DPR Soroti Kesiapan Pelaksanaan Program Merdeka Belajar
A
A
A
JAKARTA - Kalangan Komisi X DPR mempertanyakan kesiapan pelaksanaan program Merdeka Belajar yang diusung Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Kesiapan sangat penting agar jangan sampai perubahan yang dilakukan ujungnya hanya mengorbankan murid.
Sorotan tersebut di antaranya disampaikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dan anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira. Mereka menekan pentingnya kesiapan guru, sekolah, dan infrastruktur mengingatkan perubahan yang dilakukan terbilang revolusioner.
Syaiful Huda menandaskan, kesiapan karena kualitas guru, pemerataan guru, hingga sarana prasarana sekolah masih belum memadai. Karena itulah, dia meminta ada blue print assessment kompetensi yang menggantikan ujian nasional.
“Komisi X DPR melalui rapat kerja ini meminta penjelasan detail mengenai perubahan UN ini karena dia tidak ingin siswa menjadi korban,” ujar Huda saat rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Kemendikbud membahas tentang UN, zonasi, dan APBN tahun anggaran 2020.
Huda juga mempertanyakan perubahan persentase zonasi yang diubah Nadiem. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50%, jalur afirmasi minimal 15%, dan jalur perpindahan maksimal 5%. Sedangkan jalur prestasi atau sisa 0-30% lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
“Perpindahan siswa ini apakah bisa diterapkan secara nasional di seluruh daerah di Indonesia karena praktiknya antardaerah punya kebutuhan sendiri. Ada masalah geografis dan jumlah siswa di masing-masing daerah beda,” katanya.
Huda pun menegakan persetujuannya jika rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disederhanakan menjadi satu lembar. Namun, di sisi lain, Komisi X menginginkan jaminan bahwa penyederhanaan ini tidak akan menjadikan guru malas menyiapkan materi pelajaran yang akan disampaikan ke siswa.
Andreas Hugo Pareira menilai perubahan yang dilakukan Mendikbud melalui Merdeka Belajar sebagai perubahan revolusioner yang membawa warna baru paradigma berpikir tentang pendidikan. Karena itulah, pada masa transisi ini dia meminta para guru di semua sekolah harus dipersiapkan dan dituntun untuk memahami kebebasan ini. “Kita kan memberikan metode yang memahami, bukan sekadar membaca. Guru harus memahami kebebasan yang diberikan kepada dia karena enggak semua orang akan menangkap yang sama,” ucap politikus PDIP ini.
Mendikbud Nadiem Makarim menandaskan, empat kebijakan yang dihasilkannya itu sudah dibicarakan dengan berbagai macam stakeholder pendidikan. Keempatnya barulah langkah pertama kebijakan pendidikan yang dirancang yang akan dilanjutkan dengan langkah penting lain seperti peningkatan kapasitas guru dengan strategi yang matang.“Dalam perubahan ini, para guru tidak akan dibiarkan sendiri sebab Kemendikbud bersama komunitas belajar akan melatih para guru,” katanya.
Mantan CEO GoJek ini menjelaskan, ketika sekolah kini diberikan kemerdekaan, pemerintah tidak memaksakan bahwa kebijakan ini akan langsung harus dilakukan di seluruh sekolah. Bagi sekolah yang belum siap dengan penilaian baru, dia mempersilakan untuk memakai sistem yang lama seperti menggunakan soal USBN atau UN sebelumnya. “Bagi yang belum siap, masih mau belajar menggunakan cara-cara penilaian baru, silakan, tidak ada paksaan. Tapi, itu adalah haknya sekolah,” ungkapnya.
Akan tetapi bagi sekolah-sekolah dan bagi guru-guru yang sudah siap untuk bergerak, siap melakukan penilaian berdasarkan esai, atau siap melakukan penilaian berdasarkan project, berdasarkan karya, berdasarkan portofolio atau juga prestasi lain, dia menekankan mereka menjalankan sistem yang baru.
“Dengan adanya pelepasan ini, paling tidak ada yang mau berubah dan bergerak dulu untuk menciptakan penilaian yang benar-benar menilai
kompetensi itu bisa maju dulu. Dan tentunya itu tidak akan kita tinggalkan sendiri,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan dukungannya langkah yang diambil Nadiem. Dia berharap berbagai perubahan bisa mendongkrak kualitas pendidikan di Tanah Air seperti yang ditetapka dalam Programme for International Student Assessment (PISA). (Neneng Zubaidah/Dita Angga)
Sorotan tersebut di antaranya disampaikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dan anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira. Mereka menekan pentingnya kesiapan guru, sekolah, dan infrastruktur mengingatkan perubahan yang dilakukan terbilang revolusioner.
Syaiful Huda menandaskan, kesiapan karena kualitas guru, pemerataan guru, hingga sarana prasarana sekolah masih belum memadai. Karena itulah, dia meminta ada blue print assessment kompetensi yang menggantikan ujian nasional.
“Komisi X DPR melalui rapat kerja ini meminta penjelasan detail mengenai perubahan UN ini karena dia tidak ingin siswa menjadi korban,” ujar Huda saat rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Kemendikbud membahas tentang UN, zonasi, dan APBN tahun anggaran 2020.
Huda juga mempertanyakan perubahan persentase zonasi yang diubah Nadiem. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50%, jalur afirmasi minimal 15%, dan jalur perpindahan maksimal 5%. Sedangkan jalur prestasi atau sisa 0-30% lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
“Perpindahan siswa ini apakah bisa diterapkan secara nasional di seluruh daerah di Indonesia karena praktiknya antardaerah punya kebutuhan sendiri. Ada masalah geografis dan jumlah siswa di masing-masing daerah beda,” katanya.
Huda pun menegakan persetujuannya jika rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disederhanakan menjadi satu lembar. Namun, di sisi lain, Komisi X menginginkan jaminan bahwa penyederhanaan ini tidak akan menjadikan guru malas menyiapkan materi pelajaran yang akan disampaikan ke siswa.
Andreas Hugo Pareira menilai perubahan yang dilakukan Mendikbud melalui Merdeka Belajar sebagai perubahan revolusioner yang membawa warna baru paradigma berpikir tentang pendidikan. Karena itulah, pada masa transisi ini dia meminta para guru di semua sekolah harus dipersiapkan dan dituntun untuk memahami kebebasan ini. “Kita kan memberikan metode yang memahami, bukan sekadar membaca. Guru harus memahami kebebasan yang diberikan kepada dia karena enggak semua orang akan menangkap yang sama,” ucap politikus PDIP ini.
Mendikbud Nadiem Makarim menandaskan, empat kebijakan yang dihasilkannya itu sudah dibicarakan dengan berbagai macam stakeholder pendidikan. Keempatnya barulah langkah pertama kebijakan pendidikan yang dirancang yang akan dilanjutkan dengan langkah penting lain seperti peningkatan kapasitas guru dengan strategi yang matang.“Dalam perubahan ini, para guru tidak akan dibiarkan sendiri sebab Kemendikbud bersama komunitas belajar akan melatih para guru,” katanya.
Mantan CEO GoJek ini menjelaskan, ketika sekolah kini diberikan kemerdekaan, pemerintah tidak memaksakan bahwa kebijakan ini akan langsung harus dilakukan di seluruh sekolah. Bagi sekolah yang belum siap dengan penilaian baru, dia mempersilakan untuk memakai sistem yang lama seperti menggunakan soal USBN atau UN sebelumnya. “Bagi yang belum siap, masih mau belajar menggunakan cara-cara penilaian baru, silakan, tidak ada paksaan. Tapi, itu adalah haknya sekolah,” ungkapnya.
Akan tetapi bagi sekolah-sekolah dan bagi guru-guru yang sudah siap untuk bergerak, siap melakukan penilaian berdasarkan esai, atau siap melakukan penilaian berdasarkan project, berdasarkan karya, berdasarkan portofolio atau juga prestasi lain, dia menekankan mereka menjalankan sistem yang baru.
“Dengan adanya pelepasan ini, paling tidak ada yang mau berubah dan bergerak dulu untuk menciptakan penilaian yang benar-benar menilai
kompetensi itu bisa maju dulu. Dan tentunya itu tidak akan kita tinggalkan sendiri,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan dukungannya langkah yang diambil Nadiem. Dia berharap berbagai perubahan bisa mendongkrak kualitas pendidikan di Tanah Air seperti yang ditetapka dalam Programme for International Student Assessment (PISA). (Neneng Zubaidah/Dita Angga)
(nfl)