Subsidi Kuota Dinilai Tak Cukup, DPR Minta Ada Subsidi Smartphone
Jum'at, 18 September 2020 - 19:26 WIB
BANDUNG - Subsidi pulsa yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) senilai total Rp7,2 triliun untuk siswa, mahasiswa, guru dan dosen dinilai belum cukup untuk pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sebab, masih banyak siswa yang ternyata tidak memiliki perangkat smartphone untuk pembelajaran online.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, per hari ini, Jumat (18/9), baru ada 21 juta siswa yang menyetorkan nomor telepon untuk penyaluran pulsa dari total target 45 juta penerima. "Artinya setengah dari peserta itu memang tidak bisa mengikuti PJJ. Itu fakta lapangannya. Kenapa mereka tidak setor nomor telepon ya karena gak punya gawai," ujar Huda ditemui di sela Sosialisasi Empat Pilar MPR di Pondok Pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/9/2020). (Baca juga: Bantuan Kemendikbud untuk PJJ Tak Sekadar Kuota Data )
Huda mengatakan, penguatan PJJ ini mau tidak mau harus dilakukan karena melihat kondisi saat ini, penyebaran COVID-19 justru terus mengalami peningkatan. Huda mengatakan, kemungkinan besar hingga 2021, masih akan terus menggunakan skema PJJ. "Ini memang suasananya dilematis. Satu sisi pandemi makin merajalela, di saat yang sama instrumen yang paling mungkin dilakulan adalah PJJ," tuturnya.
Karena itu, Huda mengatakan bahwa Kemendikbud harus membuat inovasi, termasuk dalam hal kurikulum pendidikan. Sebab saat ini, banyak orang tua yang mengeluhkan beratnya sistem pendidikan secara online. Hal ini karena masih banyak sekolah yang menggunakan skema pembelajaran normal namun diterapkan dalam sistem online. "Kami mendorong Kemendikbud secepatnya konten PJJ harus secepatnya disesuaikan. Sekarang ini kontennya kan masih padat banget," katanya.
Menurutnya, dalam kondisi tidak normal saat ini, guru dan sekolah tidak boleh dipaksakan memenuhi standar normal. Begitu pula anak-anak. (Baca juga: 9.511 Pesantren Telah Terima Bantuan Operasional Tahap Pertama )
Diakui Huda, kurikulum darurat yang disiapkan Kemendikbud nyatanya banyak yang belum sampai ke sekolah. "Buktinya apa tidak sampai? Di Jawa Timur ada modul pembelajaran salah satu sila Pancasila ada gambar parpol tertentu. Kalau modulnya sampai bawah maka itu tidak akan terjadi," urainya.
Karena itu, Huda meminta Kemendikbud aktif melakukan komunikasi dengan dinas-dinas pendidikan di daerah sehingga bisa segera dikomunikasikan dengan sekolah. "Ini hampir rata-rata sekolah yang kemarin sempat dibuka, mulai tutup kembali karena orang tua dan pihak sekolah merasa ketakutan. Yang kemarin merasa butuh cepet masuk sekolah, sekarang realistis kembali PJJ maka sistem PJJ harus dikuatkan," katanya.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, per hari ini, Jumat (18/9), baru ada 21 juta siswa yang menyetorkan nomor telepon untuk penyaluran pulsa dari total target 45 juta penerima. "Artinya setengah dari peserta itu memang tidak bisa mengikuti PJJ. Itu fakta lapangannya. Kenapa mereka tidak setor nomor telepon ya karena gak punya gawai," ujar Huda ditemui di sela Sosialisasi Empat Pilar MPR di Pondok Pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/9/2020). (Baca juga: Bantuan Kemendikbud untuk PJJ Tak Sekadar Kuota Data )
Huda mengatakan, penguatan PJJ ini mau tidak mau harus dilakukan karena melihat kondisi saat ini, penyebaran COVID-19 justru terus mengalami peningkatan. Huda mengatakan, kemungkinan besar hingga 2021, masih akan terus menggunakan skema PJJ. "Ini memang suasananya dilematis. Satu sisi pandemi makin merajalela, di saat yang sama instrumen yang paling mungkin dilakulan adalah PJJ," tuturnya.
Karena itu, Huda mengatakan bahwa Kemendikbud harus membuat inovasi, termasuk dalam hal kurikulum pendidikan. Sebab saat ini, banyak orang tua yang mengeluhkan beratnya sistem pendidikan secara online. Hal ini karena masih banyak sekolah yang menggunakan skema pembelajaran normal namun diterapkan dalam sistem online. "Kami mendorong Kemendikbud secepatnya konten PJJ harus secepatnya disesuaikan. Sekarang ini kontennya kan masih padat banget," katanya.
Menurutnya, dalam kondisi tidak normal saat ini, guru dan sekolah tidak boleh dipaksakan memenuhi standar normal. Begitu pula anak-anak. (Baca juga: 9.511 Pesantren Telah Terima Bantuan Operasional Tahap Pertama )
Diakui Huda, kurikulum darurat yang disiapkan Kemendikbud nyatanya banyak yang belum sampai ke sekolah. "Buktinya apa tidak sampai? Di Jawa Timur ada modul pembelajaran salah satu sila Pancasila ada gambar parpol tertentu. Kalau modulnya sampai bawah maka itu tidak akan terjadi," urainya.
Karena itu, Huda meminta Kemendikbud aktif melakukan komunikasi dengan dinas-dinas pendidikan di daerah sehingga bisa segera dikomunikasikan dengan sekolah. "Ini hampir rata-rata sekolah yang kemarin sempat dibuka, mulai tutup kembali karena orang tua dan pihak sekolah merasa ketakutan. Yang kemarin merasa butuh cepet masuk sekolah, sekarang realistis kembali PJJ maka sistem PJJ harus dikuatkan," katanya.
(mpw)
tulis komentar anda