, proses ide hingga menjadi temuan dalam bentuk produk jadi memerlukan waktu sekitar 1,5 bulan. Dimulai dari riset langsung ke beberapa sekolah luar biasa (SLB). Kemudian dilanjutkan proses pembuatan dan revisi produk.
“Proses perencanaan hingga pembuatan tidak terlalu lama, hanya butuh waktu sekitar 1,5 bulan. Saat ini, dispenser dan timbangan ini sudah menjadi produk jadi yang siap digunakan dan dibuat dalam jumlah banyak,” jelas dia.
Dalam proses pembuatannya, tidak ada kendala berarti. UKM Kompor, kata dia, terdiri atas gabungan mahasiwa dari berbagai disiplin ilmu, seperti elektro. Sehingga dalam proses pembuatan, tidak ada kendala berarti.
Kendala yang ditemui, kata dia, hanya soal pembiayaan. Walaupun dana yang dibutuhkan untuk membuat satu dispenser sekitar Rp700.000, namun dama itu didapat dari uang patungan. Tidak ada sumbangan dana dari Kemenristek Dikti atau instalasi lainnya.
“Kami berencana akan membuat pilihan dispenser dan timbangan ini, untuk dihibahkan ke SLB di Jabar. Walaupun, kami malah terkendala pembiayaan. Kami berharap ada lembaga atau instansi yang mau mendanai atau bekerja sama untuk hibah alat ini,” beber dia.
Dosen Pembimbing UKM Kompor Wawan Purnama berharap, penemuan mahasiwa UPI ini bisa memberi manfaat bagi penyandang disabilitas. Terutama bagi sekolah luar biasa (SLB). Produk ini diharapkan ke depannya bisa dimanfaatkan masyarakat luas.
“Kami berharap, temuan ini bisa merangsang mahasiswa lain untuk menemukan hasil riset, produk, atau penelitian lainnya. Budaya itu yang terus kami digalakkan di UPI,” imbuh dia.
Dalam waktu dekat, temuan tersebut akan didaftarkan untuk mendapatkan hak paten. Sehingga kekayaan intelektual ini bisa dijaga.
(kri)