Styrofoam dapat Memicu Kanker, Mahasiswa UPER Buat Pengemas Makanan Ramah Lingkungan
Minggu, 10 September 2023 - 13:05 WIB
JAKARTA - Styrofoam disebut sebagai sampah yang paling banyak mencemari lingkungan dan juga dapat memicu kanker. Mengatasi masalah ini, tim mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) pun menciptakan kemasan makanan yang lebih ramah lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendata pada tahun 2022 jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 12,54 juta ton, naik dari tahun 2021 yang berjumlah 11,54 juta ton.
Tergolong sebagai sampah yang sulit terurai, LIPI menyebutkan sampah styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500 sampai 1 juta tahun untuk terurai. Selain itu, The National Bureau of Standards Center for Fire Research menemukan bahwa styrofoam dibentuk dari 57 jenis bahan kimia. Sehingga penggunaan styrofoam sebagai kemasan makanan juga dapat memungkinkan karsinogenik atau zat pemicu sel kanker bagi manusia (International Agency for Research on Cancer, 2018).
Menyadari bahaya styrofoam yang mengintai lingkungan dan kesehatan, Mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) yaitu Ghifari Fadhil Rahman, I Putu Krisna Adi Putra, Ismail Khozin, Laela Vutri dan Syifa Sabrina, menginisiasi pembuatan kemasan makanan dengan konsep bioform.
Baca juga: Kisah Rahmat, Gagal Kuliah Kedokteran di China karena Pandemi Kini Raih Beasiswa ke Amerika
“Inovasi pengemasan makanan ini muncul dari kekhawatiran pencemaran lingkungan yang semakin memburuk, dan bahaya kesehatan yang mengintai selama pemakaian jangka panjang. Selain itu, konsep bioform kami turut pertimbangkan dari sisi pengelolaan sampah hayati di lingkungan terbuka serta peluang ekonomisnya,” katanya, melalui siaran pers, Minggu (10/9/2023).
Kemasan makanan bioform yang diberi nama Stymays (Styrofoam From Zea Mays) tersebut memanfaatkan batang jagung sebagai bahan utama pembuatannya. Ia dipilih karena menjadi sampah tebesar dalam produksi jagung di Indonesia. BPS Sumatra Barat mencatat jumlah sampah batang jagung mencapai 62,3% atau 42.055 ton dari total 67.505 ton sampah tanaman jagung.
“Dengan menggunakan bahan 100% berasal dari hayati, Stymays dapat terurai dengan sempurna hanya dalam waktu 1 sampai 2 tahun. Hal ini akan mengurangi jumlah tumpukan sampah kemasan makanan yang umumnya baru bisa terurai lebih dari 100 tahun. Selain itu Stymays kami rancang dengan desain yang berbeda dari produk styrofoam. Sehingga memiliki daya tarik yang besar terhadap upaya substitusi styrofoam ke produk ramah lingkungan,” tambah Ghifari.
Tim Stymays kini tengah mengembangkan produksi massal sebagai kemasan makanan untuk komersialisasi. Selain unggul dalam bidang lingkungan dan kesehatan, Stymays juga memiliki keunggulan lainnya seperti kemasan tersebut dapat digunakan sebagai pot tanaman untuk menjadi pupuk yang dinilai efektif dalam membantu pertumbuhan tanaman.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendata pada tahun 2022 jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 12,54 juta ton, naik dari tahun 2021 yang berjumlah 11,54 juta ton.
Tergolong sebagai sampah yang sulit terurai, LIPI menyebutkan sampah styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500 sampai 1 juta tahun untuk terurai. Selain itu, The National Bureau of Standards Center for Fire Research menemukan bahwa styrofoam dibentuk dari 57 jenis bahan kimia. Sehingga penggunaan styrofoam sebagai kemasan makanan juga dapat memungkinkan karsinogenik atau zat pemicu sel kanker bagi manusia (International Agency for Research on Cancer, 2018).
Menyadari bahaya styrofoam yang mengintai lingkungan dan kesehatan, Mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) yaitu Ghifari Fadhil Rahman, I Putu Krisna Adi Putra, Ismail Khozin, Laela Vutri dan Syifa Sabrina, menginisiasi pembuatan kemasan makanan dengan konsep bioform.
Baca juga: Kisah Rahmat, Gagal Kuliah Kedokteran di China karena Pandemi Kini Raih Beasiswa ke Amerika
“Inovasi pengemasan makanan ini muncul dari kekhawatiran pencemaran lingkungan yang semakin memburuk, dan bahaya kesehatan yang mengintai selama pemakaian jangka panjang. Selain itu, konsep bioform kami turut pertimbangkan dari sisi pengelolaan sampah hayati di lingkungan terbuka serta peluang ekonomisnya,” katanya, melalui siaran pers, Minggu (10/9/2023).
Kemasan makanan bioform yang diberi nama Stymays (Styrofoam From Zea Mays) tersebut memanfaatkan batang jagung sebagai bahan utama pembuatannya. Ia dipilih karena menjadi sampah tebesar dalam produksi jagung di Indonesia. BPS Sumatra Barat mencatat jumlah sampah batang jagung mencapai 62,3% atau 42.055 ton dari total 67.505 ton sampah tanaman jagung.
“Dengan menggunakan bahan 100% berasal dari hayati, Stymays dapat terurai dengan sempurna hanya dalam waktu 1 sampai 2 tahun. Hal ini akan mengurangi jumlah tumpukan sampah kemasan makanan yang umumnya baru bisa terurai lebih dari 100 tahun. Selain itu Stymays kami rancang dengan desain yang berbeda dari produk styrofoam. Sehingga memiliki daya tarik yang besar terhadap upaya substitusi styrofoam ke produk ramah lingkungan,” tambah Ghifari.
Tim Stymays kini tengah mengembangkan produksi massal sebagai kemasan makanan untuk komersialisasi. Selain unggul dalam bidang lingkungan dan kesehatan, Stymays juga memiliki keunggulan lainnya seperti kemasan tersebut dapat digunakan sebagai pot tanaman untuk menjadi pupuk yang dinilai efektif dalam membantu pertumbuhan tanaman.
tulis komentar anda