Viral Seragam Mahal di Tulungagung, P2G: Membebani Ortu, Permendikbud No 50 Mesti Dikoreksi
Kamis, 27 Juli 2023 - 17:16 WIB
Selain itu, menurut P2G biaya seragam yang banyak sudah seharusnya masuk dalam skema pembiayaan BOS dari pusat atau BOS Daerah. Maka aturan BOS/BOS Daerah mesti diperluas untuk seragam.
Baca juga: Kemenag: 2.600 Madrasah di Seluruh Indonesia Sudah Terapkan Kurikulum Merdeka
Juga bisa dengan skema lain yang dikembangkan oleb Pemda, seperti KJP Plus bagi siswa dari ekonomi tidak mampu di Jakarta. Agar anak dari keluarga tidak mampu betul-betul mendapatkan afirmasi dan perlakuan yang adil dari negara.
Ketiga, Praktik jual beli seragam dan atribut sekolah lain selalu terjadi karena tingginya "demand" dari orang tua. Pihak sekolah melihat ada peluang bisnis sehingga "demand and supply" terjadi.
Padahal praktik jual beli seragam di sekolah dilarang berdasarkan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, khususnya pasal 13.
Keempat, Komite Sekolah sebagai wadah orang tua siswa, baik individu atau kolektif juga dilarang jual beli seragam di sekolah menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah di pasal 12.
"Artinya baik guru atau orang tua dilarang melakukan praktik bisnis jual beli tersebut," ucap Anggi Afriansyah, Dewan Pakar P2G.
Kelima, P2G mendesak Dinas Pendidikan menyisir sekolah yang melakukan praktik terlarang itu. Sebab sudah bukan rahasia lagi fakta demikian berlangsung di sekolah negeri sejak lama.
"Mengapa praktik itu masih terjadi? Karena tidak adanya pengawasan dan sanksi tegas dari Dinas Pendidikan atau kepala daerah," lanjut Anggi.
Bagi P2G, seharusnya keberadaan Pengawas Sekolah berperan penting mencegahnya terulang. Tapi pengawas membiarkan dan menganggap normal. Faktor monitoring yang hanya administratif juga menjadi penyebab, sehingga tidak ada pencegahan atau penindakan praktik jual beli seragam dari pengawas.
Baca juga: Kemenag: 2.600 Madrasah di Seluruh Indonesia Sudah Terapkan Kurikulum Merdeka
Juga bisa dengan skema lain yang dikembangkan oleb Pemda, seperti KJP Plus bagi siswa dari ekonomi tidak mampu di Jakarta. Agar anak dari keluarga tidak mampu betul-betul mendapatkan afirmasi dan perlakuan yang adil dari negara.
Ketiga, Praktik jual beli seragam dan atribut sekolah lain selalu terjadi karena tingginya "demand" dari orang tua. Pihak sekolah melihat ada peluang bisnis sehingga "demand and supply" terjadi.
Padahal praktik jual beli seragam di sekolah dilarang berdasarkan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, khususnya pasal 13.
Keempat, Komite Sekolah sebagai wadah orang tua siswa, baik individu atau kolektif juga dilarang jual beli seragam di sekolah menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah di pasal 12.
"Artinya baik guru atau orang tua dilarang melakukan praktik bisnis jual beli tersebut," ucap Anggi Afriansyah, Dewan Pakar P2G.
Kelima, P2G mendesak Dinas Pendidikan menyisir sekolah yang melakukan praktik terlarang itu. Sebab sudah bukan rahasia lagi fakta demikian berlangsung di sekolah negeri sejak lama.
"Mengapa praktik itu masih terjadi? Karena tidak adanya pengawasan dan sanksi tegas dari Dinas Pendidikan atau kepala daerah," lanjut Anggi.
Bagi P2G, seharusnya keberadaan Pengawas Sekolah berperan penting mencegahnya terulang. Tapi pengawas membiarkan dan menganggap normal. Faktor monitoring yang hanya administratif juga menjadi penyebab, sehingga tidak ada pencegahan atau penindakan praktik jual beli seragam dari pengawas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda