Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
Minggu, 24 November 2024 - 12:40 WIB
JAKARTA - Menjadi guru di daerah terpencil memiliki tantangan berganda, selain dihadapkan kepada fasilitas yang minim, juga keterbatasan infrastruktur. Dalam menghadapi tantangan yang tidak ringan itu seorang guru tidak hanya membutuhkan kesiapan mental dan tekad yang kuat, tetapi juga panggilan dan tanggung jawab moral untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
Wahyudi, M.Pd, pegiat literasi, penulis, penerima beasiswa Program PPG (Pendidikan Profesi Guru) Prajabatan, sekaligus dikenal sebagai content creator di bidang pendidikan asal Pontianak, Kalimantan Barat, menceritakan bagaimana dirinya terpanggil untuk turut terjun membantu teman-teman guru yang mengajar di sekolah-sekolah daerah terpencil dengan fasilitas minim dan infrastruktur yang terbatas. Sebelum menjadi trainer bagi para guru, pemuda yang populer di media sosial dengan sebutan Wahyudi Aksara Guru Seru ini merasakan langsung bagaimana menjalani peran sebagai guru di daerah terpencil.
“Untuk memberikan pendidikan kepada muridnya, para guru di daerah terpencil harus menyeberangi lautan untuk mencapai pulau,” kata Wahyudi mengenang saat dirinya bersama komunitas literasi memberikan pelatihan di sebuah sekolah di daerah terpencil. Keterbatasan tidak menyurutkan semangat mereka untuk menembus segala hambatan menjadi kemungkinan, tak sekadar kata. Hal itu, ia tunjukkan dengan aksi nyata.
Suasana proses belajar mengajar di SMP tempat Wahyudi mengajar. (Foto: Istimewa)
Bersama kawan-kawan komunitasnya, Wahyudi membangun perpustakaan di sekolah tersebut, sebagai bentuk dukungan dan memberi semangat dan motivasi bagi guru-guru dan murid-murid di sana. “Anak-anak di sana kekurangan bahan bacaan. Kami mengumpulkan donasi untuk membeli buku-buku dan membangun perpustakaan. Walaupun hanya perpustakaan mini sangat berarti bagi mereka,” tutur Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra (2017) dan memulai karirnya sebagai guru setahun berikutnya di sebuah sekolah swasta internasional.
Keterpanggilan Wahyudi untuk membantu anak-anak mendapatkan pendidikan layak yang mendorongnya memperluas jaringan dengan guru-guru dan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
“Awalnya saya bergabung dengan banyak komunitas, satu di antaranya adalah komunitas literasi yang saya geluti sampai sekarang. Namanya adalah komunitas ‘Pustaka Rumah Aloy’. Awalnya saya di sana hanya sebagai peserta pelatihan penulisan gratis selama 101 hari,” tutur Wahyudi yang sudah menerbitkan buku kumpulan cerpen ini.
Dari sanalah bermula jiwanya terpanggil untuk membulatkan tekad menjadi guru, meskipun saat ini dirinya istirahat mengajar di sekolah formal karena tengah fokus untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Bagi Wahyudi, menjadi guru yang sekadar guru tidaklah cukup. Ia selama ini aktif mengikuti berbagai pelatihan baik yang diadakan oleh komunitas-komunitas maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Semua itu ia lakukan untuk menjadi guru yang mampu memberikan pengajaran secara menarik serta mampu memotivasi peserta didik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, kapan saja dan di mana saja.
Wahyudi, M.Pd, pegiat literasi, penulis, penerima beasiswa Program PPG (Pendidikan Profesi Guru) Prajabatan, sekaligus dikenal sebagai content creator di bidang pendidikan asal Pontianak, Kalimantan Barat, menceritakan bagaimana dirinya terpanggil untuk turut terjun membantu teman-teman guru yang mengajar di sekolah-sekolah daerah terpencil dengan fasilitas minim dan infrastruktur yang terbatas. Sebelum menjadi trainer bagi para guru, pemuda yang populer di media sosial dengan sebutan Wahyudi Aksara Guru Seru ini merasakan langsung bagaimana menjalani peran sebagai guru di daerah terpencil.
“Untuk memberikan pendidikan kepada muridnya, para guru di daerah terpencil harus menyeberangi lautan untuk mencapai pulau,” kata Wahyudi mengenang saat dirinya bersama komunitas literasi memberikan pelatihan di sebuah sekolah di daerah terpencil. Keterbatasan tidak menyurutkan semangat mereka untuk menembus segala hambatan menjadi kemungkinan, tak sekadar kata. Hal itu, ia tunjukkan dengan aksi nyata.
Suasana proses belajar mengajar di SMP tempat Wahyudi mengajar. (Foto: Istimewa)
Bersama kawan-kawan komunitasnya, Wahyudi membangun perpustakaan di sekolah tersebut, sebagai bentuk dukungan dan memberi semangat dan motivasi bagi guru-guru dan murid-murid di sana. “Anak-anak di sana kekurangan bahan bacaan. Kami mengumpulkan donasi untuk membeli buku-buku dan membangun perpustakaan. Walaupun hanya perpustakaan mini sangat berarti bagi mereka,” tutur Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra (2017) dan memulai karirnya sebagai guru setahun berikutnya di sebuah sekolah swasta internasional.
Keterpanggilan Wahyudi untuk membantu anak-anak mendapatkan pendidikan layak yang mendorongnya memperluas jaringan dengan guru-guru dan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
“Awalnya saya bergabung dengan banyak komunitas, satu di antaranya adalah komunitas literasi yang saya geluti sampai sekarang. Namanya adalah komunitas ‘Pustaka Rumah Aloy’. Awalnya saya di sana hanya sebagai peserta pelatihan penulisan gratis selama 101 hari,” tutur Wahyudi yang sudah menerbitkan buku kumpulan cerpen ini.
Dari sanalah bermula jiwanya terpanggil untuk membulatkan tekad menjadi guru, meskipun saat ini dirinya istirahat mengajar di sekolah formal karena tengah fokus untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Bagi Wahyudi, menjadi guru yang sekadar guru tidaklah cukup. Ia selama ini aktif mengikuti berbagai pelatihan baik yang diadakan oleh komunitas-komunitas maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Semua itu ia lakukan untuk menjadi guru yang mampu memberikan pengajaran secara menarik serta mampu memotivasi peserta didik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, kapan saja dan di mana saja.
Lihat Juga :
tulis komentar anda