Gelar Webinar Konseling Psikososial, KGSB Ajak Para Guru Kurangi Angka Putus Sekolah
Minggu, 25 Juni 2023 - 21:57 WIB
Faktor internal yang dapat digali dari siswa adalah identifikasi masalah siswa, meningkatkan self-esteem atau harga diri, GRIT atau kekuatan passion dan kegigihannya, resiliensi atau ketangguhan, efikasi diri atau percaya diri, gambaran diri di masa depan, serta pilihan karir kedepannya.
Kemudian pada faktor eksternal yaitu dukungan sosial dari lingkungan, peran sekolah dalam menciptakan lingkungan yang nyaman, serta bantuan sosial ekonomi dari sekolah. Selanjutnya home visit yang dapat dilakukan juga oleh para guru kepada siswa, dan mengembangkan keterampilan sosial seperti komunikasi asertif yang dapat dilakukan siswa.
“Konselor atau guru yang baik harus dapat membina hubungan baik dengan siswa, menerapkan konseling yang berpusat pada siswa, memiliki empati, memberikan perhatian positif tanpa pamrih, serta memiliki sifat yang tulus dan terbuka,” ungkap Yuliezar.
Founder Rumah Guru BK, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt. mengungkapkan bahwa guru Bimbingan Konseling (BK) harus bisa mengenali siswa yang berpotensi putus sekolah.
“Guru BK dapat melakukan asesmen kepada siswa dengan pengumpulan data melalui penelusuran bakat dan minat. Data yang dikumpulkan dapat berupa daftar kehadiran, perilaku di sekolah, dan perkembangan akademik siswa. Namun yang terpenting adalah guru dapat meyakinkan siswa akan hal-hal yang mungkin terjadi kedepannya jika siswa mengalami putus sekolah,” ujar Ana.
Beragam upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan putus sekolah, contohnya seperti yang dilakukan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga akhir tahun 2022, total terdapat 4.834 siswa yang harus berhenti sekolah di Kabupaten Banyuwangi.
Berbagai inovasi diluncurkan oleh Pemkab setempat, seperti program Siswa Asuh Sebaya (SAS), serta program Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh). Program tersebut bahkan telah mendapatkan penghargaan.
Kemudian pada faktor eksternal yaitu dukungan sosial dari lingkungan, peran sekolah dalam menciptakan lingkungan yang nyaman, serta bantuan sosial ekonomi dari sekolah. Selanjutnya home visit yang dapat dilakukan juga oleh para guru kepada siswa, dan mengembangkan keterampilan sosial seperti komunikasi asertif yang dapat dilakukan siswa.
“Konselor atau guru yang baik harus dapat membina hubungan baik dengan siswa, menerapkan konseling yang berpusat pada siswa, memiliki empati, memberikan perhatian positif tanpa pamrih, serta memiliki sifat yang tulus dan terbuka,” ungkap Yuliezar.
Founder Rumah Guru BK, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt. mengungkapkan bahwa guru Bimbingan Konseling (BK) harus bisa mengenali siswa yang berpotensi putus sekolah.
“Guru BK dapat melakukan asesmen kepada siswa dengan pengumpulan data melalui penelusuran bakat dan minat. Data yang dikumpulkan dapat berupa daftar kehadiran, perilaku di sekolah, dan perkembangan akademik siswa. Namun yang terpenting adalah guru dapat meyakinkan siswa akan hal-hal yang mungkin terjadi kedepannya jika siswa mengalami putus sekolah,” ujar Ana.
Beragam upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan putus sekolah, contohnya seperti yang dilakukan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga akhir tahun 2022, total terdapat 4.834 siswa yang harus berhenti sekolah di Kabupaten Banyuwangi.
Berbagai inovasi diluncurkan oleh Pemkab setempat, seperti program Siswa Asuh Sebaya (SAS), serta program Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh). Program tersebut bahkan telah mendapatkan penghargaan.
(mpw)
tulis komentar anda