Kuliah Umum di Universitas Nommensen, Mahfud MD Ungkap Alasannya Fokus di Politik Hukum
Senin, 15 Januari 2024 - 14:15 WIB
MEDAN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM ( Menko Polhukam ) Mahfud MD mengungkapkan alasannya memilih bidang Politik Hukum dalam pendidikannya. Ini dikatakannya ketika mengisi kuliah umum di Universitas HKBP Nommensen, Medan, Sumatera Utara, Senin (15/1/2024).
"Hari ini saya murni akan (memberi) kuliah sebagai akademisi. Saya akan fokus ke demokrasi yang sehat saja. Dulu saya menulis disertasi tentang politik hukum. Ini orang sering nggak ngerti bedanya politik hukum dengan politisasi hukum, beda," kata Mahfud di Medan.
Baca juga: Pesan Mahfud MD kepada Mahasiswa Hukum: Harus Punya Moral
Mahfud MD mengatakan alasannya memilih pendidikan di bidang politik hukum untuk memahami hukum di Indonesia. Terlebih, saat itu dirinya berada di era Oede Baru.
"Saudara, kenapa saya dulu memilih politik hukum. gini, saya itu belajar hukum tata negara, lulus dengan baik, dan hafal undang-undang dasar, hafal juga nomor-nomor undang-undang yang penting bagi negara, azas-azas hukum perdata pidana, saya hafal," ujarnya.
"Tapi sesudah lulus saya gelisah, katanya hukum itu panglima, hukum itu supreme, pengendali yang paling utama. Tapi ternyata di dalam kehidupan sehari-hari, energi politik lebih kuat," sambungnya.
Baca juga: Ganjar-Mahfud Jamin Masyarakat Pendidikan Rendah Pasti Kerja
Namun, Mahfud mengungkapkan bahwa hukum bukan satu-satuya produk politik. Menurutnya, hukum bisa diciptakan dari berbagai dasar, baik tertulis maupun tidak tertulis.
"Teori lain mengatakan hukum itu adalah produk budaya, produk kesepakatan suatu budayanya, hukum itu adalah produk hakim pengadilan. Masyarakat sepakat membuat hukum atau dalam hidup sehari-hari muncul hukum adat yang kita pisahkan, itu lagi disepakati oleh masyarakat sebagai produk budaya. bahkan hukum lahir dari situasi internasional," ucapnya.
Satu hal yang dilihat oleh Mahfud MD saat ini di Indonesia adalah hukum adalah produk politik. Tapi dengan asumsi hukum itu warna dan penegakkannya tergantung pada konfigurasi politiknya.
"Jika politiknya demokratis, maka hukumnya pasti responsif. jika politiknya otoriter, atau sekarang bisa oligarkis, pasti hukumnya konservatif, ortodoks," pungkasnya.
"Hari ini saya murni akan (memberi) kuliah sebagai akademisi. Saya akan fokus ke demokrasi yang sehat saja. Dulu saya menulis disertasi tentang politik hukum. Ini orang sering nggak ngerti bedanya politik hukum dengan politisasi hukum, beda," kata Mahfud di Medan.
Baca juga: Pesan Mahfud MD kepada Mahasiswa Hukum: Harus Punya Moral
Mahfud MD mengatakan alasannya memilih pendidikan di bidang politik hukum untuk memahami hukum di Indonesia. Terlebih, saat itu dirinya berada di era Oede Baru.
"Saudara, kenapa saya dulu memilih politik hukum. gini, saya itu belajar hukum tata negara, lulus dengan baik, dan hafal undang-undang dasar, hafal juga nomor-nomor undang-undang yang penting bagi negara, azas-azas hukum perdata pidana, saya hafal," ujarnya.
"Tapi sesudah lulus saya gelisah, katanya hukum itu panglima, hukum itu supreme, pengendali yang paling utama. Tapi ternyata di dalam kehidupan sehari-hari, energi politik lebih kuat," sambungnya.
Baca juga: Ganjar-Mahfud Jamin Masyarakat Pendidikan Rendah Pasti Kerja
Namun, Mahfud mengungkapkan bahwa hukum bukan satu-satuya produk politik. Menurutnya, hukum bisa diciptakan dari berbagai dasar, baik tertulis maupun tidak tertulis.
"Teori lain mengatakan hukum itu adalah produk budaya, produk kesepakatan suatu budayanya, hukum itu adalah produk hakim pengadilan. Masyarakat sepakat membuat hukum atau dalam hidup sehari-hari muncul hukum adat yang kita pisahkan, itu lagi disepakati oleh masyarakat sebagai produk budaya. bahkan hukum lahir dari situasi internasional," ucapnya.
Satu hal yang dilihat oleh Mahfud MD saat ini di Indonesia adalah hukum adalah produk politik. Tapi dengan asumsi hukum itu warna dan penegakkannya tergantung pada konfigurasi politiknya.
"Jika politiknya demokratis, maka hukumnya pasti responsif. jika politiknya otoriter, atau sekarang bisa oligarkis, pasti hukumnya konservatif, ortodoks," pungkasnya.
(nnz)
tulis komentar anda