Gelar Webinar Konseling Psikososial, KGSB Ajak Para Guru Kurangi Angka Putus Sekolah
Minggu, 25 Juni 2023 - 21:57 WIB
“Sebanyak 81% guru anggota KGSB memiliki siswa yang putus sekolah. Alasan terbesarnya karena pengaruh lingkungan yang tidak baik, kurangnya motivasi belajar, dan faktor keluarga yang tidak harmonis. Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi solusi, sekaligus momen untuk para guru bertindak nyata dalam mencegah siswa putus sekolah,” ujar Ruth dalam keterangan pers, Minggu (25/6/2023).
BPS melalui Survey Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 mengungkap bahwa, 76% keluarga mengakui anaknya putus sekolah karena alasan ekonomi. Sebagian besar yaitu 67,0% di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya yaitu 8,7% dikarenakan anak harus mencari nafkah.
Dosen Departemen Psikologi Universitas Brawijaya, Yuliezar Perwira Dara, S.Psi., M.Psi., Psikolog mengatakan bahwa penyebab putus sekolah tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, namun banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut.
Beberapa diantaranya adalah pernikahan dini, bullying, kurangnya motivasi, kurangnya kesadaran siswa dan orang tua akan pendidikan, hingga keragaman atau heterogenitas siswa yang mengarah pada perilaku maladaptive, sehingga menyebabkan putus sekolah.
Adapun penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan prevensi jika permasalan belum terjadi dan intervensi jika sudah terjadi. Prevensi dapat dilakukan dalam empat hal, yaitu yang pertama dengan melakukan identifikasi dini kepada siswa yang berisiko putus sekolah.
Identifikasi dapat dilihat dari sikap, prilaku, dan kedisiplinan di sekolah. Kedua, pendampingan intensif oleh guru atau lingkungan siswa.
Ketiga, psikoedukasi melalui pembekalan diri kepada siswa untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan putus sekolah. Keempat, memberikan pelatihan atau memberikan keterampilan kecakapan hidup atau yang terkait minat siswa.
Kemudian intervensi dapat dilakukan salah satunya melalui konseling. Adapun konseling dapat dilakukan kepada individu maupun kelompok. Intervensi melalui konseling dapat dilakukan langsung kepada siswa, ataupun melalui keluarga, teman sebaya, hingga pihak sekolah.
Tindak prevensi dan intervensi ini diharapkan dapat menekan angka putus sekolah hingga meningkatkan psikologis dan kualitas siswa.
Untuk itu pendekatan psikososial dapat dilakukan oleh para guru untuk mencegah dan mengatasi permasalahan putus sekolah yang dialami siswa. Melalui konseling psikososial, para guru dapat menggali atau menekankan kepada dua faktor yaitu internal dan eksternal siswa.
BPS melalui Survey Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 mengungkap bahwa, 76% keluarga mengakui anaknya putus sekolah karena alasan ekonomi. Sebagian besar yaitu 67,0% di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya yaitu 8,7% dikarenakan anak harus mencari nafkah.
Dosen Departemen Psikologi Universitas Brawijaya, Yuliezar Perwira Dara, S.Psi., M.Psi., Psikolog mengatakan bahwa penyebab putus sekolah tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, namun banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut.
Beberapa diantaranya adalah pernikahan dini, bullying, kurangnya motivasi, kurangnya kesadaran siswa dan orang tua akan pendidikan, hingga keragaman atau heterogenitas siswa yang mengarah pada perilaku maladaptive, sehingga menyebabkan putus sekolah.
Adapun penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan prevensi jika permasalan belum terjadi dan intervensi jika sudah terjadi. Prevensi dapat dilakukan dalam empat hal, yaitu yang pertama dengan melakukan identifikasi dini kepada siswa yang berisiko putus sekolah.
Identifikasi dapat dilihat dari sikap, prilaku, dan kedisiplinan di sekolah. Kedua, pendampingan intensif oleh guru atau lingkungan siswa.
Ketiga, psikoedukasi melalui pembekalan diri kepada siswa untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan putus sekolah. Keempat, memberikan pelatihan atau memberikan keterampilan kecakapan hidup atau yang terkait minat siswa.
Kemudian intervensi dapat dilakukan salah satunya melalui konseling. Adapun konseling dapat dilakukan kepada individu maupun kelompok. Intervensi melalui konseling dapat dilakukan langsung kepada siswa, ataupun melalui keluarga, teman sebaya, hingga pihak sekolah.
Tindak prevensi dan intervensi ini diharapkan dapat menekan angka putus sekolah hingga meningkatkan psikologis dan kualitas siswa.
Untuk itu pendekatan psikososial dapat dilakukan oleh para guru untuk mencegah dan mengatasi permasalahan putus sekolah yang dialami siswa. Melalui konseling psikososial, para guru dapat menggali atau menekankan kepada dua faktor yaitu internal dan eksternal siswa.
tulis komentar anda