Karpet Merah Terbentang untuk Kampus Asing
Kamis, 17 September 2020 - 07:01 WIB
“Khusus penghapusan sanksi pidana dan denda akan berdampak pada lemahnya penegakan hukum pada perguruan tinggi, yang terbukti melakukan pelanggaran administrasi. Bisa dibayangkan jika kondisi itu terjadi saat banyak perguruan tinggi asing berdiri di sini. Mereka bisa leluasa melakukan pelanggaran administratif tanpa dibayangi sanksi pidana atau denda,” katanya.
Politikus PKB ini berharap para anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang saat ini menggodok RUU Ciptaker benar-benar mencermati pasal-pasal yang mengatur tentang pendidikan. Mereka diminta tidak ragu mengusulkan norma-norma baru atau memutuskan tetap pada regulasi awal jika dirasa pasal-pasal dalam RUU Ciptaker kluster pendidikan justru membahayakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
“Pendidikan di Indonesia dari dulu diarahkan pada pembentukan manusia seutuhnya yang seimbang antara skill dan akhlak. Jangan sampai hanya karena ingin anak-anak Indonesia bisa bersaing di dunia kerja, aspek pembentukan mental dan karakter diabaikan,” katanya.
Jika perlu, kata Huda, Baleg DPR bisa mengeluarkan kluster pendidikan dari pembahasan RUU Ciptaker. Menurutnya saat ini Komisi X telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Peta Jalan Pendidikan (PJP) Indonesia. Panja PJP ini akan menginventarisasi berbagai persoalan pendidikan terbaru dan upaya untuk menyesuaikan arah pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan zaman. (Baca juga: Tim Repsol Honda Suram Tanpa Marquez)
“Hasil Panja PJP ini akan menjadi salah satu konten untuk melakukan revisi dari UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jadi kami rasa akan lebih komprehensif jika perbaikan regulasi pendidikan kita dimuat dalam perbaikan UU Sistem Pendidikan Nasional tidak sekadar menjadi bagian kecil dari RUU Ciptaker,” katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, dia tidak melihat ruh pendidikan di RUU Cipta Kerja ini ke arah pemenuhan hak warga dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. "Justru saya melihat orientasinya ke arah komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi pendidikan," ujarnya.
Ubaid menilai, komersialisasi ini salah satunya, yakni kemudahan kampus asing bisa dibuka dengan bebas di Indonesia tanpa ada kualifikasi akreditasi. Kemudian dia mengatakan, lembaga pendidikan juga akan dijadikan entitas bisnis yang berorientasi pada untung-rugi dengan tarif yang melangit karena disesuaikan dengan selera pasar.
Lalu dia mempertanyakan, di mana peran negara yang berkewajiban untuk memenuhi hak warganya dalam mendapatkan pendidikan berkualitas. "Maka, hapus saja pasal pendidikan di RUU Ciptaker, karena melenceng jauh dari tujuan pendidikan,” katanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI meminta agar kluster pendidikan tidak dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja, melainkan dibuat dalam omnibus law tersendiri di bidang pendidikan.
"Semangat pembuatan RUU ini adalahh untuk memudahkan iklim investasi dan memangkas birokrasi perizinan yang berbelit dan tumpang tindih. Karena itu, apakah cocok jika masalah pendidikan dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja," katanya. (Baca juga: Cara Sederhana untuk Cegah Kanker Payudara)
Politikus PKB ini berharap para anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang saat ini menggodok RUU Ciptaker benar-benar mencermati pasal-pasal yang mengatur tentang pendidikan. Mereka diminta tidak ragu mengusulkan norma-norma baru atau memutuskan tetap pada regulasi awal jika dirasa pasal-pasal dalam RUU Ciptaker kluster pendidikan justru membahayakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
“Pendidikan di Indonesia dari dulu diarahkan pada pembentukan manusia seutuhnya yang seimbang antara skill dan akhlak. Jangan sampai hanya karena ingin anak-anak Indonesia bisa bersaing di dunia kerja, aspek pembentukan mental dan karakter diabaikan,” katanya.
Jika perlu, kata Huda, Baleg DPR bisa mengeluarkan kluster pendidikan dari pembahasan RUU Ciptaker. Menurutnya saat ini Komisi X telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Peta Jalan Pendidikan (PJP) Indonesia. Panja PJP ini akan menginventarisasi berbagai persoalan pendidikan terbaru dan upaya untuk menyesuaikan arah pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan zaman. (Baca juga: Tim Repsol Honda Suram Tanpa Marquez)
“Hasil Panja PJP ini akan menjadi salah satu konten untuk melakukan revisi dari UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jadi kami rasa akan lebih komprehensif jika perbaikan regulasi pendidikan kita dimuat dalam perbaikan UU Sistem Pendidikan Nasional tidak sekadar menjadi bagian kecil dari RUU Ciptaker,” katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, dia tidak melihat ruh pendidikan di RUU Cipta Kerja ini ke arah pemenuhan hak warga dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. "Justru saya melihat orientasinya ke arah komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi pendidikan," ujarnya.
Ubaid menilai, komersialisasi ini salah satunya, yakni kemudahan kampus asing bisa dibuka dengan bebas di Indonesia tanpa ada kualifikasi akreditasi. Kemudian dia mengatakan, lembaga pendidikan juga akan dijadikan entitas bisnis yang berorientasi pada untung-rugi dengan tarif yang melangit karena disesuaikan dengan selera pasar.
Lalu dia mempertanyakan, di mana peran negara yang berkewajiban untuk memenuhi hak warganya dalam mendapatkan pendidikan berkualitas. "Maka, hapus saja pasal pendidikan di RUU Ciptaker, karena melenceng jauh dari tujuan pendidikan,” katanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI meminta agar kluster pendidikan tidak dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja, melainkan dibuat dalam omnibus law tersendiri di bidang pendidikan.
"Semangat pembuatan RUU ini adalahh untuk memudahkan iklim investasi dan memangkas birokrasi perizinan yang berbelit dan tumpang tindih. Karena itu, apakah cocok jika masalah pendidikan dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja," katanya. (Baca juga: Cara Sederhana untuk Cegah Kanker Payudara)
tulis komentar anda