Lab Perguruan Tinggi Dilibatkan untuk Uji SNI
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan melibatkan perguruan tinggi untuk menguji produk berstandar nasional Indonesia (SNI). Laboratorioum kampus dianggap akan menurunkan biaya uji produk yang selama ini mahal.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir mengatakan, dia akan mendorong universitas untuk melakukan penelitian terhadap produk yang terstandarisasi yang bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Dia berharap, produk yang sudah terstandardisasi itu akan mampu menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Produk yang dihasilkan melalui riset bisa terstandarisasi. Saya dukung apa yang dilakukan BSN dan pentingnya produk yang distandarisasi,” katanya dalam Jalan Sehat Keluarga Bersama SNI di Jakarta, Minggu 12 April kemarin.
Kepala BSN Bambang Prasetya mengatakan, Kemenristek Dikti sudah berkomitmen dan menghimbau perguruan Tinggi negeri (PTN) agar fasilitas laboratoriumnya dipakai untuk uji produk. Nanti BSN akan berkonsolidasi kembali untuk menentukan PTN mana yang bisa menjadi rujukan.
Bambang menjelaskan, sebetulnya tidak hanya PTN yang akan dimintai kerja sama namun perguruan tinggi swasta juga akan diikutsertakan, mengingat jumlah 3.000-an PTS juga pasti memiliki laboratorium canggih.
Menurut dia, Kementerian Perdagangan juga mendukung rencana ini sebab akan membuat biaya pengujian produk menjadi lebih murah. Dia mengungkapkan, bagi pengusaha kecil, rumah tangga dan mikro yang bermodal kecil banyak yang tidak mampu melakukan uji produk karena biayanya yang tinggi.
Padahal di sisi lain pemerintah sudah mengeluarkan UU No 20/2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian dimana produk yang tidak ber-SNI akan kena denda dan hukuman penjara. “Dendanya bisa sampai Rp1 miliar,” tuturnya.
Bambang menerangkan, selain peran laboratorium PTN juga akan bekerja sama dengan pemerintah membantu sosialisasi produk ber-SNI ke masyarakat. Selain itu pemerintah ingin membuat kurikulum pengajaran tentang uji dan sertifikasi produk dengan meminta saran akademis dari penyelenggara perguruan tinggi.
“Menghadapi MEA ini seluruh masyarakat harus tahu tentang standar produk. Tidak hanya produk local ber-SNI namun produk impor juga harus terstandar dengan baik,” tambahnya.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir mengatakan, dia akan mendorong universitas untuk melakukan penelitian terhadap produk yang terstandarisasi yang bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Dia berharap, produk yang sudah terstandardisasi itu akan mampu menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Produk yang dihasilkan melalui riset bisa terstandarisasi. Saya dukung apa yang dilakukan BSN dan pentingnya produk yang distandarisasi,” katanya dalam Jalan Sehat Keluarga Bersama SNI di Jakarta, Minggu 12 April kemarin.
Kepala BSN Bambang Prasetya mengatakan, Kemenristek Dikti sudah berkomitmen dan menghimbau perguruan Tinggi negeri (PTN) agar fasilitas laboratoriumnya dipakai untuk uji produk. Nanti BSN akan berkonsolidasi kembali untuk menentukan PTN mana yang bisa menjadi rujukan.
Bambang menjelaskan, sebetulnya tidak hanya PTN yang akan dimintai kerja sama namun perguruan tinggi swasta juga akan diikutsertakan, mengingat jumlah 3.000-an PTS juga pasti memiliki laboratorium canggih.
Menurut dia, Kementerian Perdagangan juga mendukung rencana ini sebab akan membuat biaya pengujian produk menjadi lebih murah. Dia mengungkapkan, bagi pengusaha kecil, rumah tangga dan mikro yang bermodal kecil banyak yang tidak mampu melakukan uji produk karena biayanya yang tinggi.
Padahal di sisi lain pemerintah sudah mengeluarkan UU No 20/2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian dimana produk yang tidak ber-SNI akan kena denda dan hukuman penjara. “Dendanya bisa sampai Rp1 miliar,” tuturnya.
Bambang menerangkan, selain peran laboratorium PTN juga akan bekerja sama dengan pemerintah membantu sosialisasi produk ber-SNI ke masyarakat. Selain itu pemerintah ingin membuat kurikulum pengajaran tentang uji dan sertifikasi produk dengan meminta saran akademis dari penyelenggara perguruan tinggi.
“Menghadapi MEA ini seluruh masyarakat harus tahu tentang standar produk. Tidak hanya produk local ber-SNI namun produk impor juga harus terstandar dengan baik,” tambahnya.
(hyk)